Oneshoot - Pregnant?

1.9K 164 10
                                    

"Astaga, jangan makan itu! Perutmu masih kosong." Tangan Seulgi secara relfeks merenggut jeruk di tangan Sehun yang sudah terkupas sepenuhnya, pria itu baru saja akan memasukkan satu lapis ke dalam mulut dan terhenti ketika suara nyaring Seulgi menginterupsinya.

Pagi ini entah apa yang terjadi, Sehun mual-mual hebat. Dia juga terus mengeluh ini dan itu, sehingga memutuskan untuk tidak pergi ke kantor.

"Aku tidak akan dipecat karena tidak masuk kantor satu hari saja."

Begitu kata Sehun saat Seulgi bertanya tentang pekerjaannya. Ya, memang tidak mungkin Sehun dipecat oleh ayahnya sendiri. Lagipula kondisinya juga sedang tidak baik-baik saja.

"Setidaknya makan dulu sarapanmu!" ujar Seulgi, kembali pada kejadian jeruk pagi ini. Sehun merengut kesal, kedua tangannya terlipat di dada, bibirnya mengerucut sehingga wajahnya nampak lucu menurut Seulgi. Gadis itu bahkan hampir terbahak ketika Sehun balas menatapnya tajam.

"Aku tidak bisa makan apa pun, rasanya tidak enak, lidahku pahit sekali. Aku ingin makan jeruk itu." Sehun menunjuk jeruk yang berada dalam tawanan Seulgi dengan cara yang lucu.

"Tidak! Selesaikan sarapanmu baru aku berikan jeruknya." tegas Seulgi.

Piring berisi pancake dengan pasta cokelat dan sedikit taburan keju di atasnya tersedia di hadapan Sehun, tapi pria itu masih enggan meliriknya. Biasanya Sehun akan bersemangat dengan pancake buatan Seulgi, hanya kali ini keadaannya benar-benar berbeda. Ada yang aneh dengan tubuhnya.

Seulgi menatapnya heran karena Sehun masih terdiam, menatap lurus panca di hadapannya tanpa minat.

"Kau sakit?" tanyanya lembut, satu tangannya ia letakkan di dahi Sehun, memeriksa suhu tubuh pria itu.

"Kau baik-baik saja." Seulgi menarik kembali tangannya ketika dirasa tidak ada masalah dengan suhu tubuh Sehun. Normal.

"Aku tidak baik-baik saja, perutku mual sekali." sedari tadi Sehun terus mengeluh tentang kondisi tubuhnya yang menurutnya tidak baik-baik saja. Memang Sehun terlihat tidak sehat, tapi ia tidak demam. Mungkin sebelumnya ia salah makan hingga berakibat buruk pada kondisi lambungnya.

"Ya sudah, kau makan dulu sedikit sarapanmu setelah itu kita pergi ke dokter." Bujuk Seulgi. Bagaimana pun perutnya harus terisi walau sedikit saja, itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

"Aniya!!" rengek Sehun. Pria itu meskipun sudah dewasa tapi tetap saja masih menyimpan rasa takutnya pada dokter.

Astaga. Bagaimana bisa Seulgi berakhir menjadi istrinya seperti ini?

"Lalu kau mau apa?" tanya Seulgi pasrah. Penuhi dulu apa yang diinginkan Sehun baru pria itu akan menurutinya, begitu prinsip Seulgi sejak awal mereka berkencan.

"Jeruknya. Berikan padaku jeruknya!" pinta Sehun seperti anak kecil, ia bahkan menengadahkan kedua tangannya di hadapannya Seulgi meminta kembali jeruk yang tadi dirampas oleh istrinya itu. Entahlah, Sehun hanya merasa bahwa buah berwarna oranye itu adalah obat mujarab dari rasa mual yang Ia rasakan.

"Tidak!"

"Aku akan makan pancake-nya setelah jeruk itu. Aku janji."

"Tidak!"

Jika Sehun bisa terus merajuk, maka Seulgi bisa terus keras kepala. Sebagai seseorang yang sudah mengenal Sehun bertahun-tahun, Seulgi tahu betul bahwa Sehun memiliki penyakit maag. Tidak baik baginya jika ia memaksakan diri memasukkan si buah asam itu dalam keadaan lambung yang kosong.

"Ada apa ini? Kenapa kalian ribut sekali di pagi hari seperti ini?"

Ny. Oh, ibunda Sehun datang dan melihat pertengkaran kecil putra juga menantunya di meja makan. Beliau sedikit maklum karena ia paham betul bagaimana sikap Sehun jika dirinya merasa kondisi tubuhnya kurang baik. Sehun yang manja dan sedikit menyebalkan akan muncul di saat seperti ini.

Perfection (SEULHUN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang