[9.15 a.m.]

224 16 1
                                    

Monday

"Nyari apaan sih?" Fabian melihat Vonny yang ribet sendiri mencari sesuatu di dalam tasnya.

Vonny kemudian menatap Fabian sembari komat-kamit sesuatu. Fabian bergidik ngeri melihat tingkah Vonny. Padahal masih pagi, tapi temannya itu sudah komat-kamit sendiri. Fabian menempelkan tangannya di kening Vonny.

Fabian mengusap tangannya yang baru saja dipukul oleh Vonny sambil tertawa.

"Lo pikir gue sakit apa?" omel Vonny.

"Lagian, lo nyari apa sih sampai ribet sendiri gitu?" tanya Fabian heran.

Vonny membuka handphonenya. "Tapi ini Senin, kan?"

Fabian mengangguk dan menatap Vonny heran. Ada apa sih sampai-sampai lupa hari?

"Kok tumben ya? Padahal kan udah hari Senin."

"Tumben? Apaan yang tumben?" Fabian bingung dengan pertanyaan Vonny yang ngelantur.

"Iya, tumben. Ini tuh hari Senin, biasanya gue dapat surat tiap hari ini. Pengirimnya inisial N." tutur Vonny yang kemudian menyandang tasnya.

Fabian bungkam. "O-oh, surat. Gue kirain apaan. Ada-ada aja lo,"

Vonny mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan. "Serius. Biasanya ada, hari ini nggak ada. Ke mana tuh yang ngirim?"

Fabian kemudian mengajak Vonny untuk turun dan makan ke kantin selagi masih waktu istirahat. "Mungkin orangnya lagi nggak ada ide mau nulis apa, nanti juga dia kirim lagi. Kenneth udah masuk tuh, nggak mau ketemu?"

Vonny menggeleng dan langsung mengambil langkah cepat di depan Fabian. "Kayaknya gue tahu siapa yang ngirim suratnya deh."

Fabian melotot kaget. "Eh? Masa? Cepat banget tahunya?"

"Kalau dugaan gue benar, Kenneth yang ngirim." ucap Vonny dengan penuh keyakinan.

Fabian tertawa lepas mendengar perkataan Vonny yang begitu percaya diri. "Pede bener sih lo, yang ngirim tuh bukan Ken, tapi—"

Vonny refleks menoleh ke arah Fabian yang menggantungkan kalimatnya.  "Tapi siapa?"

"—tapi, si.. si siapa? Gue pun nggak tahu hehe," balas Fabian yang kemudian menjulurkan lidahnya.

"Ah, tau ah. Kesal." Vonny kemudian meninggalkan Fabian dengan emosi yang meluap. Lagi serius-seriusnya, tapi Fabian justru menganggap hal tersebut sebagai sebuah candaan.

"EEEE VONNY! TUNGGU!" teriak Fabian dari kejauhan. Namun, Vonny hanya menutup telinganya.

"Ya elah, marah lagi. Padahal mah.. Ah, dasar." Fabian kemudian berlari mengejar Vonny yang sudah jauh dari pandangannya.

📩📩📩

Sugar CubeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang