8. Second

15 0 0
                                    

Sedari tadi hanya hening yang mengisi jarak antara Mayla yang berjalan tepat dua langkah di depan Talang. Mereka berdua memutuskan untuk memulai perjalanan ke Kerajaan Singkarak hanya dengan membawa seekor kuda dan perbekalan seadanya.

Tanpa upacara penghormatan seperti kerinci, tanpa sebuah restu dari ayah Mayla, bahkan tanpa seorangpun yang tahu bahwa mereka pergi, hanya Baci seorang yang menanggung beban kerahasiaan itu, yang sekarang sedang dirundung cemas dibalik daun pintu rumahnya.

"Seharusnya kau tak perlu ikut tuan Putri, kau pasti hanya akan menjadi bebanku saja di perjalanan ini," ucap Talang dingin, memecahkan hening yang sedari tadi mengganggu Mayla.

Mendengar perkataan sombong dari Talang, membuat Mayla seketika memutar kepala. Kekesalannya kini telah mencapai puncak kerongkongannya.

"Hey sombong sekali tuan yang hampir celaka tadi, jika tak ada aku kau mungkin telah mati oleh racun dari monster itu 'Tuan', jadi tak usah banyak bicara dan jalan saja," jawab Mayla yang di alunkan dengan nada yang sedikit tinggi. Tentu saja, dia pikir dia siapa?

"Dan putri yang kau sindir ini punya sebuah nama, Mayla," sambung Mayla tak kalah sombong. Ia pun memutar lagi kepalanya kedepan sehingga rambutnya terkibas hampir mengenai wajah tampan Talang.

"Cih, merepotkan."

"Dengar ya pemuda yang tak tahu diri, aku katakan untuk yang terakhir kalinya, aku bukan seorang putri manja yang tergambar dipikiran kecilmu itu, seorang putri yang hanya bisa merengek-rengek kepada ayahnya, tidak, aku tidak demikian, aku adalah seorang putri yang telah terpelajar dengan baik dan bisa menjaga diri sendiri, lebih dari wanita yang pernah kau temui," Mayla sedikit menjeda kalimatnya, "jadi tak usah menganggapku lemah dan sebagainya, tak usah menganggap ku sama dengan wanita lain, karena aku bukanlah ... Sekedar, Wanita, Biasa." Mayla mengakhiri sebuah pernyataan yang ia pikir akan membuat Talang mengubah pandangan tentang dirinya.

"Cih, mau bagaimanapun perkataanmu, tetap saja, kau seorang wanita," gumam Talang di dalam hati.

Dalam pemikiran seorang Talang, wanita adalah sebuah mahkluk yang sangat merepotkan. Selalu memiliki banyak kehendak, terlalu lemah, sangat cerewet dan lain sebagainya.

Wanita terlalu sentimentil terhadap apapun yang telah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi. Mereka selalu berpikiran berlebihan. Selalu mengkhawatirkan sesuatu dengan abstrak. Melebihi kapasitas yang bisa di tampung otak kecil mereka itu.

Seperti itulah Talang memandang wanita. Ia memang tidak menilai melalui bentuk fisik, karena ia tahu bahwa semua wanita itu SAMA.

Sekarang ini pikirannya tengah terusik, mengapa sampai dia harus memulai perjalanannya yang berat dengan seorang wanita yang nantinya pasti akan merepotkan. Telah jatuhpun tertimpa tangga.

Talang kemudian melihat ke lengannya yang berbalut kain selendang Mayla. Rasa sakit dan ngilu masih terasa menghentak lengan berototnya. Warna merah darah makin dominan mewarnai selendang hijau Mayla.

Namun sekarang ia terpikir, andai saja disana tadi tak ada Mayla, mungkin benar, nyawanya telah melayang kembali kepada tuhan.

*FLASHBACK

Baci menghadang salah satu Rangkeng yang menerjang kearah nya dan Mayla. Dengan sekuat tenaga ia menahan cakaran salah satu Rangkeng dengan pedangnya itu. Tidak tinggal diam, Mayla menyerang ke titik lemah Rangkeng. Kepala.

Suuuush

Namun berbeda dengan yang ia lawan kemarin, Rangkeng kecil ini menghindar mudah. Sifatnya lebih fleksibel dan lebih gesit dari Rangkeng yang sudah dewasa.

Baci pun menendang perut Rangkeng, membuat monster buas itu terdorong kembali ke gerombolannya.

"Tenang Baci, mereka tak sekuat yang dewasa, namun lincah," ucap Mayla sambil memikirkan bagaimana cara membunuh para Rangkeng itu.

NUSANTARA : PRAJURIT LEMBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang