"Nad, sebelum aku bercerita tentang dia yang sudah tenang di sisi-Nya, aku hanya ingin memperingatkan bahwa aku hanya mencintaimu saja.
Nama lengkapnya adalah Asha Nadin Mafaza... --"
"Namanya indah, apa ia juga indah?"potong Nadin, ada setitik rasa cemburu di matanya.
Abyan tersenyum.
"Semua ciptaan-Nya akan selalu indah."
Nadin terdiam. Ah, kenapa Abyan bisa berubah seperti ini sih?
"Aku lanjut ya, Nad. Aku panggil dia Asha saja ya biar mudah. Pertama kali aku bertemu dengannya adalah ketika aku pergi berlibur ke Pantai Ujung Lor, karyawisata SMP ku. Ketika itu aku melihat seorang gadis berbaju kuning sedang duduk terdiam di atas pasir putih sambil memandangi langit yang mulai kemerahan. Wajahnya yang pucat itu tertempa cahaya senja. Aku tak kuasa untuk tidak memandangnya. Aku pun mulai berjalan mendekati si gadis itu, lalu duduk di sampingnya. Cukup lama kami terdiam tanpa sapa. Mungkin ia tak sadar akan kehadiranku. Hingga kemudian, aku mulai bersuara. Aku sapa dia.
"Hai!"
Ia masih terdiam, tak bergerak sedikitpun dari tempatnya duduk. Hanya helaan napas yang kudengar. Ah mungkin ia tidak mendengarku, pikirku saat itu. Kucoba untuk mengajak nya bicara lagi.
"Kenapa kamu diam saja?"
Aku mendengar helaan napas lagi, kali ini lebih berat dan panjang. Lalu ia menoleh, menatap tepat di manik mataku.
"Ada apa?"tanyanya.
"Tidak. Hanya saja, kulihat dari tadi kamu melamun di sini. Kamu tak apa?"
"Aku tidak melamun."
"Aih, jelas saja tadi kamu melamun."
"Bedakan antara melamun dan menatap senja. Lagipula aku sedang mengobrol dengan senja itu, kamu menganggu saja."
Aku sempat kaget dengan jawabannya kala itu. Tapi, ia gadis yang unik sekaligus istimewa. Sejak saat itu, aku mulai menyukai wajah pucatnya, tatapan tajamnya, dan suara indah itu. Ia dingin, tapi lama kelamaan aku tahu. Bahwa sikap dinginnya itu hanya sebuah pertahanan diri.
"Kamu suka senja?", tanya ku lagi
Ia terdiam tanpa menjawab.
"Kok kamu diam lagi sih? Kamu suka senja kan?"
"Apa urusanmu?"ia balik bertanya
"Aku hanya penasaran saja."
"Aku mau suka kek, mau enggak kek. Tidak ada hubungannya denganmu kan?"ia menjawab dengan nada yang agak tinggi.
Lalu kami sama-sama terdiam cukup lama hingga hari mulai gelap. Penginapanku dekat dengan pantai, sehingga aku tidak khawatir akan kehilangan rombongan. Dan bahkan teman-temanku masih asik menikmati hari yang mulai gelap sambil merasakan desiran angin pantai yang mulai menusuk pori-pori. Gadis tadi juga, ia masih sibuk memandangi langit yang gelap. Tatapannya terasa memilukan. Apa ia benar-benar suka senja? Atau sebaliknya?
"Hah, kamu masih saja diam. Eh, aku tau kok kamu dengerin aku. Aku yang bicara sama kamu ya, nggak apa-apa kalau nggak kamu respon, cukup kamu dengarkan saja.
Aku selalu mendambakan kehadiran senja. Langit tanpa senja, menurutku tak cukup membahagiakan. Aku mengaguminya.
Kali ini biarkan aku merepotkan diri untuk menjelaskan padamu, mengenai alasan-alasan mengapa aku begitu mengagumi senja dan tak pernah berpikir akan berpindah hati pada selainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Masa Lalu
RomansaKenangan-kenangan buruk itu perlahan mulai gugur saat aku bisa menerima cintamu, Tuan... -Nadin, 2025.