Namanya Ardi Pradhana. Aku bertemu lagi dengannya di hari hujan pertama bulan February dua tahun yang lalu. Saat itu aku menghadiri reuni SMP di salah satu rumah sahabatku, Diah. Dia mengenakan kaos lengan panjang yang digulung setengah lengan dan celana jins biru. Masuk ke ruangan dengan kepala setengah basah dan posturnya yang tinggi, membuat dia lumayan menarik perhatian. Aku tidak memiliki kesan apapun, selain harus mengakui bahwa dia bukan lagi anak culun teman sekelasku di SMP dulu. Acara terus berlangsung dan entah mengapa kawan-kawan mulai menggoda aku dan dia. Kami hanya berbincang beberapa saat ketika di meja prasmanan, tidak lebih dari itu. Namun beberapa kawanku bilang dia kerap kali melihat ke arahku.
Acara berakhir jam 8.30 malam dan satu persatu kawanku pulang. Aku dan 2 temanku yang lain sengaja berlama-lama karena sudah terlanjur janji untuk turut membantu Diah membereskan rumah. Tidak sadar ternyata dia pun menungguku. Setelah basa-basi menanyakan dimana aku tinggal dan pulang dijemput siapa, dia menawarkan mengantarkanku pulang dengan motornya. Aku menolaknya halus dengan alasan sudah pesan taksi. Dia bersikeras. Akhirnya aku menerima tawarannya bukan karena aku tertarik, namun karena setelah 1 jam menunggu entah mengapa taksiku tidak kunjung tiba. Seolah semesta bekerja sama dengannya. Diperjalanan kami banyak diam, namun setelah tiba dirumah dia bertanya apakah aku punya pacar. Aku jawab iya, saat itu aku punya Made yang sudah 1 tahun ini bersamaku. Dia terlihat kecewa.
Beberapa minggu kemudian Ardi kembali menghubungiku. Pesan singkat, telepon. Sepertinya dia tidak menyerah. Aku mengingatkannya bahwa aku sedang bersama Made saat itu, namun dia tidak mau mendengar. Ardi berpikir dia memiliki kesempatan yang layak dicoba, karena dia tahu Made memiliki keyakinan yang berbeda denganku. Lambat laun aku pun mulai tertarik. Ardi bukan sosok yang romantis, namun kegigihan dan keberaniannya menghadapi Made membuat aku terpesona. Sungguh masa-masa itu sangat menguras emosiku. Setelah lebih dari tiga bulan berjuang menurunkan ego-nya ketika aku harus bersama Made dan saat terakhir mereka juga berkelahi, aku memilih Ardi. Situasi itu bukan seperti yang aku mau. Aku bukan wanita cantik seperti bidadari yang patut diperebutkan. Namun logika Ardi ada benarnya. Aku dan Made tidak akan lebih dari jenjang pacaran. Tidak akan. Karena alasan itu juga, Made menyerah.
Saat ini kita sudah genap 2 tahun bersama. Ardi masih sosok yang sama, tidak romantis cenderung sangat logis. Dulu dia sangat aktif di banyak organisasi kampusnya, sampai puncaknya ikut mendaftar salah satu kontes abang none Jakarta.
Awalnya Ardi banyak protes karena kesibukanku di kantor. Namun, sudah 2 minggu ini Ardi mulai jarang menghubungi. Dia sibuk dengan audit kantornya, begitu yang aku dengar.Terkadang dia menjemputku pulang, namun karena jarak kantornya dan kantorku yang lumayan jauh akhirnya aku lebih banyak pulang sendiri menggunakan kendaraan ibuku.
"Di, malam minggu besok mau jalan kemana ?" aku mengirimkan sms disela-sela kesibukanku di kantor. Antusias karena sudah 2 malam minggu terlewati.
"Ras, maaf ya aku ga bisa. Udah janji sama Gilang mau anterin dia ke glodok cari laptop. Hari Minggu aja aku kerumah ya."
Aku tidak membalas. Lalu 1 jam kemudian handphone ku berbunyi.
"Jangan marah doong. Hari Minggu aku bawain martabak kesukaan kamu, habis itu kita bisa makan. Tempat kamu yang pilih. Oke ?"
Aku tetap tidak menjawab sambil berharap dia tahu aku marah karena merasa diabaikan. Mungkin aku sedikit tidak adil karena malam minggu sebelumnya aku yang terpaksa harus lembur.
Hari Minggu dia muncul di rumah sambil membawa apa yang dia janjikan. Dia kembali meminta maaf dan aku memang bukan pendendam. Dia tahu bagaimana kondisi di kantorku. Namun karena sudah 4 bulan berlalu dia pun mulai terbiasa. Ardi bekerja di sebuah perusahaan Jepang yang memproduksi alat musik sebagai staf keuangan. Pekerjaannya lebih stabil, jarang sekali dia kudapati pulang larut malam.
"Ras, temenin aku minggu depan ya. Ada acara sama temen-temen SMA di Tebet hari Jumat."
"Jumat ya ?" aku ragu-ragu. Biasanya bosku yang super menyebalkan itu tidak mau membiarkan aku pulang tepat waktu. "Aku ga janji ya Di, kan hari kerja. Takut tiba-tiba ada laporan atau apa gitu yang mendadak. Kamu tahu kan bos ku."
Ardi terlihat tidak senang. "Gini aja, aku jemput kamu jam 6 ya Ras. Acaranya kan jam 8 tu. Kita langsung ke tempat acara. Jadi kamu hari itu ga usah bawa mobil ibu."
"Aku mau banget nemenin kamu, tapi aku ga bisa janji."
"Masa mau ketemu pacar sendiri abis jam kantor susah banget. Aku deh yang bilang sendiri nanti ke bos kamu." Ardi merengut.
"Waduh jangan. Gini deh, sesuai rencana kamu aja. Aku usahain keluar tepat waktu." Aku mulai menata rencana pulang lebih awal dalam kepala sambil berdoa itu bisa berhasil.
***
Jumat sore pukul 4. Semua laporan sudah aku selesaikan. Hari ini tidak ada meeting bulanan, jadi tidak ada PR khusus dari Mr.Han. Aku melirik meja bosku. Dia masih sibuk dengan laptop nya. Aku bertanya apakah ada tugas tambahan untukku. Dia diam. Pukul 5 sore aku kembali mengulang pertanyaanku. Dia akhirnya memberikan 1 laporan untuk diselesaikan. Ya Tuhan, 1 jam lagi. Aku mulai mengerjakan laporan itu sampai pukul 6.15. Ardi belum menghubungi. Tepat pukul 7 laporan itu selesai. Aku siap-siap ijin pulang.
"Pak, saya sudah email laporannya. Tolong dicek ya Pak. Kalau boleh saya pulang ya Pak, ada keperluan."
"Kamu resah banget. Janjian sama debt collector ?"
"Bukan debt collector Pak, saya janjian sama temen saya."
"Pacar ?"
"Iya Pak"
"Oh ada yang mau sama kamu ? Wah hebat ya, pulang deh. Nanti keburu ditinggal lho, repot kan kalau nanti ga ada pacar kamu, siapa lagi yang mau sama kamu coba."
Aku dongkol bukan kepalang. Namun tetap mengucapkan terimakasih dan beranjak keluar kantor. Handphone ku berdering.
"Ras, sorry ya."
"Kamu dimana Di ? Aku udah diluar kantor nih. Udah susah payah ni Di ngadepin si bos jelek itu." Aku masih merengut ingat perkataan kejam si bos.
"Sayang, aku batal jemput kamu. Ini jalanan macet banget jadi kalau ke Sunter dulu ga akan keburu. Anak-anak nanti udah bubar lagi. Jadi aku ini udah mau sampe Tebet banget ini."
Aku sangat kesal. "Ardiiiiiiiii..."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss and I [Completed]
ChickLitLaras adalah fresh graduate yang baru saja diterima di sebuah start up company. Dia bertemu dengan Krishna, bosnya yang super menjengkelkan. Kehidupan Laras jungkir balik karena perilaku Krishna. Sementara Ardi pacar Laras tidak banyak membantu, La...