Makanan Kesukaanku

253 5 3
                                    

Pagi itu, aku teringat saat umurku beranjak tujuh tahun.

"Ayah, apa Ayah tahu besok hari apa?" tanyaku mendekatinya.

"Sepertinya ada yang ingin diberikan hadiah."

Tanpa menjawab pertanyaanku, Ayah sudah curiga dengan apa yang kutanya. Aku hanya bisa terkekeh saat ia memberi jawaban itu. Tapi aku ingin mendengar kalimat yang lain.

"Apa Ayah lupa?" Aku sengaja bertanya. Mendekatinya yang tengah serius membaca koran dengan kacamata mungilnya.

Ia terkekeh.

"Ayah ingat, sayang. Iya, besok hari ulang tahunmu, kan?" Yang ditanya menaruh korannya sebentar. Memastikan aku mendengar kalimatnya dengan jelas. Lalu mengangkat koran, membacanya lagi.

Aku tertawa. Menyeringai sambil mengayunkan kaki di sebelah tempat ia duduk. Ayah memang selalu seperti itu. Hanya fokus terhadap apa yang sedang ia lakukan. Tapi yang kusuka dari Ayah, ia akan mengingat hal-hal apa saja yang akan ia lakukan untuk orang-orang di sekitarnya.

"Besok makan-makan, yuk. Kita jajan apa yang kamu suka."

Tuh, kan, kubilang apa.

Keesokan harinya, Ayah sudah siap untuk mengajakku pergi bersama. Dan aku pun sudah sigap seperti orang yang ingin bertempur.

Di perjalanan saat menaiki mobil, kami bernyanyi bersama. Tentu saja aku duduk di kursi paling depan. Kami menyanyikan lagu apapun yang kami tahu. Karena terlalu asyik bernyanyi, tibalah kami di tempat tujuan. Ayah memarkirkan mobilnya dengan hati-hati. Setelah itu, Ayah turun terlebih dahulu. Lalu membukakan pintu untukku. Memang, ya, aku seperti ratu.

Salah satu yang mengasyikkan saat aku masih kecil yaitu ketika Ayah selalu menggendongku di pundaknya. Aku merasa seperti menaiki pesawat berjalan. Kami pergi ke tempat makan yang sering kami kunjungi. Setelah mencari-cari meja makan, kami tiba di tempat yang paling pojok. Belum sempat memesan makanan, perutku sudah bunyi tak karuan. Ayah yang mendengarnya hanya tertawa.

Ayah beranjak bangun memesan makanan. Tanpa kuberitahu Ayah pasti sudah menerka makanan apa yang aku sukai. Tetapi, walaupun tidak dipilih-pilih, makanan apapun aku tetap suka. Karena pada asalnya, nafsu makanku memang tak terbatas.

Selesai memesan, Ayah menaruh makanan di meja. Di meja ini, ada ayam goreng, kentang goreng, ice cream, dan teh. Kalian tahu? Yang memakan makanan ini hanya aku seorang. Ayah? Sudah kutawarkan berkali-kali tetap saja tidak mau. Ia hanya memegang handphone sambil mengambil fotoku yang tidak bisa kuatur sendiri mukaku ini.

"Semoga kamu selalu menjadi putri yang Ayah sayang ya, Nak. Jangan lupakan Ayah saat kamu sudah mulai memasuki dunia yang lebih jauh lagi." Kata Ayah sambil mengacak-acak poniku.

"I-y-a, Ayah." Jawabku yang masih mengunyah daging Ayam.

Jawaban yang hanya kujawab tanpa mengerti apa maksudnya. Jawaban yang kujawab tanpa tahu bahwa Ayah akan pergi kapan. Bahwa Ayah tidak lagi menemaniku saat aku memakan makanan yang kumakan saat bersama Ayah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sajak Rindu untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang