Chapter 00

8K 790 63
                                    

"Kau menyadari bahwa kau tidak bisa lagi tinggal di sini," kata pria itu ringan sementara wanita itu terdiam dan mendengarkan dengan setengah hati.

"Aku akan mengutus seseorang untuk membawamu pergi. Itu yang harus kau lakukan dan tidak ada bantahan. Tentu kau cukup cerdas untuk menerima semua ini, bukan?"

Wanita itu masih bergeming. Bahkan setelah mulutnya memberikan pernyataan bahwa orang itu tidak seharusnya menolongnya.

"Kau tidak seharusnya menyelamatkanku," bisiknya lemah.

Pria itu berdecak. "Aku memang tidak menyelamatkanmu, Azzura. Aku hanya menyelamatkan sepupuku yang mungkin akan menggila karena kematianmu."

Dan hanya itu kalimat yang pria katakan sebelum meningalkan wanita yang kini termangu. Ia akan pergi dan dirinya sangat yakin bahwa tidak ada kesempatan lain untuk menginjakkan kakinya di negara ini. Itu artinya, dia tidak lagi bisa melihat putranya. Putra kandungnya. Seseorang yang telah mendiami rahimnya selama sembilan bulan belakangan ini. Seorang pria kecil yang hari ini tepat berusia tiga bulan. Oh Tuhan...

"Saya akan membawa barang-barang ini, Ma'am," ujar pelayan yang tengah selesai mengepak barang-barang Azzura.

Azzura hanya memalingkan wajahnya ke arah jendela kamarnya. Melihat ujung bunga-bunga ceri yang bersemi dengan indahnya. Ini pun kali terakhir ia bisa melihatnya dalam kamar yang sama. Kamar yang pernah ia tempati sejak ayah angkatnya membawanya ke rumahnya.

"Kau tahu bahwa aku ingin kau ada di sini. Tapi situasi yang terjadi tidak memungkinkan," ujar suara berat yang terdengar dari bibir pintu. Tanpa Azzura menoleh pun dirinya tahu bahwa di sana berdiri pewaris resmi dari ayah angkatnya yang telah kembali dari kematian yang mengancamnya.

"Aku ingin mengenal saudaraku. Dan kurasa kau lebih tahu banyak hal mengenai ayahku," tambah pria itu yang membuat Azzura menggigit bibirnya. Tubuhnya bergetar karena rasa sesak. Sebab dialah penyebab sang ayah mengakhiri hidupnya.

"Aku percaya bahwa bukan karenamu ayahku meninggal. Dia hanya sudah merasa bosan dengan hidupnya," keluh pria itu lagi sembari melangkahkan kakinya mendekati Azzura. "Kau harus bahagia. Itu pasti apa yang diinginkan oleh ayahku," ujarnya lagi dengan mengusap lembut ujung kepala Azzura. Hal yang sama, yang selalu ayah angkatnya lakukan kepadanya.

Azzura mengangguk. Masih dengan keras kepala tidak ingin menolehkan wajahnya dan melihat rupa pria titisan ayah angkatnya dengan lebih jelas.

Tanpa banyak kata lagi, pria itu akhirnya pergi. Sementara Azzura mulai menghitung kelopak bunga Ceri yang berguguran karena terbawa angin musim semi. Setelah hitungannya ke seratus. Setelah dirinya yakin bahwa ia bisa mengendalikan dirinya agar tidak menangis, ia lalu bangkit. Menemukan pelayan berusia menjelang akhir empat puluh tahun dengan wajah ramahnya. Dia adalah Penny. Dan pelayan itu sudah mengurusnya sejak dirinya kecil.

Tidak perlu orang cerdas untuk menerka bawa Penny akan ikut ke mana pun Azzura pergi. Penny juga sebatang kara setelah kematian suaminya. Dan Azzura, sama sepertinya ketika menyadari bahwa ia tidak akan lagi melihat putranya. 

Walaupun semua itu salah...

Azzura mendengarnya. Mempercepat langkahnya ketika suara tangisan bayi yang terdengar akrab memenuhi indra pendengarannya. 

Dan suara itu...

Napas Azzura hampir hilang. Jantungnya sudah bertalu dengan kencangnya. Langkah kakinya semakin cepat dan ia bahkan hampir terjungkal karena gaun yang ia gunakan mempersulit langkahnya.

Namun suara itu semakin jelas. Ia mendorong pintu yang menyambungkannya dengan halaman belakang. Tempat kereta yang membawanya ke daratan Skotlandia sudah menunggu. Dan di sanalah dia. Di sanalah mereka.

Azzura tidak bisa merasa seterkejut ini. Melihat pria itu, dengan netra biru dan surai pirang gelapnya sedang mendekap buntalan yang sedari tadi merengek dengan keras. Pria itu bahkan menggumamkan kata-kata penenang agar suara tangisan itu mereda dan hanya mendapati kesia-siaan.

Netra biru dan violet itu bertemu tidak lama setelah Azzura melihat semuanya. Dan pria itu, yang masih mendekap bayinya --bayi mereka-- lalu berjalan mendekati Azzura. Mengulas senyum sangat tipis di bibirnya dan menunduk kepada bayinya.

"Calm down, kid. Mamamu ada sini," bisiknya pelan di telinga bayi itu. Matthew lalu mendongak dan menatap Azzura dari balik bulu matanya. Dan Azzura kembali kehilangan napasnya. Apa lagi ketika tubuh Matthew mendekat sehingga dirinya bisa mencium aroma hutan pinus yang menguar darinya.

"Kurasa dia merindukanmu," ujarnya kepada Azzura dengan tatapan yang tidak pernah meninggalkan bayinya. Bayi mereka.

***























Kaget?
Saya pun sama.
😂
Setelah mabok nambah chapter untuk CatchingThe Duchess, ada aja rupa Matthew yang lewat.
Lagi nyari masa.
Siapa tahu penggemar Matthew Azzura pada mampir. 😅
Jangan lupa vote + komentar! 😘

ReservedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang