1

56.9K 1.3K 11
                                    

__
Pagi yang cerah, matahari sudah berada di timur. Rumah yang bisa di katakan cukup megah, sekarang sedang terjadi keributan besar seperti biasanya.

"Runa, bangun! Sekarang jam 6:20 dan kau masih terus berbaring di kasur bau itu?" Suho berteriak nyaring di depan pintu kamar adiknya, sesekali tangannya mengetuk pintu dengan kasar.

"Jika kau tak segera bersiap, aku akan benar-benar meninggalkanmu!" ancam Suho.

Suho memilih diam beberapa saat, dia menunggu jawab dari adiknya. Kebiasaan yang tak bisa berubah dari Runa, bangun terlambat.

Tak lama, pintu kamar Runa terbuka. Pemandangan pertama hanya Runa dengan penampilan mengerikan. Rambut berantakan, ada bekas liur di sudut bibir.

"Aku masih ingin tidur, dan kau membangunkanku sepagi ini? Hoaaamm ... Ayolah kak, ini masih jam lima." Jawab Runa tanpa rasa bersalah.

PLETAK!

"Auuuhh, sakit." ringis Runa sambil mengelus kepalanya yang mendapat hadiah selamat pagi dari Suho.

"Sepuluh menit. Jika tidak, kau akan kakak tinggalkan!" perintah Suho, dia menahan jengkel, tangannya masih terasa gatal dan ingin menjitak kepala Runa kembali.

Sedangkan Runa, dia hanya berkedip beberapa kali. Runa masih mengumpulkan nyawa sekarang.

'Sepuluh menit. Jika tidak, kau akan kakak tinggalkan.'

Ucapan Suho menari di benak Runa, Runa masih bertanya pada dirinya. Kemana Suho akan pergi? Apa dia punya rencana bersama Suho hari ini?

"Runa! Bersiaplah untuk pergi sekolah!" suara Suho kembali terdengar. Runa dengan cepat bergegas dan menyumpahi kesialan yang dia dapatkan hari ini.

"Cepat, Runa!" teriak Suho lagi.

"Kak, bersabarlah! Diam dan tunggu, aku akan bersiap." balas Runa sedikit ketus.

Suho dan Runa, mereka saudara yang sangat dekat, umur hanya beda satu tahun. Namun, tiada hari tanpa bertengkar.

"Jika kau lama, maka pergi sendiri. Kakak tak akan mau bersama denganmu lagi." ancam Suho.

"Ya, dan tunggulah dengan wajah yang manis, kak." balas Runa.

Runa kini sudah kembali masuk ke kamar. Dia bersiap untuk sekolah, omelan pedas keluar dari bibirnya. Entah itu menyalahkan jam masuk sekolah, menyalahkan Suho yang membangunkan dia dengan kasar, atau menyalahkan jam dinding yang tidak bersalah pada dirinya.

Suho masih duduk tenang, menunggu adalah pekerjaan paling membosankan.

"Lama sekali." omel Suho pelan. Suho berdiri dan baru saja ingin pergi.

Runa membuka pintu kamarnya, rambutnya masih berantakan, terlihat baju seragamnya juga kusut.

"Kak, tunggu!" teriak Runa, Runa berlari dan menghampiri Suho.

"Kau benar-benar tidur seperti kerbau, Runa. Gadis tidak berkelas." sindir Suho.

Runa menggembungkan pipinya, matanya hanya menatap Suho, hinaan yang dia dapatkan tadi begitu menyinggung perasaannya.

"Kau Sangat cocok menjadi seperti bajingan, Suho." balas Runa. "Kau kakak yang jahat, menghina adikmu sendiri." lanjut Runa.

Suho tak peduli, dia melangkah pergi. Beginilah hidup mereka, dua bersaudara yang selalu meributkan banyak hal, namun itu hal menyenangkan bagi mereka.

Melihat Suho yang melangkah, Runa dengan cepat menyusul. Dia tak ingin tertinggal, Suho tak pernah main-main jika masalah jam sekolah.

"Kak, tunggu." pinta Runa, namun tak mendapat jawaban.

"hey suho, kakimu jangan melangkah terlalu cepat." pinta Runa lagi.

"Yak! Suho, sialan sekali kau!" teriak Runa.

Suho berhenti melangkah, memutar tubuhnya dan menatap Runa.

"Apa yang kau katakan? Selain menjadi kerbau dan tak berkelas. Kau menjadi gadis tak sopan, Runa." ucap Suho

"He he he, maafkan aku kak." Runa menggandeng tangan Suho, membujuk Suho agar tak marah padanya.

"Dasar gadis gila." balas Suho.

"Hentikan, ayo berangkat sekolah." jawab Runa.

___

Suho berlari cepat ke arah gerbang sekolah, baru saja penjaga akan menguncinya dan Suho tak kalah cepat untuk meminta penjaga gerbang mengijinkannya masuk.

Masih ada lima menit, dan mereka belum terlambat sepenuhnya. Beruntung rumah mereka tidaklah terlalu jauh dari sekolah.

"Hampir terlambat, Suho. Kau selamat lagi hari ini." ucap penjaga gerbang.

Runa terkekeh tanpa dosa, dia juga menunggu penjaga gerbang mempersilahkan mereka masuk.

"Tuan Park, ini semua karena gadis kerbau itu." jemari tangan Suho, menunjuk tepat di depan wajah Runa.

"Sudahlah, sebaiknya kalian bergegas masuk." jawab Tuan Park, pria paruh baya tersebut membuka gerbang sekolah. Dia sering bertemu dengan Suho di jam seperti ini.

"Terima kasih, Tuan Park" ucap Runa.

Tuan Park hanya menggangguk lemah, kelakuan dua saudara itu memang ajaib. Tak menunggu lama, Tuan Park kembali menutup gerbang sekolah.

__

"Lihat, karena ulahmu kita hampir terlambat!" Suho masih saja mengomeli Runa. "Jika kita terlambat dan di hukum, maka kau benar-benar akan kakak laporkan pada ayah dan ibu" lanjut Suho.

Runa hanya mengelus dadanya, bersyukur mereka tidak terlambat. Jika demikian, maka tamatlah riwayatnya.

Orang tua mereka tidak tinggal di rumah yang sama. Dua orang itu berada di luar negeri, mengurus bisnis keluarga.

"Kau benar-benar gadis kerbau Runa!" maki Suho lagi.

"Aisss ... bisakah kau diam? Aku akan ke kelasku." balas Runa, dia merasa jengkel dan berbelok cepat ke arah lain.

Suho tak peduli, dia masih kesal pada adiknya Runa. Suho masih setia mengomeli Runa, dia tak peduli beberapa orang melirik ke arahnya.

"Berhenti memandangiku, atau kalian akan menyesal." ancam Suho. Dia benar-benar sedang kesal saat ini, apapun yang salah dan membuatnya tersinggung akan segera dia serang.

__

Di bagian lain, Runa sedang berjalan. Dia sama kesalnya dengan Suho, telinganya benar-benar penuh karena omelan Suho.

Dia juga belum mengerjakan tugasnya, dan kesialan yang entah bisa di hitung atau tidak hari ini.

Kaki Runa melangkah cepat, dia tidak melihat kiri dan kanan. Dalam otaknya hanya ada rencana jahat untuk membalas Suho, atau rencana licik untuk menghindari hukuman saat di tanyai oleh guru matematika.

Bugh!

Tubuh Runa sukses mendarat di atas lantai, ringisan kecil keluar dari bibir Runa. Baik, kesialannya bertambah hari ini.

"Sial, siapa lagi yang menambah daftar hitamku hari ini!" omel Runa, dia mengangkat kepalanya.

Mata Runa jelas melihat betapa sempurna pahatan Tuhan, hanya satu yang bisa Runa katakan, pria itu tampan.

Runa terpesona, dia bahkan tak sadar saat pria di depannya mengajak bicara, uluran tangan pria itu juga dia abaikan.

Runa benar-benar bertingkah seperti gadis dungu. Dia terpesona begitu dalam dan itu semua karena pria yang menambah kesialnya hari ini.

'Ini bukan kesialan, ini benar-benar keberuntungan.' suara hati Runa kini sedang memuji dan bersyukur akan nasibnya. Rasanya tak masalah jatuh di atas lantai, apalagi wajah pria di depannya bisa menjadi rasa damai.

Pangeran, ya pria tersebut pantas di sebut sebagai pangeran.

TBC

__

Budayakan vote sebelum bacaa
Bintang kalian penentuu semangat saya neruskann cerita ini
Gomawo chinguu

My Teacher Is My Husband [DALAM PROSES REVISI BESAR BESARAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang