chapter 8

5.1K 217 1
                                    

******

Author pov.

Felicia melangkah memasuki gerbang rumahnya. Ia menghela nafas lega, saat ia berhasil kabur dari makhluk yang tak punya hati seperti Ken.

"Ahh tai emang si Ken" gumamnya.

Ia membuka pintu perlahan, tetapi pemandangan diruang tamu membuat ia speechless dan membeku.

Tawa bahagia terdengar jelas, antara Felix, papanya, dan omanya yang entah membicarakan hal apa. Ia tak pernah melihat mereka tertawa seceria itu dengan dirinya.

Bolehkah ia bergabung, menjadi bagian dari mereka, dan sama-sama merasakan kebahagiaanya?

Felis tersenyum perih, saat menyadari 'that is impossible'

Felis tak mau merusak kebahagiaan mereka, ia berjalan menunduk berpikir agar mereka tak melihatnya.

Tetapi tetap saja mereka melihatnya. Langkahnya terhenti saat Felix memanggilnya.

"Abis keluyuran dari mana aja lo!" sinisnya.

Felis menunduk. Terdiam

"Ditanya itu jawab, kamu gagu, tuli, atau emang gak bisa ngomong!?" itu bukan Felix tapi oma.

Degh!

Suara menyakitkan itu selalu mampu  membuat rongga dadanya terasa sesak walau sudah dilontarkan beribu-ribu kali oleh omahnya.

"Ma!" peringat papanya tegas pada ibu mertuanya agar tak melanjutkan kata-katanya. Mungkin Ryan, papanya, begitu kehilangan orang yang dicintainya, tapi jujur, ia tak pernah membenci gadis yang notaben adalah anaknya.

Felis menunduk semakin dalam.

"Maaf, oma" ucap Felis. Entah kata maaf yang sudah keberapa kali gadis itu ucapkan, padahal ia sama sekali tak mengetahui arti dari kata maafnya itu.

"Maaf?" tanya oma sinis.
"Cih, kamu pikir maafin jalang kayak kamu mudah?!" tambahnya.

Degh!

Kalian tau apa yang gadis itu rasakan?  Sakit yang tak terlihat itu perlahan menyayat hatinya. Kata-kata itu bagaikan pisau yang merobek jantungnya. Ia berusaha agar cairan sebening kristal sialan itu tak meruntuhkan pertahanannya.

"Ma!" ucap Ryan dengan nada lebih tinggi.

Cuma 'ma'?

Felis cukup tau, papanya tak akan membelanya lebih. Ia tak pernah berharap banyak untuk itu.

"Kenapa? Kamu mau ngebela anak pembawa sial ini?" tanya omanya sinis pada Ryan.

Tes...

Oh shit! Sekarang cairan sebening kristal ini telah berhasil meruntuhkan pertahanannya yang ia jaga habis-habisan.

Tak ada yang melihat gadis itu menangis. Ruangan seketika hening. Sudah dikatakan bukan, bahwa tak akan ada yang membelanya.

Tidak papanya, tidak juga Felix.

Dengan kasar ia mengusap air matanya dan membalikan badannya menghadap mereka.

My Beautiful Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang