9

11.8K 1.1K 69
                                    

Rachel pikir lelaki yang tengah menindihnya itu akan segera melepaskan pakaiannya, memaksa si gadis untuk melepas pakaiannya juga, dan mereka akan mulai melakukan apa yang Rachel tonton dalam video dewasa. Namun ternyata dugaannya salah besar. Karena lelaki itu justru terduduk sambil tertawa terbahak-bahak.

"Kau pikir aku akan benar-benar melakukan itu padamu?" ledek Gray sambil menyeka air mata bahagianya di sela-sela tawanya.

Rachel mengerucutkan bibirnya sambil menatap Gray kesal. Ia ikut merubah posisinya menjadi duduk. Seharusnya ia tahu bagaimana kurang-ajarnya tetangganya itu jika sudah menyangkut menggoda orang lain, terutama dirinya.

"Kecilkan suaramu, itu tidak lucu," kata Rachel ketus dan itu berhasil membuat tawa Gray memudar.

"Rachel, Rachel," Gray menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau benar-benar akan membiarkanku jika aku memang ingin melakukan itu, ya?" tanyanya heran.

Rachel mendengus. Ia lalu kembali berbaring dan menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya, bahkan sampai kepala. Ia malu luar biasa. "Pergi sana. Aku mau tidur," usirnya dari balik selimut sambil menendang Gray agar lelaki itu turun dari tempat tidurnya.

Gray tidak menjawab. Namun Rachel dapat merasakan pergerakan di atas kasurnya dan langkah kaki di lantai. Lelaki itu pasti mengindahkan kata-katanya dengan turun dari tempat tidur dan pergi. Rachel menghela napas lega. Ia kini harus berusaha melupakan semua hal memalukan yang telah ia perbuat malam ini, walau sepertinya itu tidak mudah.

Ingin memastikan bahwa Gray benar-benar pergi, Rachel membuka selimutnya. Namun betapa terkejutnya ia melihat lelaki itu masih berdiri di sana, di samping tempat tidurnya. Dan apa Rachel tidak salah lihat? Ia tengah membuka baju yang membalut badannya.

"Apa yang kau lakukan?!" seru Rachel kaget.

"Menuruti perkataanmu," jawab Gray santai, kini ia mulai menurunkan resleting celana panjangnya.

"Aku menyuruhmu untuk pergi!"

Gray menggelengkan kepala. "Tidak sebelum aku menuruti perkataanmu yang sebelumnya," katanya sambil melepaskan celananya dan meninggalkannya di lantai, menyisakan hanya sebuah boxer tipis untuk menutupi bagian selangkangannya. Kini ia kembali naik ke atas tempat tidur Rachel. "'Berhenti mempermainkanku dan ayo kita mulai saja, Winterstorm. Kita buktikan kalau aku bukan gadis kecil', kau ingat?"

Rachel menggigit bibir bawahnya. Bukan karena Gray dapat mengingat betul perkataan bodoh yang ia ucapkan itu, namun karena fakta bahwa lelaki itu kini telah merangkak mendekatinya dan kembali mengambil posisi di atasnya, persis seperti sebelumnya.

"G-Gray, a-aku tidak serius s-soal itu...," kata Rachel gelagapan.

"Oh, benarkah?" tanya Gray. Namun kemudian sebuah senyum miring terulas di bibirnya. "Tapi kau kelihatan sangat serius mengatakannya,"

Rachel menelan ludah. Matilah dia. Gray tidak mungkin bercanda lagi. Lelaki itu telah menanggalkan pakaiannya dan itu berarti ia serius soal ini. Rachel kembali berpikir untuk memilih mencoba dan menikmatinya, namun sisi lain hatinya kembali bertanya, siapkah ia merasakan sakitnya?

"Kau siap, gadis kecil?" suara Gray terdengar saat Rachel masih berdebat dengan dirinya sendiri.

Rachel menggertakkan giginya. Peduli amat soal rasa sakit dan keperawannya, ia harus membuktikan pada lelaki ini bahwa ia bukan anak kecil! Ia telah dewasa!

"Just do it, Winterstorm," desis Rachel.

Gray cukup terkejut mendengar itu. Namun jelas perkataan Rachel itu tak akan membuatnya mengurungkan niatnya. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah si gadis, dengan smirk masih terulas di bibirnya, ia berbisik, "Aku selalu ingin merasakanmu sejak pertama kali kita bertemu,"

neighbor with benefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang