Keesokan harinya, Rachel pikir semua akan berjalan seperti biasanya, walau pada kenyataan kejadian kemarin malam kelewat tidak biasa untuknya. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, pernahkah ia melakukan hal biasa dengan Gray Winterstorm?
Rachel tidak tahu apa yang akan harus ia lakukan jika bertemu tetangganya itu setelah semalam, well, menikmati untuk menyentuh tubuhnya. Dan jujur saja ia tidak bisa tidur nyenyak karena terus memikirkan hal itu. Terlebih lagi, jika ia tidak salah merasa, Gray berusaha menciumnya? Rachel memang belum pernah berciuman dengan lelaki mana pun, tapi itu bukan berarti ia tidak tahu tanda-tanda seseorang yang mengajak berciuman. Ia banyak menonton itu di film dan drama, dan semua gerak-gerik Gray semalam sama seperti yang ia tonton.
Rachel menarik napas dalam-dalam begitu melihat mobil Jaime yang telah berhenti di depan rumahnya. Ia akhirnya bertekad untuk berlaku layaknya tidak ada yang terjadi, seperti yang ia dan Gray biasa lakukan saat mereka bersama yang lain. Namun dahinya tertekuk begitu masuk ke dalam mobil: si rambut abu tidak ada di sana.
"Selamat pagi," sapa Jaime sambil tersenyum saat Rachel dan Kenzie duduk di kursi belakang mobilnya.
"Pagi, Jaime. Well, dimana Gray?" tanya Kenzie. Pertanyaan yang juga berputar-putar di kepala Rachel namun terlalu takut untuk ia lontarkan.
"Anak itu demam," jawab Jaime. "Entah apa yang ia lakukan semalam, ia jadi masuk angin,"
Rachel tersentak. Sial, itu pasti karena Gray terus mencoba bertelanjang dada saat bersamanya, terutama kemarin malam. Kasihan, anak itu jadi sakit. Tapi kemudian Rachel berpikir apa ia benar-benar sakit. Well, seorang bertubuh bugar seperti Gray Winterstorm bisa jatuh sakit? Bisa saja itu hanya akal-akalannya karena terlalu malu untuk Rachel atas apa yang telah mereka lalukan semalam.
"Apa ia akan baik-baik saja sendirian di rumah?" tanya Kenzie lagi.
"Aku telah memasak dan meninggalkan obat untuknya. Seharusnya ia baik-baik saja," kata Jaime sebelum akhirnya menoleh ke belakang lalu tersenyum. "Kita berangkat sekarang?"
***
Rachel melihat ke arah jam dinding di kamarnya setelah menutup laptopnya. Hampir tengah malam. Ia baru saja selesai memburu abs di internet, namun entah kenapa ia masih belum merasa puas. Ia merasa ada yang kurang.
Pikirannya kembali melayang pada Gray. Jujur saja, seharian ia tidak dapat berhenti memikirkan tetangganya yang katanya sedang sakit itu. Dan ia memilih untuk mencari-cari gambar abs untuk mengalihkan pikirannya, walau ia selalu berakhir kembali memikirkan lelaki berambut abu itu.
Rachel menghela napas. Ia meletakkan laptopnya di meja kecil di samping tempat tidurnya. Kemudian ia menarik selimutnya, berencana akan tidur, namun niatnya itu urung begitu ponselnya berbunyi.
Ia mengambilnya dan senyum terulas dengan sendirinya di bibirnya begitu melihat sebuah pesan yang ia terima.
From: +8212041994
Kau sudah tidur?Rachel buru-buru membalasnya.
To: +8212041994
Sudah.From: +8212041994
Lalu bagaimana caranya kau membalas pesanku?To: +8212041994
Sleep-typing.From: +8212041994
Bodoh.
Keberatan membantuku?To: +8212041994
Keberatan.From: +8212041994
Rachel, aku sedang sakit dan butuh bantuanmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
neighbor with benefits
Short Story"Kutebak kau tidak pernah melihat satu abs pun secara langsung. Jadi aku akan berbaik hati memperlihatkan milikku, bagaimana menurutmu?" adalah rentetan kata tidak masuk akal yang memulai sebuah barter keuntungan di antara dua remaja yang saling ber...