Bab 1 Kabar dari Mama

296 36 7
                                    


--***--

"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga."

Awfa merebahkan dirinya di kasur setelah menutup laptopnya yang beberapa saat lalu dipakai untuk pekerjaanya. Sesaat ia melihat jam yang telah menunjukan pukul satu malam. Memang, terkadang pekerjaannya itu menjadikannya lupa waktu. Ia baru saja menyelesaikan artikel sebagai strategi mempromosikan tempatnya bekerja di Lestari Wedding Organizer dan disana ia menjabat sebagai social media officer.

Sejak tiga tahun kebelakang, ia memutuskan untuk tinggal dan bekerja di kota Yogyakarta. Kota yang menjadi tempatnya menimba ilmu. Alasannya, karena ingin mandiri dan menikmati wisata di kota tersebut, mengobati saat kuliah ia terlalu sibuk dan hampir tidak pernah jalan-jalan. Sekalinya jalan-jalan hanya ke candi Borobudur dan pasar Malioboro. Selebihnya? Pernah, hanya tak sempat benar-benar menikmati, sekadar lewat . Tapi sejujurnya, bukan hanya itu alasannya, ada hal yang ingin ia lupakan di Bandung kota kelahirannya. Melupakan hal yang membuatnya terluka. Cinta.

Awfa memejamkan matanya sambil beristighfar, merasakan hawa dingin malam. Kantuk tak jua menyapanya, terlebih ia teringat dengan percakapan ibunya yang meneleponnya tadi siang.

"Pulang? Besok?"

"Iya, Neng. Besok teh kamu pulang. Aki kamu kan sakit, dia sekarang dirawat. Pengen ketemu cucu katanya."

"Innalillahi. Kok mamah baru ngasih tahu,"

"Ya maaf ... Kamu pulang yah?"

"kalau besok aku gak bisa. Kan aku juga harus izin dulu ke kantor, gak bisa tiba-tiba ninggalin kerjaan aku gitu aja."

"Ya udah, kamu urus aja dulu izinnya, kalau sudah segera pulang."


--***--

Awfa nampaknya terlalu pagi sampai di kantornya, terlihat dari kubikel lain yang masih kosong.

"Katanya kamu mau ajuin surat izin ya?" Seorang pria membuat Awfa yang hendak duduk tak jadi dan membalikan badannya.

"Lain kali, kalau nyapa orang minimal bilang hai gitu, lebih bagus lagi salam dulu."

Pemuda itu terkekeh, "Maaf. Assalamu'alaikum, dek?"

"Wa'alaikumsalam." Awfa menjawab sembari duduk kemudian mengeluarkan laptopnya.

"Pertanyaan tadi belum di jawab loh,"

"Iya, kak. Aku mau izin. Tapi gimana kak Arya tahu kalau aku mau izin?"

"Dari ibuku. Katanya, kakekmu sakit. Semoga cepat sembuh."

"Oalah. Aamiin, terima kasih do'anya."

Tak heran jika Arya tahu dari ibunya. Ia anak pemilik usaha wedding organizer ini dan teman pertama yang Awfa miliki di kantornya. Awfa sudah menganggapnya seperti kakak laki-lakinya, sebab kebetulan ia teman dari kakak sepupunya.

"Kerudungmu tambah panjang, ya. Tambah cantik loh kalau seperti ini,"

"Apaan sih, kak. Gak usah ngejek. Kenapa juga jadi bahas kerudung aku."

Arya tersenyum kikuk. Ia juga tidak tahu, hanya mencari topik agar bisa mengobrol lebih lama dengan Awfa. Awfa yang kini sudah menyalakan laptopnya kemudian mendongkak melihat Arya, "Sana kerja. Gak baik berduaan, ada fitnah nanti,"

"Siapa yang berduaan, ada pak Tarjo."

Awfa menoleh sesaat dan benar saja, ia menemukan pak Tarjo salah satu office boy yang tengah menyapu lantai. Awfa tersenyum ke arah pak tarjo yang tersenyum padanya.

"Ya udah, aku balik ke ruanganku,"

Awfa hanya mengangguk. Tak butuh waktu lama, Arya sudah tak ada. Arya sendiri menjabat sebagai production manager. Walau bekerja di perusahaan ibunya, ia sangat profesional dan tidak menggunakan kekuasaan ibunya untuk merendahkan pegawai lain. Bukan tanpa alasan ia bekerja di wedding organizer milik ibunya, sebab itu amanah almarhum ayahnya dan juga untuk memudahkan pengawasan terhadap wedding organizer milik ibunya ini.

Sebuah notifikasi terpampang di layar ponsel Awfa. Rupanya dari grup kelas semasa SMA-nya. Ia membuka pesan tersebut dan terlihat sebuah kiriman foto undangan pernikahan atas nama Dita dan Dio dengan caption, Jangan lupa datang. Maaf udangannya online, soalnya pada jauh-jauh.

Tak butuh waktu lama grup yang biasanya seperti tak berpenghuni kini hidup kembali. Awfa tersenyum dan membalas dengan kalimat, Selamat, semoga lancar segalanya. Aamiin.

Setiap kali ada teman yang menikah, ada rasa iri dihatinya, namun disisi lain ia juga belum siap untuk sakit kedua kalinya dan mungkin, kenangan masa lalu masih bersemayam. Apa ia akan datang ke pernikahan Dita? Ah, apa yang aku harapkan.


--***--

Sebuah koper berukuran 21 inc terletak di samping Awfa. Beruntung Ia bisa izin selama satu minggu sebab sebelumnya ia tak pernah mengambil cuti, liburpun jika memang hari libur kerja saja. Ia juga berencana untuk sekalian hadir dipernikahan Dita setelah menerima undangan kemarin.

Awfa melihat jam di ponselnya, memastikan bahwa ia dan beberapa penumpang lainnya yang tengah menunggu kedatangan bus tidak terlambat, sebab sudah hampir setengah jam mereka menunggu bus tak kunjung tiba padahal jadwal keberangkatannya seharusnya dari beberapa menit yang lalu dan kini jam sudah menunjukan pukul delapan pagi. Namun, selang beberapa saat setelah Awfa melihat jamnya, bus yang ditunggu pun tiba, semua orang tak terkecuali Awfa segera naik, sebelumnya Awfa memasukan kopernya di bagasi bus dibantu oleh petugas yang ada di bus tersebut.

Duduk dekat jendela adalah tempat favorit Awfa, ia bisa melihat pemandangan sekitar dan jika ia tertidur, setidaknya jendela menjadi sandarannya. Baru saja ia melihat ke arah jendela, nampak seorang laki-laki dengan jaket hoodie warna abu, celana chinos warna hitam dan ransel yang ia gendong, tengah berlari ke arah pintu depan bus. Wajahnya tak terlalu jelas sebab ia juga mengenakan topi. Beruntung ia sampai saat pintu bus akan di tutup. Ia terlihat duduk di barisan depan sedang empat kursi di belakangnya adalah tempat Awfa.

Sepertinya, laki-laki itu kok gak asing? Seperti.... Namun Awfa menepis kembali pernyataan dalam hatinya, Mungkin hanya perasaanku.

Ia membuka ponsel, mengalihkan pikirannya yang mulai kembali mengingat orang yang dahulu pernah membuatnya merasa di taman bunga hingga akhirnya merasa di gurun sahara. Terlihat pesan masuk dari Arya. Hati-hati di jalan. Kabari kalau sudah sampai.


--***--

Jika menyukai cerita ini, jangan lupa vote ⭐ dan share. Kritik, saran maupun komentar mengenai cerita ini dipersilakan.

Jangan lupa follow akun ini dan masukan ke perpustakaan ceritanya jika ingin mendapat notifikasi update cerita.

Terima kasih. Salam kenal. ❤️
Penulis : Ridawfa

Lembaran LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang