Aku Tak Pernah Menyangka

120 3 0
                                    

Hari ini Derian sangat ingin bertemu ayahnya. Dia berniat pergi ke rumah ayahnya. Sekarang telah hilang rasa benci kepada ayahnya. Rasa rasa negatif kepada ayahnya kini telah berganti menjadi rasa bersalah. Dia sudah sangat yakin dengan keputusannya. Dia akan menemui ayahnya. Deri berangkat sangat pagi. Selepas shokat subuh. Pukul 05:00. Berharap ayahnya belum berangkat ke kantornya.

Perjalanan ke rumah ayahnya, hanya membutuhkan waktu 20 menit dengan santai. Dia benar benar berharap ayahnya masih di rumah.

Setelah sampai di rumah ayahnya, Deri di kejutkan dengan adanya mobil polisi di depan rumah ayahnya. Dia tidak mengerti dengan semua ini.

Deri buru buru masuk ke rumah ayahnya. Rumah ayahnya terbuka. Belum sampai masuk ke rumah. Deri melihat ayahnya keluar. Bersama dua polisi di sampingnya. Dan dalam keadaan tangannya sudah ter borgol. Langkah Deri terhenti, Juga ayahnya. Hanya berjarak sekitar tiga meter. Mereka terdiam dan saling menatap. Deri masih tidak tau apa yang terjadi sebenarnya.

Deri melangkah mendekati ayahnya. Deri belum di depan ayahnya. Polisi itu menarik ayahnya agar terus berjalan. Deri berhenti tepat di depan mereka.

"Kenapa yah?" Tanya Deri dengan nada sangat pelan.

"Maafkan ayah" hanya kata itu yang diucapkan.

"Maaf mari pak" ucap seorang polisi di samping kiri ayah Deri. Sambil memaksa agar Ayah Deri terus berjalan.

"Ayah" panggil deri.
Ayahnya menoleh. Menampakan wajahnya yang terlihat menyesal.

Tak lama seorang datang menepuk pundak Deri. Dia supir ayah Deri.

"Kamu yang tabah ya" kata supir Ayah Deri.

"Kenapa ayah di bawa polisi?" Tanya Deri kepada sopir Ayahnya.

"Ayahmu terbukti korupsi. Ayahmu telah menyerahkan diri begitu polisi sampai di rumah" jelas Supir ayahnya itu.

"Bagaimana bisa?" Tanya Deri masih tidak mengerti.

"ayahmu telah menggunakan uang perusahaan. Telah lama. Bahkan sebelum saya menjadi supirnya" jelas nya lagi.

Deri hanya melihat ayahnya di bawa oleh polisi dari depan pintu rumahnya. Deri ingin mengejar. Namun kakinya seakan enggan berlari mengejar mobil itu.

"Rumah, mobil dan motor itu" supirnya menoleh ke motor yang di bawa Deri tadi. Yang baru berapa hari di pakainya.
"Itu semua akan disita. Hanya bersisa mobil avanza dan motor yang di berikan ayah dulu. Karna mobil itu adalah pemberian dari kakekmu kepada ayahmu. Dan motor yang diberikan ayahmu. Itu ibumu yang membeli untukmu" jelas supir itu.

"Aku tidak membutuhkan semuanya. Aku hanya ingin ayah saat ini ada untukku" ucap Deri.

"Besok, kita tengok ayahmu" ucap supirnya.

"Apa anda sangat mengenal ayahku?" Tanya Deri.

"Ya. Sangat. Setiap hari ayahmu selalu bercerita tentangnya" jelas supir itu.

"Pulanglah. Besok kita menengok ayahmu" katanya sekali lagi.

Deri pulang dengan perasaan tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan yang dia dengar tadi. Seakan dia bermimpi.

Tuhan...
Aku menemui ayahku..
Aku ingin bertemu dengannya..
Bukan untuk menyaksikan ayah di tahan..

Aku masih tidak percaya..
Jika ayah seperti itu..

Tuhan...
Aku memohon..
Bebaskan ayahku..
Aku berjanji akan berbakti padanya...
Tak akan membangkang..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aduanku Terhadap AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang