"Kami tidak menikah."
"Dia bukan istriku," ujar Matthew dan Azzura bersamaan. Keduanya lalu saling bertatapan untuk sedetik sebelum sama-sama mengalihkan pandangannya.
Ada yang terasa nyeri di ulu hati masing-masing. Azzura, ketika mendengar bahwa dirinya bukanlah istri dari Matthew –dan memang itulah kenyataannya– merasa bahwa bisa saja, keberadaan Matthew terlalu mewah dalam hidupnya.
Sementara Matthew, ketika mendengarkan penolakan dari wanita yang telah melahirkan anaknya merasa hujaman pedang kasat mata yang langsung menancap di jantungnya. Wanita itu mengatakan bahwa mereka tidak menikah. Kata tidak yang Matthew pikir memiliki makna sebagai penolakkan. Setidaknya, jika Azzura menggunakan kata belum, ia akan cukup terhibur karena belum, bisa berarti akan dilakukan cepat atau lambat.
"Apa maksudnya itu?" tuntut sang paman yang telah membawa Zach ke dalam pelukannya. Bayi berusia tiga bulan itu masih bermain-main dengan cambang milik sang kakek dan sesekali mengoceh dengan bahasa bayi yang menggemaskan.
"Apa maksudnya cucuku tidak menyandang nama Scott di belakangnya?"
Azzura menelan ludahnya susah payah. Ia menatap gugup kepada pria tua yang masih tampak gagah itu dan merasakan juga tatapan tajam dari pria di sampingnya yang menatapnya penuh kewaspadaan.
"Tidak. Kupikir dia menggunakan nama lain," tukas Azzura menjawab pertanyaan sang laird.
"Apa maksudnya ini?" desis Geofrey yang membuat kedua orang di hadapannya terpaku sementara sang bayi tidak terpengaruh dan ikut menatap kedua orang tuanya dengan tatapan bingung. "Masuk dan ceritakan apa yang terjadi!" titahnya lagi dan berderap tanpa sekali pun berniat memberikan cucunya kepada Penny yang terlihat menunggu hal itu terjadi.
Mereka lalu memasuki ruangan tamu dengan satu sofa panjang dan dua kursi dengan bantalan kain beludru yang melingkari sebuah meja dengan ukiran kayu keluarga MacAlphin. Dengan sekali sentak, MacAlphin lalu menarik salah satu kursi dan membawanya menghadap sofa panjang di hadapannya.
"Duduk!" perintahnya lagi sembari menatap sofa panjang kosong. Tanda bahwa kedua orang terdakwa di hadapannya harus menempati sofa yang sama.
Matthew hanya menghela napas panjang dan menuruti segala perintah sang paman. Salah satu orang yang tidak bisa dibantahnya selain kedua orang tuanya dan Thomas adalah sang paman. Sikap pemaksa dan otoriter milik sang paman bahkan lebih parah dari Thomas yang menyebabkan kedua orang itu tidak pernah bisa berdamai jika disandingkan dalam satu tempat yang sama.
Dan seringnya, inti permasalahan dari kedua orang yang memiliki pembawaan dalam bersikap itu adalah untuk memperebutkan dirinya. Berlomba untuk menjadi orang yang harus Matthew hormati dan patuhi. Atau dengan kata lain, mereka berlomba untuk menjadi lebih unggul dalam hal prioritas bagi Matthew. Dan keadaan seperti itu seringkali membuat Matthew berada dalam situasi yang sulit.
"Tunggu apa lagi?" ujar Geofrey ketika melihat Azzura yang menatap mereka dengan tidak yakin.
Matthew mengangguk kepadanya, memberi pengertian bahwa dirinya tidak akan bisa menang melawan pria tua di hadapannya. Ia lalu tersenyum begitu melihat putranya menguap di dalam dekapan sang laird dan matanya yang sudah kembali sayu. Setidaknya, terdapat satu orang di ruangan ini yang tidak merasakan intimidasi dari sang laird yang pemarah.
"Jelaskan kepadaku! Semuanya!" pintanya tegas sementara tangannya menepuk-nepuk punggung Zach dengan ritme teratur dan membuat bayi tersebut bergelung nyaman di pangkuannya.
Azzura menarik napas panjang sebelum ia berujar, "Namaku dulu adalah Azzura Rees. Putri angkat Duke of Gordon ke-X." Ia lalu memberi jeda untuk melihat reaksi dari laird di depannya. Berita mengenai dirinya dan segala hal mengenai keturunan Gordon pasti telah menyebar dan sampai hingga ke negara ini. Ia akan menerima segala bentuk penghakiman yang akan diberikan oleh sang laird dan ketika ia tidak menemukan perubahan dari wajah Geofrey MacAlphin, ia kembali meneruskan apa yang ingin disampaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reserved
Historical Fiction❤ Azzura - Matthew Azzura Rees tidak bisa lagi tinggal di tanah kelahirannya akibat kesalahan yang pernah dia lakukan di masa lalu. Itu hukuman yang pantas baginya. Meninggalkan semuanya. Masa lalunya, mimpi-mimpinya, cintanya, dan juga... anaknya...