BAB-5

4K 67 4
                                    

Hati-hati ada typo guys :)

Bab 5

Jansen mendecak kesal saat sadar kalau berkas yang harus diambil kemarin ternyata tidak sempat dia ambil. Semua karena Flaya, si gadis pelupa. Jansen turun dari mobil sambil mengenakan jas santai miliknya.

Semua mata siswi perempuan tertuju pada laki-laki 24 tahun itu. Bibir merah alaminya membuat semua siswi meleleh saat melihatnya. Jansen mengabaikan pujian dari bibir para siswa yang tengah berolahraga.

Ia masuk ke ruang dosen. Hanya ada mas Zikri yang sedang membersihkan ruangan tersebut. Mas Zikri mengangguk sambil tersenyum, Jansen membalas dengan ramah.

"Balik lagi, Pak?" Tanya mas Zikri sopan.

"Iya, Mas. Kemarin lupa kebawa."

Jansen mengambil beberapa berkas di laci meja kerjanya. Lalu pamit ke mas Zikri.

"FLAYA!!!" Jerit Deby saat melihat sahabatnya terhuyung dan jatuh.

Jansen reflek menoleh. Ia melihat Flaya tengah tergelatak dan dikerumuni banyak orang. Jansen melihat Deby berteriak histeris dan mencoba membangunkan Flaya.

Jansen mencoba mendekat memperhatikan apa yang terjadi. "Ada apa?" Tanya Jansen sambil berjongkok di depan Flaya. "Ini, tadi, kena bola kepalanya," ujar Deby sambil menepuk-nepuk pipi Flaya.

"Bawa ke UKS aja, minggir biar saya yang bawa." Jansen berpindah tempat, dan berancang-ancang untuk menggendong Flaya. Jansen mendekap tubuh Fla berjalan cepat kearah UKS.

Jansen menurunkan Fla di ranjang UKS dan tak lama petugas UKS masuk untuk memeriksa Flaya. "Sepertinya dia cuman syok, mungkin sebentar lagi akan bangun," ujar Talia. "Coba kasih minyak kayu putih aja di hidungnya," lanjut Talia sambil memberikan sebotol minyak kayu putih.

Jansen mengambil minyak yang di berikan Talia lalu mengarahkan ke hidung Fla yang masih terbaring tanang. Menunggu beberapa saat hingga akhirnya Flaya membuka mata perlahan.

Jansen langsung menegakkan tubuhnya setelah menyadari Fla bangun, mengembalikan botol minyak kayu putih kepada Talia. Fla berusaha bangun perlahan, Deby dengan sigap membantu Fla bangun.

"Lo nggak papa? Sakit  nggak kepala Lo? Pusing?" Deby khawatir dengan Flaya. "Jawab, Fla," ujar Deby sambil mengguncang tubuh Flaya pelan.

"Iss, gue nggak papa kali, jangan lebay, By," ujar Fla sambil memegangi kepalanya.

"Sudah nggak papa kan? Saya permisi," pamit Jansen. "Tunggu," ujar Flaya. Jansen menoleh kearah Flaya.

"Makasih, Sir."

Jansen melihat ke arah Flaya sebentar tersenyum dan pergi dari ruangan.

*****

Jansen mulai menjalankan mobil setelah menyalakan mesinnya. Dengan kecepatan rata-rata Jansen menyetir dengan santai sambil mendengarkan penyiar radio sedang promosi.

Lampu berubah menjadi merah, Jansen berhenti perlahan. Menunggu lampu merah yang lama, pikiran Jansen melayang pada kejadian beberapa jam yang lalu.

Menggendong seorang wanita yang baru pertama kali ia lakukan, walau Lydia -pacar Jansen- belum pernah ia gendong seperti itu. Perlahan tanpa di sadari senyum Jansen mengembang.

Klakson mobil di belakang mulai ramai, membuyarkan pikiran tentang Flaya si gadis pelupa.

Setengah jam kemudian, Jansen sampai di parkiran sebuah kampus. Ia mencari ponsel dan mengabari Lydia bahwa dia sudah ada di parkiran.

Jansen melihat jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya dia datang lebih awal dari waktu yang sudah di minta Lydia. Jansen mematikan mesin mobil dan keluar, berjalan mencari kantin kampus berniat menunggu Lydia di sana.

---

"Fla, lu bener kaga papa?"

Flaya menggeleng dan beranjak turun dari kasur UKS. Berjalan perlahan menuju kelas, kemudian tangannya di genggaman oleh seorang pria.

Flaya reflek menetap pria yang menggenggam tangannya, Flaya sedikit terkejut melihat pria itu. Dia.

Devan, mantan saat ia masih kelas tiga SMP. Pria yang selalu dia hindari walau tidak sengaja bertemu. Pria yang membuatnya memiliki pendirian untuk terus belajar dan tak akan pernah menjalin hubungan.

Devan, yang meninggalkannya tanpa alasan dan kini dengan beraninya menggenggam tangannya.

Deby di sampingnya hanya tercengang melihat Devan yang kembali dengan perubahan drastis.

Flaya melepas genggaman Devan dan berjalan cepat menuju kelas. Flaya duduk dan mengatur nafas yang sangat memburu.

"Kampret!" Umpat Flaya sambil Menghela nafas panjang. "Tenang, Fla," ujar Deby.

"Kenapa dia ada di sini, By?" Tanya Flaya frustrasi. "Mana gue tau, tenangin aja diri lu dulu, baru cari tau," jelas Deby.

Disana, Devan hanya menyeringai. "Aku kembali," bisik Devan pada diri sendiri.

‡‡‡‡‡

Haii, kalian yang Minggu cerita ini mana?
Update nih, yang sepertinya akan jadi yang terakhir. Bukan berarti aku bakal ngegantung cerita ini, aku bakal Hiatus dulu, sampe selesai UN.

Aku bakal balik lagi lanjut cerita ini pada akhir bulan April atau di pertengahan bulan Mei.

Pada mau nunggu gak nih cerita MMJ?
Apa pengen Hiatus selamanya aja?

Maaf cuman segini dulu, ini hanya selingan saja aku akan lanjut dan mulai menceritakan tentang Devan di part selanjutnya. 

Thanks buat yang udah Vote.
Thanks buat yang udah Baca.
Thanks buat yang udah Comment.
Love you all.

Comment dong.
Next or  No?

👇 Vote guys Vote 😊

My Mr Jansen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang