Waktu belum menunjukkan larutnya malam. Aku masih belum tidur. Menunggumu menemuiku tuk bercerita.
Adalah seperkian menit kau setia mendengarkan semua kesedihan. Ayah, anakmu ini adalah gadis yang tidak mudah bergaul. Anakmu selalu mengisi kesehariannya dengan kesendirian. Amat jarang orang yang berbicara dengannya. Bagaimanalah dengan berbicara atau berbincang, mendekatpun enggan.
Ayah, maaf, anakmu tak pandai dalam belajar. Aku sering mendapat urutan yang terakhir. Tapi kau menghela napas dan tersenyum. Lalu berkata, "Nduk, jangan pernah menyerah. Janganlah begitu. Biar engkau tetap pada kejujuran. Menolehlah ke belakang. Apakah temanmu memiliki kejujuran? Nduk, sungguh, kejujuran lebih berharga dibanding kubangan emas. Maka, tirulah saja mereka yang terus jujur dalam bekerja dan berusaha. Cukup tumbuhkan pada dirimu untuk terus jujur, terus berjuang, dan berdo'a."
Lantas aku tersenyum. Hanya kalimat itu yang dapat menyembuhkan luka. Sebenarnya, bukan hanya kalimat itu yang mampu menyembuhkan luka. Tapi ketahuilah, itu salah satunya.
18/01/18
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Rindu untuk Ayah
PoetryAyah, aku rindu. Tak bisa kujelaskan bagaimana rindu itu, Yah. Pastilah sangat berat. Ayah, apakah engkau rindu padaku juga? Ayah, janganlah pergi dulu. Ini sajak untukmu. Tanpamu, sajak ini takkan pernah ada. Tak apa jika ayah tidak membacanya. T...