Jika nanti aku telah tiada, aku tak dapat melihatmu lagi, Ayah. Tak dapat menggenggam tanganmu. Tak dapat memeluk erat tubuhmu yang gagah itu. Tak dapat bercanda tawa kala kita sedang bersama.
Ayah, jika aku telah tiada, dekap aku dengan tangisanmu. Rengkuh aku dalam pelukmu. Bertahun-tahun aku tidak melihat wajahmu, Yah. Maka akan kuberi kesempatan untukmu.
Menangislah, Ayah! Menangislah melebihi tangisanku ketika kau tak lagi berkunjung ke rumah. Menangislah seperti Ibu menahan sakitnya ditinggal oleh dirimu, sehingga ia harus sekuat tenaga berjuang mempertahankan kehidupan ia dan anak-anaknya. Kau tak tahu, Ayah. Bagaimana perjuangan kami saat engkau tak lagi memperhatikan kami. Ya. Memang kau tak tahu. Karena kau tak menyaksikannya. Tidak mau menyaksikannya. Apakah aku benar, Ayah? Jika aku salah, mengapa kau diam saja di sana? Berhentilah membisu dan katakanlah sesuatu. Untuk aku, Ayah. Dan untuk keluargamu.
Kala aku telah tiada, mampukah engkau memelukku semampumu? Sebentar saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Rindu untuk Ayah
PoetryAyah, aku rindu. Tak bisa kujelaskan bagaimana rindu itu, Yah. Pastilah sangat berat. Ayah, apakah engkau rindu padaku juga? Ayah, janganlah pergi dulu. Ini sajak untukmu. Tanpamu, sajak ini takkan pernah ada. Tak apa jika ayah tidak membacanya. T...