Cahaya masuk melalui celah gorden kamar Adinda, membuat gadis itu terbangun dari tidurnya karena silau, Adinda menggeliat, merentangkan tanganya dan menguap beberapa kali.
Gadis itu mengikat rambutnya dengan asal lalu turun dari ranjangnya sambil mengucek-ngucek matanya karena pandanganya masih samar.
Adinda tidak memperdulikan ponselnya yang berdering sedari tadi, gadis itu berfikir mungkin itu notif twitter atau askfm yang isinya menanyakan kabar perihal hubunganya dengan Arizky.
Menjadi pacar dari seorang model terkenal membuat kehidupanya sedikit berubah.
Cklek,
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, Adinda menoleh dan betapa terkejutnya gadis itu melihat seorang lelaki yang berdiri gagah sambil melipat tangan didada disana.
Lalu senyum Adinda mengembang " Kak marcell? "
Lelaki itu berjalan menghampiri Adinda " Adek gue jadi terkenal ya sekarang, karena pacaran sama model " Marcell mengacak-acak rambut adiknya dengan sayang.
Marcell adalah kakak Adinda dan Zulfa yang selama ini kuliah di luar negeri, Jerman. selain kuliah Marcell juga bekerja disana sebagai salah satu staff perusahan besar di Jerman, meskipun berasal dari keluarga berada, Marcell sangat mandiri. lelaki itu hanya pulang jika libur semester, Marcell juga sosok kakak yang posesif pada adik-adiknya apalagi soal pasangan, tak heran jika Adinda dan Zulfa belum pernah berpacaran selama hidupnya, itu karena larangan keras dari Marcell.
" Kenapa pulang gak bilang-bilang? " Adinda memanyukan bibirnya " Kalau aku tau kan aku bisa jemput kakak di bandara "
" Terus kenapa dek pacaran gak bilang-bilang? kakak ngestalk twitter kamu dan setau kakak pacar kamu itu Arizky? keluarga Hartanto? "
Adinda terkejut mendengarnya, gadis itu berfikir darimana Marcell bisa tau kalau Arizky adalah keluarga Hartanto?
" Kakak tau, karena Billy Hartanto, kakaknya Arizky berteman baik sama kakak " Marcell seolah tau apa yang difikirkan Adinda.
" Keluarga baik-baik sih, tapi... kakak rasa, kakak harus seleksi dia dulu"
" Seleksi? " Dahi Adinda mengernyit.
" Ya. dia harus berhadapan sama kakak dulu. kakak ingin memastikan apa dia yang terbaik untuk kamu! " Marcell tersenyum menyeringai, membuat Adinda bergidik.
" Yah kak, gak usah pake acara seleksi segala " gadis itu mengembungkan pipinya merasa kesal dengan kakaknya, Marcell hanya terkekeh melihat Adinda bertingkah seperti anak kecil.
" Kalau begitu lakukan seleksi juga untuk kak Maxime " suara cempreng itu membuat Marcell dan Adinda menoleh ke sumber suara. disana, Zulfa menaik-turunkan alisnya pada kedua kakaknya.
" Apa hubunganya Maxime dengan seleksi ini? " tanya Adinda bingung.
Zulfa membuang nafas kasar, lalu duduk ditengah-tengah Adinda dan Marcell " Kan kak Maxime calon pacar aku kak " jawabnya penuh percaya diri.
" Bocah " Adinda memijit pelipisnya.
" Belajar dulu yang bener. nih tuyul udah mau pacaran aja " Marcell ikut memijit pelipisnya.
" Yakali Maxime suka sama kamu zul "
" Zul? yang lengkap dong manggilnya! terkesan kaya zulfikar atau zuleha nama gue " ucap Zulfa sambil membenarkan letak topinya. Adinda dan Marcell hanya terkikik geli.
" Aku yakin kok kak Maxime suka sama aku secara aku kan cakep gini " Zulfa menaik-turunkan alisnya lagi sambil menatap Adinda dan Marcell bergantian.
" Enggak.. enggak! lo sama Maxime tuh beda keyakinan! " ketus Adinda.
Zulfa mengernyit " Lah gue kan sama kak Maxime segama "
" Kalian beda keyakinan! lo yakin kalo lo cakep tapi maxime gak yakin hahaha " suara tawa Adinda menggema diseluruh ruangan laly diikuti Marcell, Zulfa semakin kesal dibuatnya.
" Ledek aja terus! da aku mah apa atuh "
" Cie cie ngambek cie " Marcell mencolek dagu Zulfa mencoba merayunya.
" Au ah " Zulfa menepis tangan Marcell. "Punya dua adik cewek tuh ribet ya" Marcell menggelengkan kepalanya lalu menatap kedua adiknya bergantian.
" Pokoknya Arizky harus kakak seleksi dulu " Marcell melipat tanganya di depan dada " Dan mengenai Maxime, kakak gak ngasih izin kamu pacaran Zulfa! kamu masih SMA dan lebih baik kamu belajar dulu yang bener! oke? " Marcell mengacak-acak rambut Zulfa, sedangkan gadis itu memutar bola matanya.
" Oke, mungkin kalian marah sama kakak karena kakak posesif sama kalian, tapi semua itu kakak lakukan karena kakak sayang adik-adik kakak yang cantik-cantik ini " lelaki itu merangkul kedua adiknya " kakak cuma ingin yang terbaik buat kalian. faham? " Adinda dan zulfa mengangguk, kemudian mereka tersenyum dan memeluk kakak lelaki satu-satunya itu. lalu Marcell mencium puncak kepala adiknya bergantian.
Adinda dan Zulfa pada awalnya memang merasa kesal dengan ke posesif-an kakaknya, tapi perkataan Marcell tadi membuat hati mereka menjadi hangat, disayangi sebegitu besarnya oleh kakak lelakinya itu membuat mereka bersyukur. menurut mereka, Marcell adalah kakak terbaik sedunia, walau terkadang sangat menyebalkan.
" Aku sayang kak acel " ucap Adinda.
" Aku juga " Zulfa tak mau kalah.
" Baiklah. kakak juga sayang kalian "
Tiba-tiba ponsel Marcell berdering, lelaki itu langsung merongoh saku celananya dan melenggang ke luar, Adinda melihat ada sesuatu yang jatuh dari saku Marcell ketika Marcell merongoh ponselnya tadi. seperti sebuah foto.
Dengan penasaran, Adinda memungut foto itu dan seketika terkejut melihat seseorang dibalik fotonya, foto itu menampakkan gadis cantik juga mungil sedang membaca buku dan tidak menatap ke kamera, sepertinya foto itu diambil secara candid. Adinda menatap ke arah Zulfa yang sekarang sibuk dengan ponselnya. lalu dengan hati-hati Adinda memasukan foto itu ke dalam sakunya.
" Kenapa kak Marcell bisa nyimpen foto kak Michelle? ada hubungan apa mereka? "
***
Adinda sedang sibuk menyisir rambutnya, gadis itu nampak bersiap-siap karena harus ke kampus pagi-pagi sekali sesuai jadwal yang ada.
Entahlah, Adinda rasa kali ini ia harus sedikit memperhatikan penampilanya, karena sekarang posisi gadis itu adalah pacar dari model terkenal, akan tidak enak dilihat jika penampilanya biasa-biasa saja seperti sebelum-sebelumnya.
Adinda, gadis cantik itu sedang berusaha mengimbangi Arizky.
" Ribet amat pacaran sama model " ucap Adinda sambil berlenggak-lenggok di depan kaca berukuran besar yang bisa mengekspos seluruh tubuhnya. Adinda nampak cantik sekali dengan rok pendek berwarna pink selutut yang dipakainya, berbeda dengan Adinda yang sebelumnya, yang biasanya hanya memakai celana jeans dan T-shirt atau kemeja.
" Ini rok nya kependekan gak ya? lagian ini rok kayak kekurangan bahan aja " gadis itu menurunkan rok nya berkali-kali berharap bisa menutup bagian lututnya.
" Gue aneh gak sih pake rok gini? "
" Gak kayak cabe-cabean kan? "
Adinda merasa ponselnya bergetar dibalik tas Gucci-nya, dengan segera gadis itu meraih ponselnya dan dahinya tiba-tiba saja mengernyit saat mendapati pesan singkat dari Arizky.
From : Arizky
Turun!
Adinda segera menyibak gorden kamarnya dan melihat lambhorgini merah milik Arizky terparkir gagah dihalaman rumahnya.
Dengan perasaan yang campuraduk, Adinda segera turun dari lantai 2 kamarnya.
Setelah sampai di halaman, selama beberapa detik Adinda tertegun, Arizky, berdiri gagah disana, bertengger disamping lambhorgini miliknya, style Arizky memang menunjukan bahwa Arizky adalah seorang model, pakaianya trendy, sepatunya sangat keren, lalu kacamata yang dipakai Arizky itu, menambah ke-keren-an seorang Arizky.
" Anugrah banget ini mah " Adinda membatin.
Arizky membuka kacamatanya, angin tiba-tiba saja menerpa rambut yang telah ditata rapih itu, Adinda mengigit bibir bawahnya, Rizky dengan rambut yang acak-acakan itu malah membuatnya semakin keren dan sexy.
Gadis itu meneguk ludahnya berkali-kali, Arizky memasang kacamatanya lagi dan menghampiri Adinda.
" Woy "
Adinda tersadar dari lamunanya. " Eh iya"
" Ngedadak banget kak jemputnya "
“Terserah gue, cepet masuk”
Adinda membatin " Gue harus cepet berangkar nih sebelum ketauan kak Marcell "
Mobil Arizky memasuki kawasan kampus. Saat Adinda ingin membuka pintu, Arizky mencegahnya. Lelaki dengan kemeja hitam berlapis jaket jeans tersebut keluar terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk Adinda. Ia menyodorkan telapak tangannya kepada gadis itu “kak Rizky..” ucap Adinda tertahan karena beberapa pasang mata di parkiran sudah mulai berminat menatap mereka.
“cepetan Dinda” ucap Arizky pelan, Adinda tersenyum sebelum menggenggam tangan Arizky. Mereka masuk dengan cuek atau hanya Arizky yang masuk dengan cuek sedangkan Adinda sibuk berdoa dalam hati semoga tak ada tombak nyasar ke tubuhnya.
Nadya yang sudah duduk di dalam ruang kelas merasa kaget atas kedatangan Adinda dengan Arizky. Beberapa teman mereka pun langsung menghentikan aktivitasnya masing-masing. Arizky tetap mengenggam tangan Arizky “minggu depan Michelle sidang, kamu mau dateng?”
“eh? tapi kan yang deket sama ka Michelle kan ka Rizky bukan aku”
“kalau kamu gak dateng ya aku gak dateng juga”
“kenapa kak?” Adinda melirik teman-temannya dari ekor matanya.
“kamu kan sekarang pacar aku dan kalau kamu gak izinin, aku juga gak akan marah kok”
Adinda membatin “apa sih maksud kak Rizky? mau nunjukin kalau gue pacar yang posesif? gue kan gak sebanding sama kak Michelle”
Adinda pun mengangguk dan Arizky meletakan tangan besarnya di atas kepala mungil gadis itu “kenapa kamu gak pernah ngekang aku sih din?”
“laaah nih orang maunya apa sih” batin Adinda
“karena kamu udah yakin hati aku hanya untuk kamu yaa” lanjut Arizky. Teman-teman sekelas Adinda menahan pekikannya melihat FTV singkat di depan kelas mereka.
“yaudah kamu belajar yang rajin ya, kalau tanggal sidang aku udah keluar nanti aku kasih tau, kamu harus dateng”
Sebuah bohlam 5 watt (kecil amat) muncul di kepala Adinda “bukannya nanti kak Arizky nervous kalau aku tonton?”
“rasakan kak rasakan”
Arizky tersenyum penuh arti “lebih baik nervous daripada gak semangat”
Jegeeeeerrrr…
Lagi dan lagi semua teman Adinda harus menahan pekikannya bahkan beberapa sudah mengigit baju atau jaket yang mereka bawa agar suara mereka tidak menganggu keromantisan yang ada.
" Aku ke kelas aku dulu ya " Arizky tersenyum penuh arti, Adinda yang menatapnya pun bergidik.
Sebuah bohlam yang kini 10 watt muncul lagi diatas kepalanya.
" Aku fikir kamu bakal bilang i love you.. "
Ucapan Adinda membuat langkah Arizky tertahan. lelaki berbadan tegak itu menoleh, lalu tersenyum.
Arizky melangkahkan kakinya ke arah Adinda lalu tangan dinginya itu menyentuh pipi mulus Adinda, suasana semakin panas, semua teman Adinda tak ingin mengalihkan pandangan ke arah lain.
" Kamu bakal tau jawabanya nanti malem "
badan Adinda bergetar, baru kali ini hatinya mengalami guncangan sehebat ini.
" Ebuset kaya dialog flm I love u from 38.000 ft " celetuk salah satu orang dikelas Adinda.
" Adinda sama Arizky romantis banget ya "
" Adinda beruntung banget bisa dapetin Arizky "
" Gue mau foto bareng Adinda ah, biar followers instagram gue melunjak " ucap salah satu mahasiswa yang memakai kacamata tebal.
" Eh jangan-jangan cinderella yang diakui calon istri di pesta kakaknya itu Adinda lagi " celetuk mahasiswi yang lain.
" Yang katanya dicium Arizky itu ya? "
" Tau darimana? "
" Eh eh udah udah kembali ke Adinda sama Arizky " ucap salah satu mahasiswi yang sedari tadi fokus dengan pemandangan yang ada di depanya.
" Sayang. sekarang kamu izinin aku ke kelas aku kan? " kini tangan sudah menempel di kedua pipi Adinda, Adinda yang merasa gugup hanya bisa menganggukan kepalanya.
Selepas kepergian Arizky, Adinda langsung dikerubuti lalat eh teman-temannya, Tubuhnya tergoncang kesana-kemari namun Adinda tidak menahannya sama sekali “bodo amat lo pada mau ngapain kagak bakal gue respon”
Nadya pun turun tangan untuk menyelamatkan sahabatnya dan membimbing menuju tempat duduk mereka “lo gpp Din?”
“menurut lo gue gpp?” Rambut Adinda berantakan tak karuan bahkan buku catatan yang ia pegang sudah entah kemana sampulnya.
“huahahahaha jelek banget lo Din, kok kak Arizky mau sama lo?”
“dia lagi rabun pagi kalau udah siangan dikit dia kagak bakal nengok ke gue” jawab Adinda dengan asal.
" Gue bener-bener kaget pas kemarin kalian kissing didepan umum dan gue lebih kaget lagi pas Arizky ngetweet semalem, tweet yang dia tujuin buat lo! gimana sih ceritanya? kok lo bisa.... "
" Nanti gue ceritain " jawab Adinda dengan malas.
Arizky berjalan menuju pusat administrasi kampus untuk mendaftarkan diri agar dapat segera maju sidang. Senyuman tak lepas dari wajahnya “asyik juga ngisengin si dindut eh adinda ahahaha”
******
Maxime berjalan dengan gontai memasuki kelas, akhir-akhir ini lelaki keturunan Prancis itu seperti sedang tidak bersemangat. Ali yang melihat Maxime seperti itu langsung menyenggol lengan Arbani yang sedari tadi sedang sibuk dengan komiknya. "Apasih lo " Arbani merasa terganggu dengan Ali, Ali memberi kode pada Arbani dengan mengarahkan ekor matanya pada Maxime.
Arbani membuang nafas kasar dan berjingkat dari duduknya. " Kenapa dia?"
Ali mengangkat bahu " Mana gue tau "
Maxime memasang earphone ke telinganya, kepalanya mengangguk-ngangguk seolah menikmati musik dibalik earphone tersebut, matanya terpejam, fikiranya berada jauh dari raganya, fikiranya tertuju pada satu gadis yang selama ini bahkan dari kecil selalu bersamanya, Adinda.
" Gue gak tau sejak kapan perasaan ini ada, yang jelas sekarang ini perasaan gue ke lo semakin menggebu-gebu, Dinda " batin Maxime.
" Max? " Arbani menepuk pundak Maxime, refleks lelaki itu melepas earphone-nya. " Kenapa ban? "
" Lo baik-baik aja kan? "
" Keliatanya? "
" Gak baik-baik aja " jawab Arbani.
" Gue baik-baik aja kok Ban " Maxime mengembangkan senyum yang dipaksakan pada Arbani.
" Sahabat cewek lo?" tanya Arbani membuat Maxime tersentak.
Selama ini, Maxime memang tidak memberi tahu siapa sahabatnya itu pada ke 4 sahabat lelakinya karena dengan suatu alasan.
ia takut apa yang tidak diinginkan dimasa lalunya terjadi lagi, ia ketakutan, ia tak ingin kehilangan lagi, selama ini ia telah susah payah berdamai dengan kenyataan. kali ini, lelaki itu tidak mau kecolongan lagi.
Maxime menyimpan rahasia besar dalam hidupnya, dalam kisah percintaanya.
Tiba-tiba ia teringat seorang gadis, seorang gadis berseragam putih abu, gadis yang mampu mengubah hidupnya jadi lebih baik, gadis yang membuatnya tau apa arti cinta dan kehilangan dalam waktu yang bersamaan.
" Cukup satu kali Arizky, cukup satu kali " Maxime membatin. lelaki itu terdiam selama beberapa menit, membuat Arbani semakin bingung dibuatnya.
" Gue rasa gak ada yang beres sama Maxime, ban " Ali berbisik pada Arbani.
Arizky datang sambil bersenandung kemudian bersiul, Ali dan Arbani menatap Arizky dengan tatapan aneh, tidak biasanya Arizky bersikap seperti itu, biasanya Arizky akan menampakan wajah cuek, cool atau juteknya tapi kali ini sangat terlihat jika Arizky ceria seperti sedang bahagia.
Ali menatap Maxime dan Arizky bergantian " yang atu keliatan murung banget, atunya lagi keliatan sedih. ya Tuhan ada apa dengan mereka? " Ali menggelengkan kepalanya.
" Lo kenapa ky? tumben ceria " ketus Ali, Arizky mendelik sinis " Bukan urusan lo rab "
" Oh iya gue tau siapa yang buat lo ceria pagi-pagi gini " Alatas tiba-tiba saja datang dan melempar tasnya dengan sembarang ke bangku.
" Adinda kan? gadis itu membawa pengaruh baik sih buat lo Ky, ya karena setelah sekian lama gue bisa liat lo senyum lagi, dan gue tau alasan dari senyum itu, senyum itu dari Adinda "
" Sok tau lo " Arizky mengambil binder dari tas punggungnya lalu matanya tak sengaja bertemu dengan mata Maxime yang tengah menatap sinis ke arahnya.
" Cukup satu kali ky " batin Maxime lagi.
" Max? " Arizky menyapa dengan hati-hati, tapi Maxime malah membuang muka lalu bangkit dari duduknya " Gue mau ke toilet dulu guys " pamitnya tiba-tiba, Ali dan Arbani saling bertatapan seolah saling bertanya apa yang terjadi dengan Maxime tapi keduanya dengan kompak mengangkat bahu.
" Ada apa sama Maxime? " batin Arizky.
*****
Billy memasuki ruang kerjanya dan mendapatkan sosok laki-laki berkaca mata hitam dengan jaket jeans sedang asyik membaca majalah otomotif di sofanya " ngapain lo? "tanya Billy.
Laki-laki tersebut membuka kaca matanya dan menampilkan cengiran “lo gak lihat gue lagi duduk?”
“Dim, lo jadi direktur pakaiannya formal dikit napa?” Billy menerima berkas dari tangan Dimas. Keduanya mulai berteman ketika perusahaan mereka menjalin sebuah kesepakatan bisnis “kenapa gak asisten lo yang nganterin?”
“gue lagi bosen di kantor, lagian gue kangen sama lo ahaha”
“amit” Billy membuka berkas pemberian Dimas.
“oh iya Michelle mana? biasanya nemplok ke lo mulu”
Billy sedikit tersenyum “dia udah gak takut kehilangan gue”
“kenapa?”
“gue udah jadian sama dia”
“heh? kok bisa? emang lo ada rasa sama dia? Michelle kan bukan tipe lo banget” Dimas sangat mengetahui tipe perempuan yang disukai oleh Billy dan tipe perempuan seperti Michelle banyak yang mendekati Billy, semuanya mental begitu saja.
“dijalanin aja dulu”
“kalau mogok tengah jalan?”
“lo dorongin lah hahaha”
"Lo gak lagi ngejalanin hubungan atas dasar kasihan, kan?"
Billy menatap sinis kearah Dimas "Gue sedang berusaha menepis rasa kasihan itu jadi rasa cinta"
"Feeling gue bener, lo cuma kasihan sama Michelle. tau gak? lo seolah-olah ngasih harapan kosong sama dia"
"Gue akan belajar mencintai dia"
Billy berkutat di depan laptop sedangkan Dimas melanjutkan membaca majalahnya. Ia mengalihkan pandangan ke arah jendela yang menampilkan gedung-gedung pencakar langit. Dimas membatin “gue pikir lo gak akan menengok ke arah Michelle”
****
Tubuhnya yang tinggi dan kekar kini jatuh terduduk begitu saja. Kepalanya menunduk. matanya yang tertutupi poni perlahan mengalirkan butiran bening, yang semakin deras. Lututnya menahan berat tubuhnya diatas tanah. Bahunya yang lebar kini bergetar keras. Bibirnya mengeluarkan isakan-isakan yang tertahan. Dan kedua telapak tangannya meremas kuat-kuat tanah itu.
Disekelilingnya, beberapa orang berpakaian hitam berdiri sambil memegang payung masing-masing, memandang miris pada pemuda itu.
Kasihan, iba dan tak tega tergambar jelas di raut wajah mereka. Tapi apa daya, sesuatu yang telah mati tak akan kembali lagi.
Satu-persatu mereka melangkah pergi dari sana, hingga menyisakan pemuda itu, dan seorang gadis yang setia berdiri disampingnya. Gadis itu juga mengenakan baju hitam dan memegang sebuah payung dengan warna senada. Matanya sembab dan sedikit menghitam, karena menangis. Menangisi pemuda itu.
Ia remas payung dengan tangan kanannya. Ia gigit bibirnya sendiri. Dan perlahan, jemarinya mendarat dipundak sang pemuda. Dengan takut-takut, ia hendak membuka mulutnya.
" Max-"
"Pulanglah Adinda"
Sang gadis yang dipanggil Adinda langsung menutup mulut. Sesekali ia medongakkan kepala ke langit yang mendung, dan sesekali ia memandang sendu sang pemuda.
Ingin rasanya ia memberitahu sang pemuda bahwa sebentar lagi hujan pasti turun dengan deras. Raut wajahnya sudah tidak sabar ingin pergi dari pemakaman itu, tapi ia tidak mungkin meninggalkannya.
"Gue gak mau ninggalin lo sendirian"
Adinda mencengkram pundak pemuda itu. Ia tak tahu harus melakukan cara apa lagi untuk membujuk pria yang terkenal keras kepala itu. Satu-satunya yang bisa, hanya 'dia' yang saat ini terbaring dengan tenang di pemakaman itu.
"Aku bilang pulang!"
Maxime membentak cukup kasar pada Adinda, membuat gadis itu membelalak. Tidak, ia tidak terkejut, hanya saja tidak percaya pada apa yang baru saja dilakukan sang pria.
Baru kali ini Maxime berlaku kasar. Selama menjadi kekasih 'dia', Maxime berperangai lemah lembut pada semua orang. Mungkin pemuda itu butuh waktu sendiri.
Memang berat, kehilangan orang yang amat kita cintai. Apalagi itu adalah kekasih kita.
"Baiklah, aku pulang...jaa"
.
.
.
.
Perlahan-lahan air langit jatuh titik demi titik, ia masih tak bergeming. Sampai itu berubah sangat deras, dan ia masih tetap saja tak bergeming. Ia biarkan begitu saja air hujan membasahi seluruh tubuhnya.
Maxime mendongakkan kepalanya memandang sendu gundukan tanah merah dihadapannya. Meskipun tak ada lagi isakan, masih ada sisa-sisa airmata dipi putihnya yang melebur dengan air hujan. "Kamu kehujanan Amanda..." Sekarang telapak tangannya mengelus batu nisan di makam itu.
Maxime berdiri menatap jendela besar yang menampakkan bulan yang yang bersinar terang malam ini. ingatanya berputar pada 3 tahun yang lalu, betapa pahitnya kenangan itu. bahkan Maxime masih bisa merasakanya.
" Maxime? " seorang gadis dibelakangnya memanggilnya dengan pelan. seketika Maxime menoleh dan mendapati Adinda disana.
" Are you okay? " tanya gadis itu hati-hati karena melihat ekspresi Maxime yang murung.
" Gue cuma kangen Amanda " Maxime tersenyum getir.
Adinda mengangguk mengerti, kejadian 3 tahun lalu membuat sahabat lelakinya itu sering berada di kondisi seperti ini, murung dan sedih secara tiba-tiba.
" Lo ke makamnya aja Max " Adinda berinisiatif tapi dibalas gelengan oleh Maxime.
" Gue lagi ketakutan banget sekarang. gue takut kejadian di masa lalu keulang lagi "
Dinda mengernyit " Maksud lo? "
" Gue takut orang yang gue sayang diambil sama orang yang sama " Maxime meremas rambutnya sendiri tampak sangat prustasi Adinda yang melihatnya pun semakin bingung.
" Gue sama sekali gak ngerti Max "
" Cowok itu, cowok yang rebut Amanda dari gue sepertinya akan ngerebut cewek yang gue sayang lagi Din " Maxime menatap Adinda penuh arti.
" Cowok yang Amanda amanatin buat lo jaga? cowok yang menerima jantung Amanda? cowok yang itu? " tanya Adinda penasaran.
Maxime menarik nafas dan membuangnya pelan " Ya. cowok itu. selama ini gue susah payah buat berdamai dengan kenyataan Din, gue bahkan ngelaksanain amanat dari Amanda supaya gue jaga cowok itu, cowok yang dicintainya, cowok yang udah rebut Amanda dari gue, cowok yang ada ditengah-tengah gue dan Amanda, cowok penerima jantung Amanda "
" Sebenernya selama ini gue benci banget sama dia Din, tiap gue liat dia rasanya gue pengen bunuh dia, tapi di setiap kali gue inget pesan Amanda, disetiap gue inget bahwa Amanda masih hidup didalam jantungnya gue gak bisa berbuat apa-apa selain ngekakuin apa yang Amanda mau "
Adinda menarik Maxime ke pelukanya " Siapa sih cewek itu Max? "
Maxime mengelus punggung Adinda yang berada di dekapanya " Lo din, elo" batin Maxime.
" Yang jelas dia gak segendut lo! " Maxime berkilah dan pura-pura tertawa.
" Gue gak gendut " Adinda berkacak pinggang " Cuma agak gede sih "
" Yeee sama aja!!!!! "
" Diet kali biar Arizky makin cinta sama lo "
" Eh " Adinda terkejut mendengar Maxime yang mengetahui tentang Arizky.
" Jangan tanya gue tau darimana, berita tentang lo dan Arizky udah kesebar kemana-mana Din. dan kemarin heboh banget di twitter kalau Arizky ngemention lo "
Pipi Adinda memerah.
" Lo beneran cinta sama Arizky? " tanya Maxime dengan hati-hati. sebenarnya Maxime sedang cemas mendengar jawaban Adinda, air mukanya bercucuran, lelaki itu tegang.
" Iya Max, gue cinta sama kak Arizky "
DEGH....
" Ini kali kedua " Maxime membatin.
****
Dering ponsel Arizky membuyarkan lamunannya yang kini sedang menunggu giliran pemotretan. Lawan modelnya kini masih sibuk merias diri sehingga ia memiliki sedikit waktu untuk beristirahat.
“Michelle?” gumam Arizky sebelum mengangkat panggilan tersebut.
“ya Chell…. oh serius?...oke…sama-sama... congrats..” Arizky menghentikan percakapannya dan membanting ponsel tersebut. Semua mata tertuju pada Arizky tetapi ia tak peduli, ia bisa membeli benda murah tersebut kapan saja ia mau.
Sebenarnya yang ingin ia lenyapkan bukanlah ponsel tetapi segala kenangan baik pesan atau galerinya bersama seseorang yang baru saja menghubunginya.
Saat Arizky ingin melangkah keluar, ia dihadang oleh staff pemotretan bahwa masih ada kewajiban yang harus ia lakukan. Arizky pun mengurungkan niatnya.
***
Drrrttt drrrttt...
Adinda menggeliat, dengan matanya yang masih terpejam Adinda berusaha menggapai ponselnya, merasa benda tersebut tidak berada di dekatnya, Adinda menggerakan kakinya untuk meraih ponselnya.
Adinda perlahan membuka kelopak matanya "Siapa sih yang nelpon?"
" Hah? kak Arizky? "
Adinda menegakan tubuhnya " Iya kak ada apa? "
" Turun Din "
Adinda menjauhkan telinganya dari ponsel, ia menatap ponselnya dengan tatapan heran " Apa kak? "
" Turun! "
Adinda mengintip dari jendela kamarnya, dan benar saja ada sosok Arizky yang berdiri tertunduk di depan gerbang rumahnya, ia segera mengambil payung karena hujan sedang mengguyur deras di luar sana, langkah kakinya di percepat agar dapat menemui seniornya sebelum basah kuyup.
" Kak Rizky ngapain sih hujan-hujanan? " Adinda membuka pintu gerbang, " Kak Rizky kenapa? "
Adinda mengedepankan payung agar Arizky dapat masuk ke dalam kanopi payung. Arizky mendongakkan kepalanya dan menatap Adinda intens. Tubuhnya sudah sangat basah “Din..”
“kenapa kak?” Adinda terheran, tatapan seniornya terlihat menyakitkan entah kenapa.
Arizky mengeluarkan sesuatu dari saku celanannya dan menyodorkannya kepada Adinda seraya berlutut “maukah kamu menikah denganku?”
“apa kak?” Otak Adinda yang biasa berpikir cepat seakan-akan kehilangan fungsinya sejenak.
Arizky tak mengulang ucapannya, ia tetap pada posisinya.
“kita ke dalem aja dulu kak” ajak Adinda namun Arizky tak bergeming “kak Rizky ini hujan deras, ayo masuk”
Arizky terus menatap Adinda.
“harus banget iya jawabannya” Adinda membatin.
Arizky pun masuk ke dalam rumah Adinda, untung saja Marcell sedang tidak ada di rumah karena ada pertemuan dengan rekan bisnisnya di Indonesia, jadi Adinda tidak segan membawa Arizky masuk ke dalam rumahnya.
Gadis itu menyodorkan handuk dan teh hangat pada Arizky "keringin rambut lo kak, terus minum teh nya biar anget"
" Gue mau cariin lo baju ganti dulu ya" untung saja, Adinda mempunyai kakak laki-laki jadi dia tidak perlu bersusah payah mencarikan baju ganti untuk Arizky.
" Tunggu " Arizky memegang pergelangan tangan Adinda.
" Lo belum jawab pertanyaan gue, Din "
Adinda mengurungkan niatnya mencarikan baju untuk Arizky, lalu gadis itu duduk berhadapan dengan Arizky.
" Pertanyaan yang mana? " tanya Adinda polos.
Arizky memutar bola matanya " lo mau kan nikah sama gue? tadi pas di kampus lo ngarep banget kan gue bilang 'i love you' sama lo?
dan tadi gue jawab lo bakal tau jawabanya nanti malem? ini malem itu Din, ini jawaban yang gue maksud " jelas Arizky.
Adinda menggaruk-garuk kepalanya " Gue kan cuma becanda " batinya.
" Kak, pernikahan itu bukan main-main "
" Gue gak main-main "
" Tapi lo gak cinta sama gue, kan? "
" Lo cinta sama gue? "
" Engh.. "
" Oke. lo mungkin gak cinta sama gue untuk sekarang ini, tapi gue akan berusaha membuat lo jatuh cinta sama gue. kasih gue kesempatan " Arizky meraih tangan adinda, di genggamnya dengan erat "Lo hanya perlu percaya bahwa gue akan belajar mencintai lo, gue gak akan pernah nyakitin lo, dan gue akan berusaha buat selalu bikin lo bahagia "
Adinda menatap mata lelaki itu lekat-lekat, entah kenapa saat Arizky mengatakan itu semua perasaanya membuncah hangat, dan Adinda bisa melihat memang ada keseriusan di mata Arizky.
" Gue boleh tanya sesuatu sama lo, kak? " Adinda melepas genggaman Arizky lalu berdiri memunggungi Arizky.
" Apa? "
" Apa alasan lo tiba-tiba ngejadiin gue pacar lo dan sekarang meminta gue untuk jadi istri lo? "
Lelaki itu menunduk, bingung harus menjawab apa, ia tak ingin menyakiti perasaan Adinda.
" Dan apa alasan lo yang selama ini menuruti keiinginan gue? apa lo cinta sama gue? " Arizky mendekati gadis itu, memutar badanya agar menghadap ke arahnya, tatapanya seolah meminta jawaban.
Adinda menggigit bibir bawahnya, perasaanya tak karuan di tatap setajam itu oleh Arizky, apalagi mengenai pertanyaan itu, membuat tubuhnya menegang seketika.
" Kenapa lo menjawab pertanyaan dengan perntanyaan lagi? gue butuh pernyataan lo kak. ini penting buat gue " Adinda berusaha untuk bersikap senetral mungkin di depan Arizky, gadis itu berusaha mengendalikan perasaanya.
" Din gue mohon sama lo, untuk sekarang gue cuma butuh jawaban iya dari lo, tentang alasan itu.. gue janji, gue akan ngasih tau lo disaat yang tepat "
Adinda nampak gelisah, Arizky berusaha meyakinkan.
Gadis cantik itu sedang berfikir, menimang-nimang keputusanya. kali ini bukan main-main, ini menyangkut pernikahan, masa depanya. meskipun Adinda mencintai Arizky, tapi ia tak ingin gegabah, sampai sekarang ia tak tau alasan dibalik Arizky yang tiba-tiba saja ingin menjadikanya istrinya.
Arizky masih menatap Adinda yang masih kelihatan bimbang, sorot mata lelaki itu berusaha meyakinkan gadis yang ada di hadapanya sekarang. wajahnya nampak pucat, tubuhnya menggigil kedinginan, Arizky sedang tidak baik-baik saja.
" Tapi kalau lo gak mau, gue gak akan memaksa " lirih Arizky.
Bagaimanapun Arizky sadar, semuanya sudah tidak main-main lagi.
Sementara Adinda masih dengan fikiranya yang berkecamuk, di satu sisi ia sangat ingin mengatakan iya pada Arizky, karena menikah dengan seseorang yang selama ini dicintainya adalah impianya tapi di sisi lain ia ragu, ia meragukan Arizky dengan alasan misteriusnya. ia takut di manfaatkan.
Tapi..
Adinda menganggukan kepalanya “apa Din?” tanya Arizky memastikan.
“iya kak, gue mau—“ ucapan Adinda terputus karena Arizky langsung merengkuhnya, menumpahkan segala resah pada pundak mungil Adinda. Namun,. tiba-tiba tubuh Arizky jatuh tak tertahan “kak Rizky.. tahan kak..”
Adinda memapah Arizky yang masih setengah sadar. Dengan susah payah, Adinda membuka pintu kamarnya dan menuntun Arizky untuk berbaring di ranjangnya yang berukuran king-size itu.
" Kak. tapi aku rasa semuanya tidak akan berjalan dengan mudah. keluarga gue, kakak gue gak akan ngasih izin gue untuk nikah muda, apalagi gue belum lulus kuliah " Ucap Adinda sambil menyelimuti Arizky.
" Tenang aja. gue akan bikin mereka ngasih izin kita nikah dengan mudah " Arizky tersenyum menyeringai.
" Lo harus hamil! " ketus Arizky membuat Adinda terlonjak kaget.
" Hah? "
" Iya "
" Gimana caranya? "
" Kita bikin anak "
" Gimana caranya bikin anak? " Tanya Adinda polos, amat sangat polos.
Arizky memutar bola matanya. " Lo gak tau caranya bikin anak? nanti gue ajarin! "
" Hah? "
" kalau Lo ngomong 'hah' sekali lagi kita bikin anak sekarang! "
" Hah? "
" Adindaaaaaa " Arizky mengelus dadanya berkali-kali, mencoba untuk sabar menghadapi gadis polos di hadapanya.
" Lo cuma perlu pura-pura hamil agar keluarga kita setuju dan kita cepat menikah "
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Project, Project Love
Teen FictionBagaimana perasaan kamu ketika mendapat tawaran pekerjaan yang bisa mendekatkanmu dengan seseorang yang kamu cintai? Apalagi yang menawarkanya adalah dia sndri, yang selama ini diam-diam kamu cintai, bahagia? Tentu. Itu juga yang dirasakan oleh Adin...