Mana engkau tahu, sebesar apa anakmu sekarang. Mana engkau tahu, seberapa besar pertumbuhan sikapnya. Mana engkau tahu semua tentangku jika engkau tidak pulang, Ayah.
Aku cemburu pada mereka yang berbahagia. Cemburu melihat tawa kebersamaannya. Cemburu melihat bagaimana mereka saling bergandeng tangan, saling peluk-memeluk, dan sebagainya. Bagaimanalah, engkau masih tetap bekerja untuk menghidupi kebutuhan, katamu.Ayah, sebesar apapun kecemburuanku pada mereka, tak akan membuat rinduku padamu mereda. Aku tidak tahu harus menyebutmu sebagai apa. Kadang engkau bersama kami. Tetapi engkau lebih sering keluar untuk bekerja. Saat kami mengabarkanmu agar kau pulang, tetapi kau beralasan untuk tetap mencari kebutuhan keluarga.
Ketika sakit, kau memberitahu kami bagaimana sakitnya menahan lukamu itu. Sungguh, tiada satupun di antara kami yang tidak mengkhawatirkanmu. Tetapi, bagaimanalah, engkau tidak mau pulang juga.
Ayah, sampai kapan aku harus menahan rindu? Sampai kapan aku harus menangis tersedu dalam setiap malam? Sampai kapan aku harus menggigit bibir karena mengkhawatirkanmu?
Ayah, aku tidak tahu apa yang engkau lakukan di luar sana. Kuharap engkau akan selalu baik-baik saja. Kuharap engkau benar-benar berjuang demi keluargamu walau bertetes-tetes keringat. Tak lupa kami untuk mendoakanmu di sepertiga malam.
Ayah, engkau lebih berharga dibanding uang yang engkau cari berhari-hari, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun.
Ayah, aku ingin kehadiranmu segera!
10/02/18
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Rindu untuk Ayah
PoetryAyah, aku rindu. Tak bisa kujelaskan bagaimana rindu itu, Yah. Pastilah sangat berat. Ayah, apakah engkau rindu padaku juga? Ayah, janganlah pergi dulu. Ini sajak untukmu. Tanpamu, sajak ini takkan pernah ada. Tak apa jika ayah tidak membacanya. T...