--***--Bus berhenti di terminal Cicaheum Bandung, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 9 jam. Awfa memilih untuk mencari masjid lebih dahulu sembari menunggu jemputan, sebab azan subuh telah berkumandang.
Manik mata Awfa tertuju pada laki-laki yang kemarin berlari. Kini ia tengah terduduk untuk melepas alas kakinya. Oh, dia juga berhenti disini.
Ia berpikir heran saja sebab laki-laki tersebut juga salat di masjid yang sama dengan Awfa, namun ia kembali berpikir mungkin karena masjid inilah yang terdekat. Ponsel Awfa tiba-tiba berbunyi, rupanya ibunya memanggil.
"Wa'alaikumsalam, mah."
"kamu udah sampai dimana sekarang?"
"aku udah sampai bandung kok, mah. Ini lagi ke masjid dulu. Nanti kalau udah selesai salat, aku pulang."
"Alhamdulillah, kalau sudah sampai. Mamah teh nelpon sekalian mau ngabarin. ayah kamu gak bisa jemput, soalnya ada tugas gawat darurat dari rumah sakit."
"oh, ya udah gapapa, mah. Kan aku bisa naik taksi online. Nanti aku pesen aja, gampang."
"Alhamdulillah atuh, ya. Hati-hati di jalannya, Neng. Assalamu'alaikum,"
"iya, mah. Wa'alaikumussalam."
Awfa faham dengan tugas ayahnya sebagai seorang dokter. Ia juga sebenarnya tak perlu di jemput, hanya dari kemarin orang tuanya keukeuh untuk menjemput Awfa jika sudah sampai. Awfa memasukan ponselnya kemudian berjalan ke tempat wudu.
Rupanya jamaah masjid sudah bubar, disana hanya ada beberapa orang saja yang bisa di hitung jari. Ada tiga perempuan termasuk dirinya dan lima laki-laki. Awfa terkejut tatkala imam mulai membaca Al-Fatihah. Suaranya tidak asing ditelinga Awfa, ia yakin bahwa itu adalah suara orang yang dari beberapa hari lalu teringat kembali dipikirannya.
Selepas salat Awfa bergegas memakai sepatu. "Masa sih kebetulan? Waktu di Bus aku lihat orang yang mirip dia, sekarang suaranya? Apa mungkin di--"
"Teh punten, sepatu saya keinjak"
"Eh, maaf ..." Awfa menoleh sambil mengambil sepatu yang tak sengaja ia injak saat tengah menggunakan sepatu. Bisa-bisanya ia tidak sadar sebab dari tadi berbicara sendiri, "Maaf ya, kak."
"Iya gapapa, Teh." jawabnya tersenyum.
Dari bahasanya yang berlogat sunda, sepertinya perempuan tersebut berasal dari kota yang berbahasakan sunda atau mungkin asli sini, Bandung. Awfa malu sebab tadi ia sempat berbicara sendiri, tapi beruntungnya perempuan yang ia injak sepatunya baik. Awfa segera beranjak dan mengambil ponsel untuk memesan taxi online. Saat tengah menunggu perutnya terasa mual dan bergemuruh, isyarat untuk minta diisi makanan. Ia menemukan sebuah warung kecil yang tak jauh dari masjid. Warungnya baru saja buka, terlihat dari seorang ibu paruh baya yang bisa dipastikan pemilik warung yang sedang bebenah.
"Punten ..."
"mangga," jawab Ibu pemilik warung.
"Saya mau beli ... ada roti keju tidak, Buk?"
"Duh, punten, Neng. Roti rasa keju mah tidak ada. Adanya kacang hijau sama coklat aja,"
"Oalah, ya sudah roti rasa coklat aja 2, Buk."
Ibu pemilik warung memberikan pesanan Awfa dengan kantung plastik hitam dan Awfa menyerahkan selembar uang limah puluh ribu.
"Aduh, Neng ada uang pas tidak? Ibu baru buka warung jadi belum ada uang receh buat kembalian,"
Awfa mencoba mencari uang pas, satu rotinya tiga ribuan, jadi ia hanya perlu uang enam ribu. Awfa memberikan uang sepuluh ribu, "Kembaliannya ambil saja, Buk. Hatur nuhun,"
Ibunya berterima kasih sembari mengucapkan doa baik pada Awfa, Awfa mengaminkan. Baru saja Awfa berbalik, ia terkejut karena dihadapannya terdapat laki-laki yang baru saja ia pikirkan saat memakai sepatu tadi.
"Awfa," ucap laki-laki itu sembari menatap Awfa, ekspresinya terlihat terkejut.
--***--"Sudah lama ya?"
"Apanya?" tanya Awfa pada laki-laki di sampingnya.
"Tidak bertemu,"
"..."
Awfa hanya bergeming, ia masih mencerna situasi semacam apa ini. Setelah dari warung ia tak sengaja bertemu dengan laki-laki yang kini berada disampingnya. Afnan. Laki-laki yang paling ingin ia lupakan sebab membuat luka dalam hatinya dan keluarganya. Kini mereka malah duduk berdua di sebuah bangku halte. Ia baru tahu kalau ternyata selama ini mereka satu Bus. Orang yang memakai topi, yang berlari mengejar Bus dan yang menjadi imam saat di masjid tadi rupanya adalah Afnan.
Pantas saja aku tak asing. Awfa berucap dalam hati. Selera makannya kini hilang. Rotinya hanya ia pandang.
"Apa kabar kamu dan keluarga?" tanya Afnan.
Dalam hati Awfa rasanya ingin marah dan menjambak rambut Afnan yang tertutup topi itu, apa kabar katanya? Dia pikir dia berhak bertanya begitu setelah apa yang dia lakuin sama aku dan keluarga empat tahun lalu?!
"Awfa?"
"ya?" Awfa tersadar, "oh... Alhamdulillah, kabar baik seperti yang kamu lihat. Keluarga juga baik,"
"Alhamdulillah,"
Tenang Awfa, istighfar.
"Aku senang bisa ketemu kamu lagi,"
Belum sempat Awfa menjawab Taxi online pesananya telah tiba dihadapan, "Ah, taxi onlinennya sudah datang."
"Oh, itu jemputanmu?"
"Ya. Maaf, Afnan. Aku duluan,"
Terlihat raut wajah Afnan yang sendu, seolah tak ingin berpisah dari Awfa juga pertemuanya teramat singkat. Afnan melihat Awfa dan mengangguk, "Ya, hati-hati."
Semoga aku bisa bertemu kembali denganmu. Aku belum minta maaf dengan benar. Syukurlah, kurasa kamu hidup dengan baik. Tapi kenapa kamu pergi sendirian? Awfa tidak sama suaminya?
Afnan berbicara dalam hati sembari memandang kepergian Awfa yang kini telah berada di dalam mobil.
Disisi lain Awfa sempat melihat Afnan dan manik mata mereka bertemu sesaat sebelum akhirnya Awfa mengarahkan pandangannya ke depan mobil.
"Kenapa baru kembali, Afnan ..."
--***--
Jika menyukai cerita ini, jangan lupa vote ⭐ dan share. Kritik, saran maupun komentar mengenai cerita ini dipersilakan.
Jangan lupa follow akun ini dan masukan ke perpustakaan ceritanya jika ingin mendapat notifikasi update cerita.
Terima kasih.❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembaran Lama
Romansa(Romance - spiritual) Pertemuan setelah sekian lama, di tempat tak terduga dengan seorang laki-laki bernama Afnan, mengantar Awfa pada masa lalu yang berusaha ia lupakan. Disisi lain, sang kakek menginginkan Awfa segera menikah sebab umurnya yang me...