9. Journey

13 0 0
                                    

*Talang Pov.

Aku menyayangimu, anakku, pemilik satu-satunya hati ini.

Maaf bila ibu tak bisa lagi menjagamu

Maaf bila ibu telah gagal menjadi yang terbaik bagi mu

Tak lagi ada disampingmu.

Bahkan tak bisa lagi menemanimu.

Maaf

Dan ...

Maafkan ayahmu.

***

Aku terbangun oleh mimpi itu lagi. Mimpi yang terkadang menerjang kepalaku dengan keras.

Sebuah mimpi yang sangat hangat, namun juga menyesakkan.

Dalam mimpiku itu, aku melihat seorang anak kecil yang sedang berpangku tidur pada seorang wanita di atas sebuah kursi goyang.

Sambil menyenandungkan nada-nada merdu, dan menggosok kepala kecil sang anak.

Wanita itu menggoyang kursi itu pelan.

Temaram cahaya lilin menerpa mereka.

Sekilas, tampak benih air mata turun dari kedua bola mata sang wanita ketika ia mengucapkan kata-kata yang selalu terulang.

Yang lama-kelamaan menjadi memburam. Dan akhirnya menjadi gelap.

Terlalu sering aku memimpikannya, bahkan sudah sedari dulu aku memimpikan nya.

Apakah ada maksud tertentu, atau mungkin memang hanya bunga tidur belaka ?

***

*Author Pov.

"Hey putri tidur, cepat bangun, mentari telah terbit lama sedari tadi."

"Cih ..."

Decak kesal Talang membuka hari baru untuk Mayla.

"hmm.." jawab Mayla Singkat. Kelopak matanya masih tersegel rapat.

Talang hanya menggeleng, ia telah menebak bahwa membawa sesuatu yang berjenis kelamin wanita pasti akan merepotkan.

"Cih, Wanita yang beda apanya?"ucapnya sambil mengingat perkataan Mayla kemarin.

Sudah sehari semenjak mereka sepakat untuk pergi ke kerajaan Kalma. Yang sebelum itu akan mampir di kerajaan Singkarak.

Perjalanan menuju singkarak membutuhkan waktu sekitar dua hari perjalanan. Menanjaki Bukit barisan dan lanjut ke arah utara hingga sampai di wilayah Sumatra bagian barat.

Untuk Talang, telah tugasnya sebagai perwakilan Suku Ranta untuk menghadiri pertemuan di Kerajaan Kalma. Sedang Mayla, ia beralasan sebagai utusan untuk pergi ke Singkarak oleh desa nya. Tentu saja itu kebohongan.

Awalnya Talang menolak keikut-sertaan Mayla di perjalanan ini. Namun, ia kembali berfikir tentang ramuan yang dijanjikan Mayla untuk luka di tangannya.

Rasa sakit masih menyelimuti bisep atas tangan Sang Lebah Ranta itu. Walau kemarin Mayla telah memberikan beberapa ramuan yang menurutnya bisa menangkal racun, tetap ngilu tersebut masih berdenyut kasar dan semakin terasa.

Tangannya kini mulai sedikit kaku. Dari pangkal tangan hingga sikutnya sudah mulai mengeras, sedang sisanya masih bisa ia gerakkan walau tiap gesekkan akan menyebabkan wajahnya mengerut menahan sakit.

Mungkin racun dari Rangkeng benar-benar sudah menyebar.

Di sekitaran luka itu, gatal benar-benar memainkan peran sebagai pengusik kulit. Urat-urat ditangannya juga mencuat, dan berubah warna menjadi hitam kemerahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NUSANTARA : PRAJURIT LEMBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang