Apa kau pernah merasakan rindu?
Bagaimana rasanya?
Mana yang akan kau pilih, merindu seorang lelaki yang belum tibanya untukmu,
atau lelaki yang merawatmu sedari kecil?
Jika kau mengerti, pastilah memilih ia yang merawatmu sedari kecil hingga sekarang. Yang menyayangimu setulus hati. Walau kutahu itu tak tertahankan.
Tepat pada setiap hari yang kulewatkan. Aku selalu menanyakan Ibu, "Bu, kapan Ayah akan pulang?" aku memasang wajah yang menggemaskan.
Lalu, Ibu menjawab, "Ayah akan pulang, sayang."
Aku memeluk Ibu sangat erat. Dengan riangnya aku meloncat ke sana ke mari. Menunggu kabar bahwa Ayah benar-benar pulang esok.
Keesokannya, aku terus menatap jalanan di jendela kamar. Berharap ada suara jejak kaki Ayah.
Beberapa menit, tidak ada suara kakipun. Tidak ada sosok laki-laki yang datang. Pikirku, mungkin macet di jalan.
Saat-saat itu belum ada tanda kepulangan juga. Biasanya aku selalu berpura-pura untuk ngambek di hadapannya, lalu Ayah akan membujukku dan membelikan aku sebatang cokelat.
Karena sudah kesal, aku akan memastikannya untuk bertanya Ibu sekali lagi.
"Ibu, mengapa Ayah belum pulang juga?"
Ibu tersenyum--dengan mengeluarkan air mata di kedua ujung matanya. Aku tidak mengerti itu. Kupikir, Ibu usai memeluk Ayah karena betapa rindunya. Ibu membelai pipiku dengan lembut, "Ayah sudah pulang, Nak."
Aku sangat bahagia!
Aku lari terbirit-birit seperti orang yang kemalingan. Aku tak tahan memeluk Ayah. Di mana Ayah, Bu? Di mana? Aku sudah tidak sabar untuk menciumnya!
Tiba saat aku sampai di ruang tamu, aku melihat banyak orang berkerumun. Dan, ada seorang yang tertutupi kain. Satu-dua ada yang menangis.
"Ibu, mengapa banyak orang di ruang tamu? Dan itu, siapa yang ditutupi kain? Kok, harus ditutupi begitu?" aku bertanya pada Ibu dengan sikap polosku.
Entah mengapa, Ibu memelukku sangat erat. Sangatlah erat! "Nak, Ayah sudah pulang."
Mataku menangis. Mata, hati, bibir, semuanya! Terasa sangat isak. Menyesakkan.
Ayah, jangan biarkan aku menyebutmu sebagai orang yang ingkar janji.
Takkan kubiarkan itu terjadi, Ayah.
________
2/02/18
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Rindu untuk Ayah
PoetryAyah, aku rindu. Tak bisa kujelaskan bagaimana rindu itu, Yah. Pastilah sangat berat. Ayah, apakah engkau rindu padaku juga? Ayah, janganlah pergi dulu. Ini sajak untukmu. Tanpamu, sajak ini takkan pernah ada. Tak apa jika ayah tidak membacanya. T...