chapter 3

6.3K 238 0
                                    

Teeettttt......

Suara bel istirahat membuat penghuni sekolah SunShine High School atau biasa disingkat SHS bersorak gembira. Tak terkecuali kelas XI IPS 3 yang menghembuskan nafas lega. Bagaimana tidak, cara mengajar bu Arini membuat murid-murid serasa dipenjara.

"Baiklah anak-anak, sampai disini pelajaran kali ini, terimakasih" ucap bu Arini pamit lalu keluar.

"Buset dah, ngekang banget tuh guru"

"Bisa mati gue kalau gini terus"

"Penjelasannya sumpah bikin gue pusing"

Begitulah umpatan-umpatan para penghuni kelas itu saat bu Arini udah pergi.

"Felice, yuk kekantin bareng aku" ucap Porcha dengan nada ceria yang entah kenpa Felis rasa dibuat-buat.

"Ohh, kebetulan, gue gak tau kantinnya, ayo!" ucap Felis semangat tak mau mempermasalahkan.

Felice pov.

Saat gue baru beranjak, beberapa orang dikelas ini nyamperin gue. Dan dengan tengilnya menggebrak meja gue.

Brakkk!

"Ehh si anjing" reflek gue karena kaget.

"Ehhh, berani mulut lo yaa!" ucap orang itu. Gue diam sebentar. Tak mengenali siapa orang yang dengan tengilnya ngagetin gue.

"Lo...siapa?" tanya gue heran dengan watados.

Mereka saling tatap, kemudian...

"Hahahahahhahahahahahha" tawa seketika menggema dari dua orang itu.

Gue bingung, ada apa dengan mereka? Tak lama mereka menghentikan tawa yang terdengar menyebalkan itu.

"Berani-beraninya lo nanya siapa kita. Lo gak berhak nanya-nanya seenaknya, apalagi sama orang kece kek kita" ucapnya dengan tingkat pd yang membuat gue mual.

"Hehh, duo manusia tengil! Gue saranin, lo kurangin pd lo itu. Kalo perlu ngaca sono lo, tampang kek sampah aja bangga" ucap gue malas. Gue ngerasa mereka bertiga ditambah Porcha yang dari tadi diam, natap gue gak percaya. Emang ada yang salah dari ucapan gue?

"APAA!!!??" ucap mereka dengan wajah memerah, kecuali porcha yang gue lihat membulatkan mata.

"Gue bilang lo berdua kayak sam..." belum selesai gue ngomong, Porcha tiba-tiba narik tangan gue dengan cepat, menjauh dari mereka. gue yang heran hanya mengikutinya.

"Ckckckc, lo apa-apaan sih, main narik aja" ucap gue kesel juga, masalahnya dia bukan narik lagi, tapi lebih tepatnya nyeret gue.

"Ma..maaf, aku cuma gak mau kamu berurusan sama mereka. Kamu gak tau siapa mereka" ucapnya pelan sembari melepas cekalannya.
Gue tertawa sinis membuat raut keheranan terpampang jelas diwajah porcha.

"Jadi lo pikir gue takut sama mereka? bodo amat mereka siapa" jawab gue santai. Dibalas delikan porcha.

"Lo santai aja ama gue, gue bakal ngadepin mereka kalau mereka macem- macem sama gue atau lo" tambah gue lagi.

"Taa..tapi kan..." gue motong ucapan porcha.

"Ahh, udahlah mending kita kekantin" ucap gue agak risih saat orang-orang natap kita kek ngeliat setan.

Dia mengangguk pasrah lalu kita sama-sama kekantin.

Skip kantin

Kantin disini lebih luas dari kantin di SMA gue dulu. Tapi tetep aja kalau bel istirahat bunyi, kanti penuh plus berdesak- desakan.

"Yahhh, kursinya penuh, kayaknya kita makan di kelas aja deh" ucap Porcha tak semangat. Udah penuh aja. Baru juga gue abis mesen makanan.

Gue ikut mengedarkan pandangan gue ke sekeliling kantin. Iyasih kursinya penuh, but..wait, seketika pandangan gue tertuju pada meja bundar yang berada ditengah-tengah kantin. Yang dilewati begitu saja seakan-akan meja itu tak ada.

"Ehhh, masih ada Cha, itu tuh yang ada ditengah-tengah kantin" ucap gue semangat pada Porcha. Porcha juga mengikuti arah tunjukan gue.

"Hahhh, jangan Felis, itu udah ada yang punya" ucap Porcha bergidig dan tiba-tiba menegakkan bahunya yang turun lemas.

"Yaa... Terus kenapa emangnya? Itu kan bukan meja restoran yang bisa di booking. lagipula, itu meja bukan punya dedemit atau setan disini kan? So, siapapun boleh dong duduk disana" ucap gue acuh.

"Iya juga sih, tapi kan i..." gue memotong ucapannya. Lagi.

"Yaudah sih, tinggal duduk aja." ucap gue lalu tanpa basa-basi lagi menarik tangannya. Mejanya juga luas kok, melingkar lagi, bisa diduduki kira-kira tujuh orang.

Gue pun duduk disana, bersama Porcha yang terus menunduk. Seketika kita jadi pusat perhatian.

"Ehh, mati tuh cewek duduk disana"

"Berani banget, bentar lagi jadi korban tuh"

"Siapa sih tuh cewek, gue baru liat"

"Sok-sokan berani, belum tau tuh cewek"

"Dihh, caper banget pake sok duduk disana segala"

"Si culun ama siapa tuh, cantik banget, gak pantes deh jadi temennya si culun itu"

Begitulah ocehan penghuni kantin yang sama sekali gak gue gubris.

"Felice, kita pindah yukk" ajak Porcha dengan gelisah.

"Gue laper, males cari meja lain" ucap gue tak peduli. Porcha terus nunduk. Gue memulai makan gue dengan lahap.

Author pov.

Para penghuni kantin menatap Felis jijik, ilfeel, geli, sinis, cengo. Bagaimana tidak, cara makannya sama sekali gak nunjukin kalau dia itu cewek. Mana rakus banget lagi, udah kayak sebulan gak makan. Belum lagi keberaniannya duduk di meja 'keramat' yang ada ditengah-tengah kantin.

Tak lama para most wanted angkatan mereka datang dengan gaya coolnya, membuat pekikan tertahan datang dari cewek-cewek disana. Mereka berjalan seakan penghuni kantin lain adalah makhluk tak kasat mata.

"Ehh, itu siapa yang berani-beraninya duduk dibangku kantin kita" ucap Davin agak kaget, sambil menunjuk ke bangku di mana dua orang makan dengan watadosnya. Mereka mengikuti arah pandang Davin.

"Wahhh, cari mati tuh cewek" ucap Steve geram.

"Usir aja kali" ucap Ken malas.

"Seret aja ntar" tambah Felix.

Mereka mendatangi meja yang ada ditengah-tengah kantin, dimana dua cewek sedang duduk disana dengan beraninya.

Great!

Belum apa-apa mereka jadi pusat perhatian.

Dengan tak sabar ia menggebrak meja itu.

Brakk!

******




My Beautiful Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang