Langit yang biru kini berubah warna menjadi gelap, udara dingin menyeruak menyentuh permukaan kulit, pertanda bahwa tak lama lagi sang iblis akan datang mengguyur bumi dan menimpa apapun yang ada di bawahnya. Atau orang orang biasa menyebutnya....... Hujan.
Mungkin sebagian atau bahkan jutaan manusia akan senang senang akan datangnya hujan, terutama para petani karena dengan datangnya hujan, itu akan membuat lahan mereka yang kering menjadi basah dan tanaman yang ditanam pun akan tumbuh subur. Namun tak sedikit juga banyak manusia yang menggerutu ketika datangnya hujan. Becek, jalanan yang kotor, bahkan yang lebih parah hujan bisa mendatangkan bencana yang begitu mematikan seperti banjir dan tanah longsor.
Alasan- alasan diatas adalah sebab kenapa semua orang membenci hujan pada umumnya. Namun tidak baginya, alasan yang dikemukakan di atas tidaklah sebanding dengan apa yang ia rasakan ketika hujan.
Namanya Boo Seung Kwan, dia adalah seorang gadis berusia 17 tahun yang tinggal di Seoul dengan bibi dan pamannya. Kesehariannya hanyalah berada di rumah dan jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar bahkan nyaris tak pernah. Dalam sebulan, Seungkwan hanya akan keluar selama dua kali, itupun jika bukan sedang musim hujan. Karena jika musim hujan, maka bisa dipastikan bahwa dia tidak akan pernah sekalipun keluar dari rumahnya.
Mungkin diantara kalian ada yang bertanya " jika ia tak pernah keluar rumah, lantas bagaimana ia bersekolah? "
Seungkwan sekolah?? Ya, tentu saja. Hanya dia tidak bisa berada di sekolah seperti anak lainnya. Dia bersekolah di dalam rumahnya sendiri atau biasa dikenal dengan istilah Homeschooling. sempat terbesit dalam dirinya bahwa ia ingin bersekolah layaknya orang-orang pada umumnya, namun ia bisa apa?? Seungkwan bisa saja bersekolah seperti anak-anak sekolah lainnya, akan tetapi saat musim hujan tiba dan ia masih berada di sekolah apa yang akan ia lakukan?? Melihat langit mendung dan suara petir saja sudah membuatnya ketakutan setengah mati.
Diluar hujan turun dengan derasnya disertai petir yang saling bersahutan. Hal itu membuat sesuatu dalam diri Seungkwan terbangun. Ya, apalagi jika bukan ketakutan. Yang bisa ia lakukan hanya mengunci rapat jendela dan pintu kamar, menutup gordeng jendela dan meringkuk di pinggir ranjang dengan selimut tebal yang menggulung tubuhnya. Ia menangis dalam diam menyeruakkan betapa takutnya ia terhadap tetesan air yang turun dari bumi itu.
Meski Seungkwan hidup bersama dengan bibi dan pamannya yang notabene nya adalah adik dari kedua orang tuanya tetap saja hal itu masih menimbulkan rasa canggung dan tidak enak hati pada mereka. Bukan berarti Seungkwan tidak menyayangi mereka, dia justru sangat menyayangi paman dan bibinya itu melebihi dirinya sendiri, akan tetapi tetap saja Seungkwan tidak bisa leluasa kepada mereka karena mereka bukanlah orangtua kandung Seungkwan meski mereka menyayangi Seungkwan layaknya anak mereka sendiri.
Udara dingin semakin menyeruak dan menyentuh kulit gadis yang sedang meringkuk ketakutan di dalam selimut tebalnya menangis pilu diantara bunyi sambaran petir yang bersahutan dan rintik rintik hujan yang turun dengan derasnya.
"eomma...... Appa, aku takut "
Ucapnya di sela sela tangisannya. Ia bisa saja turun ke lantai bawah dan meminta perlindungan dari paman dan bibinya, tetapi ia tak pernah sekalipun melakukan hal itu, baginya sudah cukup ia merepotkan mereka, mereka sudah membiayai hidupnya dan menerimanya menumpang di rumah, itu sudah cukup baginya ia tak ingin lagi merepotkan mereka karena phobia ini. Jadi yang bisa gadis itu lakukan hanya diam dan menangis menahan segala ketakutan yang ia rasakan.
- ombrophobia -
Hujanpun reda, dan akan satu keindahan yang amat sangat Seungkwan sukai, sesuatu yang hanya akan terjadi jika hujan reda, sesuatu yang memancarkan keindahan dan keceriaan lewat warna warna nya akibat pembiasan cahaya, dan sesuatu itu adalah .........pelangi.
![](https://img.wattpad.com/cover/135991606-288-k445362.jpg)