Sebagai Perpisahan

118 5 0
                                    

Tok tok tok.

"Siapa lagi ini.?" Ucapku dalam hati.

"Sebentar!!" Teriaku dari dapur.

"Siapa?" Tanyaku.

"Ini aku".

Cepat cepat aku lari untuk membukakan pintu. Dia Dean. Nama lengkapnya Dean Indira, dia pacarku. Sudah satu tahun kita berpacaran. Dia banyak membantuku.
Belum sampai di depan pintu. Dia sudah masuk. Aku baru ingat. Tadi aku tidak mengunci pintu. Karna ayah baru saja pergi.

"Aku tadi melihat ayahmu. Tapi terlihat tergesa gesa gitu" tanya dia sambil meletakan bungkusan di meja dapur.

"Ia. Dia buru buru ke kantor untuk persiapan ke tasikmalaya. Ada proyek disana" jelasku.

"Proyek apa.?".

"Aku tak pernah tau".

"O iya."

"Kau sudah sarapan?" Sambung Dean bertanya.

"Belum" jawabku singkat.

"Pas sekali. Aku bawakan nasi goreng" ucapnya sambil membuka bungkusan di meja yang tadi dibawanya.

"Kau yang buat?" Tanyaku sambil mendekat.

"Yes. Special for you" ucapnya dengan gerakan bibir tipisnya yang indah beserta suaranya yang dia buat sedemikian menyeruapai orang inggris.

"Emm.. enak nih".

"Pasti".

"Ayo sarapan" ajak Dean.

"Ayo" kataku menyetujui.

~setelah sarapan~

"Kita jadi kan pergi?" Tanya dia setelah membereskan piring piring di meja dapur.
"Jadi. Ayo".

Aku langsung bergegas mengambil jaket, kunci motor dan ke samping rumah tempat motorku berada. Sambil menunggu Dean bersiap siap aku memanaskan motorku.

Setelah beberapa menit. Kitapun menuju ke sebuah pasar induk. Memang bukan tempat yang pas untuk kami. Seharusnya menuju ke tempat yang romantis banyak bunga atau di tempat yang sejuk. Tapi itulah kami. Lebih sering pergi ke tempat yang ada tujuannya dari pada datang ke tempat wisata atau tempat lainnya.

Di pasar kita berbelanja banyak. Untuk persiapan hari esok. Hanna berangkat besok sore. Ke Jakarta. Untuk meneruskan studi di sana. Bersama orang tuanya. Huufftt..  rasanya tidak percaya bahwa dia akan pergi. Hari hariku pasti akan sepi.

"Kamu ingin kentang goreng?" Tanya dia saat melihat penjual sayuran di pasar.
"Iya"

"Berapa banyak" sambil dia memilih kentang yang ada di depannya.

"1 kg mungkin"

"Cukup?"

"2 kg"

"Huh. Plin plan"

"Hehehehe" aku tertawa kecil dengan sikapku yang masih saja plin plan.

"3 kg pak" ucapnya pada pendual laki laki dewasa sambil menyodorkan kentang yang telah di masukan ke plastik besar oleh Dean.

"Satu lagi yang besar" ucap penjual karna masih belum genap 3 kg.

"Pas pak?" Tanya hanna setelah menyodorkan kentang yang di pilihnya.
"Iya"

Hanna memberikan uang lima puluh ribuan kepada sang penjual. Tidak ada tawar menawar. Karena kami selalu membelinya disitu. Aku tak tahu berapa harga kentang itu. Karna aku sudah berbalik badan melihat ke sekeliling pasar. Aku hanya mendengar percakapan mereka.

"Trimakasih pak"

"Iya sama sama"

"Mari pak"

Dean berjalan mendekatiku.
"Ayo" ajak Dean.

Aku hanya mengikuti langkahnya. Entah akan di ajak kemana. Seperti biasa aku hanya mengikutinya ketika di pasar. Ku biarkan dia memimpin langkahku. Setelah selesai berbelanja di pasar kami langsung pulang. Bukan pulang ke rumahku. Tapi kerumahnya. Membantu mempersiapkan barang barang yang akan di bawa besok. Aku tidak pernah tau apa yang akan terjadi pada hati setelah ini. Aku hanya mengikuti apa yang telah ditakdirkan untukku. Karena aku selalu mengikuti hidup. Tak merubahnya dan juga tak menentang apa yang terjadi kepada hidupku.

Aduanku Terhadap AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang