Peringatan - 3

3.8K 246 23
                                    

TERLAHIR INDIGO

BAGIAN DUA

PERINGATAN

👀👀👀

3

El Pov


Semenjak Elisa memperingatkanku untuk tidak terlalu dekat dengan Alya, hubungan pertemanan antara aku dan Alya pun sedikit merenggang. Akhir-akhir ini aku dan Alya jarang sekali mengobrol, padahal sebangku.

Ibarat sebuah alarm tanda bahaya, perkataan Elisa selalu terngiang di telingaku kala aku berada di dekat Alya. Seolah-olah Alya seperti sesuatu yang berbahaya sehingga harus kuhindari, jika tidak maka akan menimbulkan masalah.

Oh, shit!

Untuk yang kesekian kalinya aku menguap lebar tanpa menutup mulutku, persetan dengan kesopanan karena yang kuinginkan sekarang adalah suara bel istirahat. Aku memandang malas Pak Imron yang sedang berdiri di depan kelas dengan kedua tangan berada di belakang, rambut hitam legam berponi agak panjang menjadi ciri khasnya. Bukannya mengajar pelajaran sejarah, Ia malah berceloteh ria membahas apa saja yang Ia inginkan seolah-olah materi itu tidak penting. Mendengar suaranya saja sudah membuatku mengantuk.

Aku mendengus sebal, tidak ada teman mengobrol yang bisa mengusir rasa kantukku. Sejak tadi pagi Alya mewakili kelasku untuk menghadiri acara pemakaman Agatha Erista siswi kelas sebelah, Ia meninggal dunia tadi pagi akibat kanker kelenjar getah bening yang menggerogoti tubuhnya sejak satu tahun yang lalu.

Kriiing...

Inginku berteriak histeris mendengar suara yang sangat indah itu! Thanks God!

"See you next time!"

Pak Imron melangkahkan kakinya keluar dari kelas, bertepatan dengan masuknya seorang siswi berkuncir kuda yang selama ini duduk sebangku denganku, Alya Zanufa Avanthie.

Aku dapat melihat raut wajahnya yang sedih, matanya sayu, dan hidungnya sedikit merah. Penampilan seperti itu biasanya terlihat jelek di mata orang, tapi entah mengapa Alya tampak begitu imut dengan penampilan seperti itu.

Aih, apa yang sedang kupikirkan?

Alya duduk di sampingku, Ia mengambil buku paket sejarahku dan meletakkan di mejanya. Ia menjatuhkan kepalanya di atas buku itu dengan posisi menghadap diriku, kemudian Ia memejamkan kedua matanya. Aku dapat menatap terang-terangan wajah cantik Alya.

"Mengapa kau menatapku seperti itu?" kata Alya masih dalam keadaan mata terpejam.

"Eh," aku terkejut, "tidak, aku tidak menatapmu."

Alya membuka kedua matanya, kedua bola mata coklatnya menatap dalam kedua mata hitamku. Dengan gerakan yang sangat cepat, tiba-tiba Ia memelukku. Aku dapat merasakan kedua tangan Alya melingkar di leherku. Aku masih dalam keadaan terkejut, aku hanya bisa diam tak berbuat apa-apa.

"Biasanya kalau aku sedih, aku akan memeluk ayahku." Kata Alya masih dalam posisi memelukku.

Teman sekelasku yang masih ada di dalam kelas melihatku, ada yang terang-terangan namun ada juga yang sekedar melirik. Aku malu dilihat dalam keadaan seperti ini, kuputuskan untuk memejamkan kedua mataku.

"Di sini tidak ada ayah, jadi aku memelukmu." Kata Alya sambil melepas pelukannya.

Aku melihat bekas air mata di sudut matanya, kuulurkan kedua tanganku ke wajah Alya dan kuusap pelan sudut matanya sambil tersenyum.

Terlahir IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang