BAB-6

4.5K 80 9
                                    

Hati-hati ada typo :)

Bab 6

Jansen membuka ponsel di saku celana lalu membuka ruang obrolannya dengan Lydia. Mengabari gadis itu.

Me: Aku di kantin. Kalau udah selesai nyusul.

Pesan terkirim dengan sempurna. Jansen kembali memasukkan ponsel ke saku celana. Ia tak perlu menunggu Lydia membalas. Jansen membeli sebuah kopi instan, di salah satu warung kantin.

Seperti biasa, tak ada yang tak terpesona dengan karisma Jansen. Bibir merahnya selalu menggoda bagi para mahasiswi di sana. Jansen risih karena ditatap seperti itu. Mereka seperti ingin memangsa Jansen saat itu juga.

"Sayang!!!" Pekik Lydia, gadis itu langsung memeluk Jansen dari belakang. Mencium pipi kanan laki-laki itu dengan percaya diri. Jansen berdeham, memberi isyarat untuk segera menghentikan aksi Lydia.

"Kamu beli kopi instan lagi?" Tanya Lydia. Mereka sedang berjalan ke arah parkiran.

Jansen menyeruput sedikit kopi yang panas itu, kemudian menanggapi ucapan Lydia.  "Iya, karena pacarku nggak bisa buatin kopi untuk aku," katanya datar.

Lydia menyeringai malu. Lalu ia teringat cerita Bella, tentang  pacarnya.

"Sayang, kamu kan lahir dari keluarga tajir.  Kamu nggak kepikiran buat ganti mobil? Pacarnya Bella baru aja ganti mobil, sayang. Mercedes Benz, bagus deh. Tadi dia dijemput, warnyanya merah. Kamu ganti dong," ujar Lydia penuh harap.

Jansen berdeham menangappi.

"Reza aja yang bukan dari keluarga tajir bisa ganti mobil beberapa kali, masa kamu yang udah dari lahir hartanya nggak habis-habis mobilnya itu lagi, itu lagi," kata Lydia sedikit menyindir. Jansen tidak suka.

"Terus ya, si Fita baru aja dibeliin ponsel baru sama pacarnya. iPhone 7+,  sayang. Bagus deh, warna silver. Aku mau deh."

Langkah Jansen terhenti. Ia yang berjalan di depan Lydia berbalik menghadap ke arah gadis itu.

"Kamu tunggu di sini," ujar Jansen dingin.

Lydia mengangguk berharap keinginannya dikabulkan.

Jansen menekan remote kunci mobilnya, kemudian masuk dan mengunci kembali setelah mesin mobil menyala. Lalu Jansen melajukan mobilnya, meninggalkan Lydia sendirian. Ia tak suka jika gadis itu mulai membanding-bandingkan dirinya dengan kekasih orang lain. Menurut Jansen, itu adalah rasa bentuk tidak bersyukur dari apa yang kita miliki. Jansen selalu menghargai Lydia apapun kelebihan dan kekurangan wanita itu. Tak pernah ia membandingkan wanita itu dengan siapapun.

Lydia membelalakkan mata saat melihat mobil Jansen melaju tanpa memedulikan dirinya. Mobil Honda BR-V itu sudah sampai di tempat pembayaran parkir.

"JANSEN!!! KOK AKU DITINGGAL!!" Teriak Lydia yang sia-sia karena sudah pasti Jansen tak mendengar.

"Jansen!!! Hihhh!" Ia terpaksa berjalan hingga halte depan kampus untuk menunggu bus atau taksi.

Jansen tidak ada rasa kasihan pada Lydia. Memang bukan kali pertama Lydia membandingkannya  dengan pacar orang lain, tapi ini kali pertama Jansen meninggalkannya begitu saja tanpa ada rasa kasihan.

Jansen berusaha bersabar dan memaklumi sifat jelek Lydia yang berusaha ia ubah, tapi tidak  bisa. Mungkin itu sudah keturunan jadi susah menghilangkannya.

Ditengah keheningan ponsel Jansen berbunyi. Panggilan telpon dari Dimas, temannya. Jansen mengangkat telpon itu.

"Woi, pak supir, udah belom jemput putri rajanya? Katanya kalo udah, langsung kesini, kumpul bareng, mana kok nggak dateng-dateng," oceh Dimas dari telpon

"Iya iya, macet nih bentar lagi juga nyampe, cafe biasakan?"

"Iya, biasa dong. Udah buru sini."

"Iyaudah tutup telponnya."

"Lu aja lah," balas Dimas.

"Lu aja," jawab Jansen.

"Lu aja," lagi...

"Lu aja buru," balas Jansen lagi.

"Kamu aja ah, Mas," ujar Dimas.

"Gila lo ya?! Udah!" Sambungan telpon langsung Jansen putus karna geli.

Sampai di tempat, Jansen mencari meja yang di kerumuni teman temannya. Lantai dua, mereka selalu mencari tempat di lantai dua, walau penuh mereka pasti mendapat tempat.

Mereka tamu VIP di cafe ini, bagaimana  tidak pemilik cafe itu ada di kerumunan mereka, membuat  mereka bebas melakukan apapun dengan tempat itu.

***

Flaya sama sekali tak fokus selama jam pelajaran berlangsung. Pusing karna bola tadi sudah membaik, tapi pikirannya berkelut di masalalu.

Flashback on.

"Fla, kamu mau kan jadi pacar aku?" Tanya Devan bertekuk lutut di depan Flaya, tangannya memegang bunga mawar putih, kesukaan Flaya.

Flaya hanya mengangguk, menanggapi perkataan Devan, pria incarannya saat pertama kali masuk Sekolah Menengah.

Harus berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun.

Minggu depan tepat anniversary ke dua tahun mereka. Dan lusa adalah tanggal kelulusanya.

Pengumuman kelulusan sudah di terima, ia lulus, pasti. Flaya sedari tadi menunggu Devan datang, dan saling memberi tau hasil.

Tapi, yang ditunggu tidak datang, sama sekali, bahkan mengabari kalau dia tidak datang pun tidak.

Membuat Flaya menunggunya. Merasa lelah menunggu, Flaya memilih pulang.

Malam menjelang, tak ada kabar sama sekali dari Devan. Ia resah, kecewa, dan juga khawatir. Devan tak pernah seperti ini, pasti Devan mengabarinya sebagai mana pun dia.

Flaya mencoba pergi kerumah Devan, tapi nihil, Devan ternyata sudah pindah. Dan tak ada yang tau keluarga Devan pindah kemana.

Ia mulai mengechat Devan, mengirim pesan tidak jelas asal ia mendapat balasan dari orang yang ia tunggu. Sama sekali tak ada balasan, di baca pun tidak.

Merasa di tinggalkan, seharian itu Flaya tak keluar kamar, dan menangis di gulungan selimut.

Sampai Deby datang, masuk ke kamarnya menggunakan duplikat kunci dari papa Flaya.

Deby terus menenangkannya, memberi semangat, dan selalu menyuruhnya untuk melupakan Devan.

Flaya mulai melupakannya, seiring dia juga memiliki hidup baru di SMA baru.

Flashback off.

‡‡‡‡‡

Guys...

I'm back, dengan cerita yang sepertinya aneh...

Thanks to 2K Reader luv 💕

Vote Komen guys....

Vote terlalu sedikit 🤔

Thanks buat yang udah Vote.
Thanks buat yang udah Baca.
Thanks buat yang udah Comment.
Love you all.

Comment dong.
Next or  No?

👇 Vote guys Vote 😊

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Mr Jansen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang