beberapa hari ini, Pikiran Dinda selalu memikirkan Adit. Menyesal akan apa yang terjadi. Dimana Dinda tidak bisa fokus saat Adit mencetak gol. Pikirannya kacau balau, penuh oleh bayang-bayang penyesalan adit, dan mengira-ngira bagaimana Adit mencetak gol yang sama sekali tidak Adit rayakan itu. Tak jarang Dinda menggigit-gigit bantal kesal pada dirinya sendiri, yang tidak fokus saat itu.
Sungguh, andai ada ilmu untuk memutar waktu. Eh, jangankan ilmu. Alat semahal apapun akan ku beli, akan ku pecahkan semua calenganku yang penting bisa memutar waktu kembali ke saat Adit mencetak gol. Gerutu Dinda.
Sore ini Dinda ada jadwal mengisi materi di asrama putri pesantren milik PamanNya. Namun Dinda memilih untuk tidak mengisi dengan ijin sakit. Baru pertama kalinya seperti ini, biasanya taka da yang bisa menghalangi Dinda untuk mengisi materi kajian. Hujan se-lebat apapun, pusing se-pusing apapun tak mampu menghalangi Dinda membagi ilmunya. Kali ini beda, ternyata Dinda kalah oleh hatinya sendiri.
**
"mas, aduh... pelan-pelan yaa mas"
"ahhh... mas.."
"ampun mass, teruss, ahh .."
Desahan demi desahan Maria Ibu dari Adit yang menerobos melalui sela-sela bilik kamar, masuk ke telinga, hingga menusuk hati Adit terus terdengar. Membuat adit tidak bisa tidur. Sudah menutup telinga dengan bantal, sudah memakai headset tanpa HP, karena memang Adit tidak punya HP, Suara desahan-desahan itu terus membuat tidurNya tidak tenang.
Mungkin seperti ini perasaan Setan saat mendengar suara Alqur'an. Piker Adit dalam hati yang ingat oleh perkataan Dinda saat mengisi materi.
Mengingat Dinda, spontan membuat Adit merindukan senyumnya. Adit mulai berpikir, menirukan wajah pelatih tim sepak bolanya saat berpikir. Bagaimana strategi untuk bisa berkenalan dengan Dinda. Pikir Adit.
Mengambil pensil dan selembar kertas, Adit mulai menerka-nerka strategi. Hingga tersusun 4 strategi, plan A hingga plan D. untuk berjaga-jaga jikalau Dinda tidak ingin berkenalan, atau hasil usahanya negatif, Adit pun menyusun plan E yang sayangnya belum matang. Desahan Ibunya yang kembali terdengar lah penyebab plan E tidak matang, konsentrasi Adit buyar. Sungguh suara-suara hasil dari persetubuhan itu membuat Adit tidak bisa apa-apa. Berpikir bahkan tidur pun tak bisa.
Ditempat lain, Dinda pun sedang gundah. Kenapa bisa dia menjadi seorang ukhti pemalas, yang enggan membagi ilmu ke adik-adik juniornya di Pondok. Wajahnya pucat, bibirnya seksinya mendadak sulit untuk membentuk senyuman. Dan, ini juga pertama kalinya, dia lupa bahwa obat untuk kegelisahan yang paling jitu adalah dzikir dan sholat Sunnah.
"Ukhti kenapa? Gelisah terus dari tadi Aisyah liatin." Tanya Aisyah, yang satu tingkat dibawah Dinda di pondok. Pondok milik Paman Dinda ada tingkatan-tingkatan yang diputuskan melalui keilmuan, tanpa peduli umur. Jadi tidak sedikit yang muda berada ditingkat yang lebih tinggi daripada yang lebih tua. Ukhti adalah panggilan kepada kakak perempuan atau perempuan yang lebih tua.
"e... engga, asiyah. Ana enggak kenapa-kenapa." Jawab Dinda terbata-bata. Ana artinya Saya dalam Bahasa Arab.
"hmmm yakin ukhti engga kenapa-kenapa nih?" tanya Aisyah lagi, kali ini nadanya menggoda, matanya menyelidik.
Mendengar nada itu membuat perut Dinda mendadak mules, dia yakin wajahnya sudah merah pucat. "eh apasih Aisyah, enggak kok ana gak kenapa-napa" jawabnya lagi.
"nggak percaya deh Aisyah mah. Sejak kapan ukhti bilang ana?" Aisyah mengeluarkan tawa yang sudah dia tahan sejak pertama kali Dinda mengucap Ana.
Dinda yang sadar sudah skakmat. Akhirnya memutuskan untuk bercerita tentang adit kepada juniornya itu. Ini adalah pertama kalinya Dinda kalah dalam sebuah perdebatan. Kalau biasanya Dinda selalu berdebat dalam keilmuan, tapi kali ini pertama kalinya Debat mengenai perasaan, dan Dinda sadar dia kalah.
"waaah... ukhti jatuh cinta itu!" seru Aisyah dengan mata membulat dan volume suara tak terkontrol. Membuat Dinda yang masih bercerita berhenti sejenak untuk mencubit Aisyah, mengingatkan Aisyah untuk menjaga volume suara dari mulutnya itu.
"hati-hati loh, Ukhti. Kalau udah cinta biasanya ada nafsu. Bukan hanya Nafsu untuk melakukan jinnah, itumah kejauhan. Tapi nafsu untuk memiliki. Ukhti sih... enggak jaga hati." Respon Aisyah saat Dinda beres menceritakan semua ceritanya. Aisyah memang lebih tau soal bab pacaran. Sebab Aisyah sering nonton drama korea yang isinya tentang pacar-pacaran semua.
"lalu, Ukhti harus gimana Aisyah? Ukhti sendiri bingung. Sejak kecil ukhti hanya dikasih tau masalah larangan-larangan berjinnah, dan menjaga mahkota keperawanan Ukhti. Tapi tidak diberi tahu caranya menjaga hati agar tidak jatuh cinta sebelum waktunya." Ucap Dinda yang seolah sudah membuat dosa besar.
"Daerah kewanitaan wanita adalah daerah terlarang!" seru Aisyah sambil menunjukan tangannya, menirukan gaya salah satu ustadz di pondok. Candaan ini sukses membuat Dinda terhibur dan sedikit tertawa.
"menurut Aisyah sih ya, wajar-wajar aja semua orang jatuh cinta. Wajar-wajar aja. Serius, wajar-wajar aja ukhti. Sekarang pilihannya ada dua Ukhti, mau jatuh cinta dalam diam atau mau jatuh cinta menjadi pejuang. Jatuh cinta dalam diam emang aman-aman gak akan terlalu berjuang, tapi sakit. Kalau jatuh cinta pejuang menurut Aisyah meskipun cape, pasti bahagia ujung-ujungnya." Ceramah Aisyah.
"Tapi kalau mau jadi pejuang cinta, Ukhti harus siap cape dan berani juga." Lanjut Aisyah.
**
Tiga malam, dibuat tidak bisa tidur oleh apa yang Aisyah katakan. Akhirnya Dinda memutuskan untuk menjadi pejuang. Aku sudah mantap, tidak ada lagi ketakutan, tidak ada lagi keraguan, aku bulat untuk berjuang demi hatiku. Tekad Dinda.
Akhirnya Dinda memutuskan untuk mendatangi rumah Adit dengan modal program baru yaitu santri pulang pergi, Dinda berencana menawarkan program itu kepada Adit. Walaupun Dinda tidak yakin Adit akan ikut, tapi yang lebih penting adalah Dinda bisa berbicara dengan Adit, walau sejenak.
**********************************************************
Maaf lama update ya.
Ditunggu votes & comments nya ya.
Follow ig @bangkitsemesta

KAMU SEDANG MEMBACA
Dinda
Genç Kurgutentang dua manusia, yang memutuskan berpasangan walau berasal dari latar belakang yang berbeda. Adit dengan orang tuanya yang bekerja sebagai seorang pelacur, Dinda sebagai Anak dari Kiyai dan keponakan dari pemilik pesantren. "orang baik akan berp...