Malam itu aku berkendara sendiri. Jalanan padat seperti memberi kesempatan aku untuk berpikir. Dina masih tidak ingin berbicara, itu berarti dia benar-benar jatuh cinta. Apakah aku jatuh cinta? Pertanyaan itu menggantung. Bukan karena aku tidak tahu jawabannya, lebih karena mengakuinya dengan lantang tidak akan memperbaiki keadaan. Tapi ya, aku jatuh cinta. Aku tidak akan berpura-pura paling tidak pada diriku sendiri. Bosku masih pada sikapnya, lebih perhatian, beberapa kali aku tangkap dia sedang mengamatiku.
Aku mencoba mencerna kembali apa yang terjadi selama ini dan segera menyadari betapa terkadang hidup mempermainkanku. Awalnya adalah pekerjaan yang tidak aku inginkan, menjadi pekerjaan yang aku gemari. Aku bahkan tidak membayangkan aku bisa berdedikasi seperti ini sebelumnya. Ardi yang aku percaya, sekarang seperti orang asing, hilang entah kemana. Kemudian aku bertemu dengan orang yang aku benci, sampai ujung ubun-ubun. Tapi sekarang aku bisa sampai di posisi ini. Jatuh cinta pada orang yang sama. Lalu aku merasa seperti punguk merindukan bulan, tapi ketika orang itu mengirimkan sinyal yang sama, rasanya aku ingin pergi. Lucu. Aneh.
Pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan. Apa yang akan aku lakukan sekarang ? Bagaimana jika dia membalas perasaanku ? Bagaimana dengan karirnya ? Aku tidak boleh merusak karirnya. Lalu bagaimana dengan karirku sendiri ? Apa aku egois jika aku ingin keduanya, semuanya ? Aku mengurai satu demi satu, menjajaki kemungkinan-kemungkinan. Aku tiba 1 jam lebih lama. Namun akhirnya aku tahu, apa yang harus aku lakukan.
***
Lalu 2 hari kemudian di ruangan HRD.
"Laras, ini apa?" Ibu Mayang menyodorkan surat pengunduran diriku.
"Kenapa Laras?"
"Saya ditawarkan pekerjaan baru lagi Bu. Lebih dekat dari rumah." Aku berbohong.
"Apa kamu sudah pikirkan baik-baik?"
"Sudah Bu." Aku hanya menunduk.
"Bisa kamu sebutkan nama perusahaannya dan berapa yang mereka tawarkan?"
"Tidak Bu. Karena bukan nominal yang saya cari."
Ibu Mayang mulai membujuk dengan cara halus, mencoba mencari celah agar aku tidak pergi. Aku berbohong, lagi dan lagi. Demi menutupi alasanku sebenarnya. Sampai akhirnya beliau memintaku untuk menyampaikan ini sendiri ke atasanku dan aku hanya mengiyakan.
Aku kembali ke ruangan. Mencoba mencari alasan untuk berbicara dengannya. Lalu hari-hari berlalu tanpa ada kata-kata yang keluar dari mulutku. Sesungguhnya aku pengecut. Aku tidak ingin berpisah dan tidak melihatnya lagi. Aku masih ingin bersama.
Lalu pagi itu, aku menyetujui tawarannya untuk menjemputku ke rumah dan berangkat bersama ke kantor. Tinggal 10 menit perjalanan hingga tiba di kantorku.
"Pak, ada yang mau saya sampaikan."
Dia diam mendengarkan.
"Saya mau resign Pak. Saya dapat tawaran pekerjaan dari tempat lain."
Dia menghela nafas. "Butuh 3 hari untuk kamu bilang ini ke saya setelah kamu pergi ke Ibu Mayang. Apa saya sebegitu menakutkannya?"
"Bukan begitu Pak. Tapi saya cari waktu yang tepat."
"Apa ini waktu yang tepat?"
Aku diam.
"You're not a good liar Laras. Kamu sadar itu kan?" dia menepikan mobilnya. "Apa ini karena saya?"
"Bukan Pak."
"Kalau begitu yang sebenarnya pasti karena saya." Dia memberi jeda. "Kamu sudah baikan sama Dina?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss and I [Completed]
ChickLitLaras adalah fresh graduate yang baru saja diterima di sebuah start up company. Dia bertemu dengan Krishna, bosnya yang super menjengkelkan. Kehidupan Laras jungkir balik karena perilaku Krishna. Sementara Ardi pacar Laras tidak banyak membantu, La...