Perang Korea, 1950
Perang ini adalah konflik antara Korea Selatan dan Korea Utara yang terjadi pada 25 Juni 1950 – 27 Juli 1953. Korea Selatan bersekutu dengan Amerika dan negara – negara PBB. Sedangkan Korea Utara bersama negara – negara Komunis (Uni Soviet dan Tiongkok).
•°•°•
Incheon, 1951
Park Minri harus menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Gadis belasan tahun itu dibawa ke rumah sakit perang di Incheon. Kakinya terkena ranjau dan hatus segera diobati. Minri adalah satu diantara banyak anak Korea Selatan yang menjadi korban perang. Park Hyesong -Ibu Minri, menangis keras saat putrinya dibawa ke ruangan gawat darurat.
Hanya dalam lima jam, Minri hanya memiliki sebelah kaki kanan ditambah kaki kiri yang tidak utuh. Betis, tungkai, dan kaki kiri sudah tidak berada di tempatnya. Gadis itu tidak menangis. Bahkan berusaha tersenyum untuk menenangkan ibunya.
"Tidak apa – apa. Beruntung Tuhan masih memberiku hidup, Mama." Begitu katanya.
Hyesong justru menangis kian menjadi. Putrinya. Putri satu – satunya menjadi korban perang terkutuk ini dan masih bisa tersenyum dan mengatakan jika ia baik – baik saja. Ibu mana yang tahan melihat anaknya seperti itu?
Hyesong memeluk putrinya dalam diam. Minri bisa mendengar isakan pelan ibunya. Jemari mungil gadis itu mengusap – usap punggung Hyesong yang bergetar. Ia bisa merasakan cengkeraman ibunya pada baju yang dikenakannya, sepertinya berusaha meredam tangis.
"Kita pulang? Dokter memberiku kruk ini sebagai hadiah." Minri menunjuk kruk kayu yang dijepitnya di ketiak kiri -membantunya berjalan.
Hyesong mengangguk lalu menggandeng putrinya. Meskipun ia tak tahu kenapa Minri mengatakan kruk itu sebagai hadiah? Dokter memberi Minri kruk itu untuk membantunya berjalan, menunjukkan secara langsung bahwa sekarang putrinya cacat.
Mereka berdua sampai dengan selamat di pos pengungsian sementara. Warga sipil ditempatkan di sini selama perang berlangsung. Meskipun terkadang ada granat yang terlempar cukup dekat dengan pos mereka.
Teman – teman Minri menyambutnya. Bersyukur karena gadis itu masih diberi hidup meskipun tanpa satu kaki yang utuh.
Hyesong dapat melihat semangat Minri yang tak pernah padam meskipun ia harus hidup dengan banyak kekurangan. Gadis itu selalu tersenyum. Menebar kebahagian pada penghuni pengungsian yang lain. Keberadaan Minri disini adalah anugerah.Setiap hari, Minri akan menceritakan dongeng dan cerita dari seluruh dunia yang pernah ia ketahui pada anak-anak yang lebih muda darinya. Mereka selalu menyukai cerita Minri yang penuh dengan akhir yang bahagia dan harapan akan kedamaian.
Di satu sisi, Minri senang bisa menghibur banyak orang. Di sisi lain, gadis itu sadar jika tak baik memberi harapan yang sedikit mustahil pada anak kecil. Itu sama saja membohongi mereka. Karena, ia sendiri tak yakin korban akan berkurang dan perang akan segera usai.
"Harapan tidak akan hilang bagi siapapun yang membutuhkannya," Minri selalu mengatakan itu di akhir ceritanya. Dan itu meresap ke hati dan pikiran teman – temannya. Tanpa mereka tahu, sebenarnya Minri juga sudah cukup putus asa.
"Minri, apa kau tahu sebuah legenda tentang seribu bangau kertas?" Tanya Hyesong. Minri menggeleng.
"Akan Mama ceritakan. Orang Jepang percaya, jika kau bisa melipat seribu bangau dari kertas, maka satu harapanmu akan terwujud. Seperti sebuah sihir."
Minri berbinar. Benarkah itu? Hanya dengan seribu bangau kertas bisa mengabulkan satu keinginannya?
Sejak saat itu, Minri berusaha mencari kertas di seluruh penjuru pengungsian. Tapi tak ada yang tersisa. Semuanya habis akibat perang ini. Buku buku sekolahnya juga. Dan tak ada yang tersisa."Apa yang kakak cari?" Tanya seorang gadis kecil.
"Sekeping harapan." Jawab Minri singkat disertai senyuman.
"Harapan? Boleh aku membantu?"
"Tentu saja. Kau bisa mendapatkan kertas di sekitar sini Harin?" Tanya Minri.
"Sepertinya aku memiliki beberapa. Boleh aku mengajak teman – teman? Agar mereka bisa ikut membantu mencarikan harapan kakak."
Minri mengusap kepala Harin menggunakan tangannya.
"Ya. Ajak teman – temanmu."
Si kecil Harin berlari masuk ke pengungsian, lalu keluar beberapa menit kemudian bersama teman – temannya yang masing masing membawa 3-6 lembar kertas dengan coretan. Minri mengajari mereka cara melipat kertas – kertas itu menjadi sebuah bangau.
"Bagaimana bangau – bangau ini bisa menjadi harapan bagi kakak?" Tanya seorang anak laki – laki.
"Katanya, seribu bangau kertas akan membawa harapan kita kepada Dewa. Itu yang dikatakan Mama." Minri tersenyum dan terus melipat.
Bunyi ledakan, bau mesiu, tangisan anak anak, dan separuh kaki kirinya membuatnya bersemangat.
Sudah lebih dari sepuluh bulan. Minri dan teman – temannya hampir menyelesaikan tujuh ratus buah bangau kertas. Kurang tiga ratus buah lagi dan harapan mereka akan terwujud.
Dua belas bulan.
Lima belas bulan.
Tujuh belas bulan.
Kertas semakin sulit di dapat padahal kurang dari lima puluh bangau lagi. Sebelumnya mereka menggunakan kertas dari kardus bekas pembagian sumbangan bahan pokok atau dari buku buku sumbangan. Bukannya membacanya mereka menyobeknya dan membuatnya menjadi bangau. Tapi, sumbangan tidak datang setiap hari.
Mereka menggantungkan harapan pada mitos yang Minri tahu, belum tentu benar. Tapi seperti apa yang selalu dikatakannya, harapan tidak akan hilang bagi siapapun yang membutuhkannya.
Sudah hampir dua tahun, jumlah burung bangau mereka sudah mencapai sembilan ratus sembilan puluh sembilan.
Hanya kurang dua lagi.Minri melipat dua bangau terakhir dengan hati hati. Satu selesai.
Minri mengambil pulpen dan menuliskan sesuatu pada kertas terakhir,
"Inilah doaku. Doa semua dari anak di sini. Tuhan, jika Kau mendengar harapan kami, kumohon kabulkanlah. Perang ini merenggut semuanya dari kami. Inilah seruan kami. Agar kedamaian menyelimuti dunia ini."
Minri meletakan pulpennya, dan kertas itu terbang.
Gadis itu terkejut. Kertas itu, kertas terakhir berisi harapan mereka. Minri berlari mengejarnya. Walaupun hanya dengan satu kaki.
Kertas itu tidak boleh hilang. Dia sudah menunggu selama dua tahun dan tidak mau menunggu lebih lama lagi. Jika ia tidak bisa membawa kertas itu kembali, menyelesaikan seribu bangau mereka, ia akan mengecewakan teman temannya. Tidak.
Minri meninggalkan kruknya da melompat. Berkali kali ia terjatuh. Kertas itu terus saja melayang tanpa bisa ia gapai.BRUK.
DUAR.
Terlambat.
Minri tersandung dan terjatuh tepat di atas ranjau. Ia tak sadar sudah terlalu jauh dari area aman.
Park Minri. Hidupnya berakhir demi harapannya pada seribu bangau kertas.
Sekarang bukan hanya separuh kaki kirinya yang hilang. Tapi semuanya. Seluruh tubuhnya hancur dan berceceran akibat ledakan ranjau. Saat itu angin berhenti dan kertas terakhir itu jatuh. Tepat di atas potongan tangan Minri.
PARK MINRI
24 JANUARI 1940 – 25 JULI 1953•°•°•
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok , dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan , Syngman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Namun secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.
FIN
YOU ARE READING
Thousand Origami Cranes
Tarihi Kurguこれはぼくらの叫びです これは私たちの祈りです 世 界に平和をきずくための "Ini adalah seruan kami. Ini adalah doa kami. Untuk membangun kedamaian di dunia." -Sasaki Sadako's Statue