JBJ - SHOWER #2

55 3 0
                                    

Seminggu kemudian, sesuatu terjadi di rumah keluarga Donghan. Kenta menatap dari jendela kamar tidurnya ketika pak Donghan berlari tergopoh-gopoh keluar rumah dan membuka pintu mobilnya. Ia kemudian berlari masuk kembali dan muncul beberapa menit kemudian, mendorong kursi roda sang nenek menuruni tangga rumah. Ia tampak lebih lemah dari biasanya. Bobotnya mungkin tak lebih dari 35 kilo. Kepalanya terkulai di bahu kanannya.

Namun kenta tahu nenek itu masih hidup.

Kenta tahu karena matanya terus mengawasinya sepanjang waktu.

Pak Donghan menggendongnya dan memasukkannya ke dalam mobil. Ia lalu melipat kursi rodanya dan menjejalkannya ke bagasi. Ia dengan cepat melompat masuk ke dalam mobil diikuti istrinya.

Wajah nenek itu masih terlihat di jendela mobil. Ia masih menatap Kenta. Wajahnya tanpa ekspresi, bahkan tanpa emosi sedikitpun terpancar. Lidahnya sedikit tergantung di sisi mulutnya, namun matanya ... matanya sangat hidup. Matanya masih terpaku ke arah Kenta.

Mobil itu keluar dari pekarangan dan melaju, menghilang ke dalam lalu lintas.

Orang tua Kenta telah mendengar dari tetangga lainnya bahwa kondisi nenek itu memburuk dan mereka harus membawanya ke panti jompo di tengah kota. Mereka rasa ia takkan kembali ke rumah itu. Kenta langsung naik ke kamar tidur dan melihat ke seberang jalan. Ia tersenyum. Untuk pertama kalinya sejak keluarga Donghan datang, jendela kamar itu akhirnya kosong.

Keluarga Donghan masih tak kembali keesokan harinya. Tak ada mobil terparkir di depan rumah mereka. Malamnya, kenta kembali mengintip ke kamar nenek itu. Tak ada siapapun di sana. Tak ada kursi roda. Namun lampu kamar nenek itu masih menyala. Kenta mengatakannya pada ayahnya karena hal itu sangat aneh. Tetapi ayahnya hanya mengatakan bahwa mereka mungkin memasang timer di lampu kamar itu.

Kenta terbangun di tengah malam dan dengan gugup mengintip melalui jendela kamar tidurnya. Lampu kamar nenek itu masih menyala. Tiba-tiba saja lampu tersebut mati dan ia segera menyembunyikan diri di balik selimut. Ia kemudian perlahan bangun dan mengintip kembali, berharap akan terlihat siluet nenek yang seperti tengkorak itu. Kenta menunggu selama 10 menit sambil memicingkan matanya. Tak terlihat seorangpun di kamar itu, namun lampu kamar menyala lagi, kemudian padam kembali.

Ia memutuskan tidur kembali di lantai sambil memeluk bantalnya.

Kenta ada jadwal latihan baseball keesokan sorenya. Ketika ia tiba di rumah, rumahnya dalam keadaan kosong. Orang tuanya sedang berada di pertandingan softball adiknya. Kenta pun segera menuju pancuran di kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Setelah 3 menit berada di bawa pancuran, ia merasa dingin. Tak masuk akal, ia menggunakan air hangat. Sepertinya uap panas air ini meloloskan diri ke luar kamar mandi, yang baginya sama sekali tak masuk akal pula, sebab Kenta menutup rapat pintunya. Kenta tak bisa melihat dengan baik karena shampoo yang mulai menetes ke matanya. Kemudian ia mendengar suara yang akan menghantuiku seumur hidupku.

Cincin metal yang mengikat bagian atas tirai seakan menjerit ketika tirai kamar mandi secara perlahan dibuka.

Seseorang masuk ke kamar mandi.

Rasa perih dari shampoo serasa menyengat matanya. Namun ia masih bisa melihat bayangan gelap di balik tirai. Jemari2 kurus, panjang, dan pucat menyeret tirai hingga membuka perlahan.

Di sana berdiri nenek itu. Kenta mungkin hanya memandangnya selama sedetik atau dua detik, namun waktu seakan berhenti. Setelah bertahun-tahun, ia masih tak bisa melupakan bayangan mengerikan itu dari benaknya.

Rambutnya yang putih acak-acakan. Kegilaan serasa memancar dari matanya. Tulang yang terlihat menonjol dari balik kulitnya yang keriput. Gumpalan daging yang menggantung di tubuhnya, seakan tak lagi terikat dan hanya menunggu jatuh di lantai. Serta kulitnya yang pucat bak mayat ... semuanya itu membuat Kenta bermimpi buruk, bahkan setelah bertahun-tahun kemudian.

Nenek itu tersenyum dengan cara yang sangat menakutkan dan air hangat yang tadi mengguyur tubuh Kenta dari pancuran seakan tak mampu menghangatkan tubuhnya yang seketika membeku. Di tangannya, Kenta melihat nenek itu memegang pisau, sebuah pembuka surat.

“Agustus ...” ia bergumam, “Agustus ... Agustus .... Agustus ...”

Kenta langsung berlari melewatinya dan mendorongnya hingga tubuhnya terjerembab ke lantai. Ia segera berlari menuruni tangga, masih basah kuyub. Dalam kepanikannya, entah bagaimana ia masih ingat bahwa ia sedang telanjang. Kenta segera menyambar celana dari ruang cuci hingga menjatuhkan keranjangnya dengan keras ke lantai. Kenga kembali berlari ke luar rumah, ke tempat tetangga yang sekaligus temannya.

TBC

KPOP CREEPY PASTAWhere stories live. Discover now