Dulu, aku selalu bertanya padamu ketika kau ingin pulang dalam jaringan suka-suka. "Ayah, kapan kau pulang?" Sampai aku sudah bosan menunggu dengan wajah yang masam. Tak dapat lagi membuat pelangi di bibirku. Yang menatap kau kembali--lalu pergi lagi. Hanya satu pertanyaan yang dapat kusimpan dan juga tak bisa kau jawab. "Ayah, kau mau pergi kemana?"
Hingga pada akhirnya, kini kau kembali. Setelah sekian lama meninggalkan keluarga di bawah kehancuran. Sudah berkeping-keping hati yang rusak. Dan kau tak peduli!
Ayah, aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Kau mengabariku melalui ponsel--dan maaf, jemariku kaku ketika ingin membalasnya. Bagaimanalah ini, Ayah? Jiwa dan hatiku belum bisa mempercayaimu sebelum kau merubahi perbuatanmu menuju baik untuk selama-lamanya. Maafkan aku, Ayah. Bukannya aku tak menghargai engkau pulang. Bukannya kutak lagi sayang padamu. Tapi bagaimanalah, sakit yang diderita oleh keluargamu masih membekas.
Aku masih di sini, Ayah. Menunggumu dalam do'a.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Rindu untuk Ayah
PoetryAyah, aku rindu. Tak bisa kujelaskan bagaimana rindu itu, Yah. Pastilah sangat berat. Ayah, apakah engkau rindu padaku juga? Ayah, janganlah pergi dulu. Ini sajak untukmu. Tanpamu, sajak ini takkan pernah ada. Tak apa jika ayah tidak membacanya. T...