[11.50 a.m.]

290 22 0
                                    

"Isinya cuma minta maaf, menurut lo siapa?" tanya Vonny dari seberang. Ia masih menunggu jawaban dari lawan bicaranya di telepon.

"Eh? Kok bisa gitu? Dia pernah salah nulis atau gimana sama lo, Von?"

Vonny tergerak untuk membuka laci meja belajarnya dan mengeluarkan beberapa amplop merah lainnya dan ia membaca isi amplop tersebut satu persatu.

"Terakhir, sebelum surat ini, dia nanyain soal orang yang gue suka, apa karena itu, ya? Tapi gue nggak marah sih, Ken. Cuma ya gitu, agak risih aja ditanyain begitu." ujar Vonny.

Lawan bicaranya itu hanya mengangguk-angguk, walau sebenarnya Vonny tidak akan melihatnya.

"Itu artinya dia pengen tahu, Von, lo sukanya sama siapa."

Vonny menghela nafas berat, posisinya masih tengkurap sambil merubah sambungan teleponnya menjadi loudspeaker dan melipat kembali surat tersebut.

"Hah, gue bingung nih, Ken. Dia siapa sih sebenarnya? Kayak tahu banget tentang gue gitu, sampai gue lagi banyak laporan aja dia tahu." keluh Vonny.

Kenneth hanya terdiam, bingung harus menanggapi apa, temannya yang satu itu sudah mendapat surat hingga tujuh kali, tapi pengirimnya masih misterius.

"Ah, gini aja! Gimana kalau lo iseng balas surat dia? Eh tapi nggak tahu balas ke mana, ya.."

Kenneth tertawa mendengar perkataannya sendiri yang terkesan tidak berguna. Bagaimana caranya Vonny membalas suratnya kalau dia tidak tahu alamat si pengirim.

"Ya udah, nanti lagi pikirinnya. Gue lagi kehabisan ide nih. Mending lo sekarang tidur, laporannya kan udah selesai. Gue mau lanjutin game dulu,"


Vonny hanya geleng-geleng, ia melirik jam sebentar, sudah hampir jam duabelas, Kenneth benar-benar kuat begadang.

"Game mulu lo, tidur sana! Jangan begadang, besok ada responsi fisika."

Kenneth hanya tertawa mendengar ucapan Vonny barusan.

"Iya, bawel. Dah, ya. Selamat tidur!"

📩📩📩

Sugar CubeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang