Chapter 32

4.6K 188 0
                                    


Disaat semua orang berbahagia, aku ingin barang mencicipinya sedikit saja. Disaat mereka memiliki kakak yang baik, aku ingin juga merasakannya.

*****

Gadis itu memejamkan matanya, berusaha menenangkan dirinya dalam air hangat bathup yang merendam tubuh polosnya.

Jari-jemari lentiknya mengapit lintingan benda mematikan diantara jari tengah dan telunjuknya. Sesekali menghisapnya kuat sebelum menghembuskannya dengan perlahan dan berharap rasa yang menyesakkan dadanya pergi bersama hembusannya.

Ia terkekeh sebentar, menyadari betapa bodohnya dia, yang berendam pada jam 11 malam ditemani rokok yang seakan menjadi hiburannya.

Asap dari lintingan berbahaya itu sesekali membuatnya terbatuk. Ia krmbali terkekeh mengingat bahwa kini bukan rokok yang akan membunuhnya, tetapi masa lalu.

Masa lalu? Mengingat dua kata itu membuat gadis itu kembali terdiam. Meremas rokok ditangannya tak peduli rokok itu masih menyala dan melukai tangannya.

Membuangnya sembarangan dengan rahang mengeras yang membuat ia tak terkendali.

Tetapi sedetik kemudian, tatapannya beralih menjadi tatapan sendu.
"Felix, lo kemana, jangan tinggalin gue" lirihnya.

ia menghela nafas, itu percuma. Felix tak ada disini.

Dengan cepat ia membilas tubuhnya. Ini tak menenangkannya.

*****

Menggunakan mobilnya, Felis pergi diam-diam tanpa seijin Ryan, papanya.

Kini hanya satu tujuannya, Lim.

Felis memang berniat kerumah Lim. Ingin minta maaf dan menjelaskan semuanya. Tentang hubungannya juga dengan Zevan. Setelah kerumah Lim ia juga akan kerumah Zevan. Ia ingin tahu dan harus tahu kenapa Felix membenci Zevan. Tidak, mungkin juga teman-temannya. Kenapa Zevan mengatakan mantan sahabat. Ia harus tahu itu.

Setelah memarkirkan asal mobilnya dipekarangan rumah mewah Lim yang juga kakak kandung Porcha, ia memasuki rumah tanpa permisi. Lagipula, rumahnya masuh terbuka lebar malam-malam seperti ini.

Memang Felis banget.

"Astaga, Fel, sejak kapan lo disini? Malem banget dah" tanya seseorang yang menghentikan langkahnya. Dia Porcha.

Felis hanya menatapnya datar, "Gue cari kakak lo" ucap Felis tanpa tekanan.

Porcha mengangguk, ia memang penasaran, tapi untuk sekarang ia tak ingin mengganggu. Ia juga tahu, kejadian di lapangan basket tadi.

"Ayo ikut gue" ajak Porcha dan berjalan duluan, diikuti Felis yang mengekorinya.

Hingga mereka berhenti disebuah pintu kamar berwarna silver.

"Ini kamar kakak gue"

Felis mengangguk, Porcha kemudian pergi, memberikan Felis waktu untuk berbicara.

Baru Felis ingin mengetuk pintu, pintu sudah terbuka duluan. Menampilkan Lim yang terkejut. Lim memakai celana training dan kaus berwarna hitamnya.

My Beautiful Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang