8

10K 1.2K 75
                                    

Makasih buat yang sudah komen ♡
Karena lebih banyak yang minta pakai nama fiksi aja, jadi cerita ini ga bakal aku edit yaaa ^^


Dua hari berlalu sejak kejadian 'burung' itu dan semuanya masih terekam jelas di ingatan Rachel. Masih terngiang-ngiang di telinga Rachel bagaimana suara berat Gray membisikkan pertanyaan aneh itu. Dan dengan mengingatnya saja berhasil membuat si gadis bergidik ngeri.

Sejak hari itu, Rachel menjauh dari Gray. Ia tidak pernah menjawab ketika Gray mengajaknya bicara atau pun saat Gray berusaha menelepon dan mengiriminya pesan. Rachel tidak bisa mengelak bahwa ia takut. Walau mereka baru mengenal seminggu lamanya, namun Rachel tahu betul bagaimana overconfident-nya Gray jika bersangkutan soal tubuhnya. Ia mulai mengingat beberapa hari ke belakang bagaimana lelaki itu memaksa untuk memperlihatkan abs-nya dan jujur saja Rachel takut Gray kini akan mencoba untuk memamerkan kemaluannya.

Bulu kuduk Rachel merinding. Tidak ingin kembali memikirkan lelaki itu, ia akhirnya memilih mengambil laptopnya dan menjelajahi abs di internet. Namun ia tidak dapat fokus untuk menikmati bagian tubuh pria favoritnya itu, pikirannya terpecah. Karena jujur saja, ini bukan hanya soal 'burung' Gray, namun juga karena fakta bahwa gadis itu merindukannya. Sudah dua hari mereka tidak benar-benar berkomunikasi.

Rachel menutup layar laptopnya dengan kasar lalu mengambil ponselnya. Dibukanya chat Gray yang tidak pernah ia balas. Ingin sekali ia mengetik 'aku merindukanmu' lalu mengirimnya. Namun Rachel menghela napas. Ia tidak bisa melakukan itu. Ia yang memilih menghindari Gray tapi ia sendiri yang berujung merindukannya? Mau ditaruh di mana harga dirinya?

"Ponselku di rumah. Aku tidak akan bisa membalas pesanmuㅡ" tiba-tiba terdengar suara dari jendela kamar Rachel yang berhasil membuat si pemilik kamar tersentak kaget karena mendengarnya. "ㅡwell, kalau kau memang akan mengirimiku pesan," sambungnya.

Rachel memandangi lelaki yang tengah duduk santai di jendelanya itu dengan tidak percaya. Bukan tentang bagaimana lelaki itu melakukannya ㅡkarena Rachel harusnya tahu bahwa Gray bisa saja memanjat masuk ke kamarnya seperti itu, namun tentang fakta bahwa Gray seolah dapat membaca pikirannya. Namun bagaimanapun, perasaan senang terbesit dalam benak Rachel setelah akhirnya melihat kedatangan si lelaki tepat saat ia merindukannya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Rachel dengan nada dibuat seketus mungkin.

Gray melompat masuk. "Memperlihatkanmu sesuatu," jawabnya sambil tersenyum.

Rachel menghela napas. Ia seharusnya tahu ini akan terjadi. Gray tetaplah seorang Gray. Lelaki itu tidak akan puas sampai Rachel benar-benar melihat apa yang ingin ia perlihatkan.

Belum sempat Rachel melayangkan protesnya, Gray sudah mengangkat t-shirt yang ia kenakan. Rachel sudah bersiap untuk berteriak. Ia tidak peduli Kenzie akan mendengarnya dan memergoki mereka berdua. Namun ternyata ia salah besar, karena Gray mengeluarkan sesuatu dari dalam bajunya.

"Ia sudah sembuh," kata Gray senang sambil memperlihatkan Rachel apa yang kini ada di genggamannya.

Mengurungkan niatnya untuk berteriak, Rachel memperhatikan apa yang Gray bawa. Itu adalah anak burung yang waktu itu Gray perlihatkan. Luka di sayapnya tampak telah mengering dan ia tengah berusaha untuk terbang.

Gray tersenyum senang. "Aku berencana akan melepasnya sekarang," katanya. "Bersamamu,"

Rachel tertegun, memandangi Gray dalam diam. Ia tidak dapat mendeskripsikan bagaimana ia merindukan senyum manis lelaki itu. Dan dengan melihat itu berhasil membuatnya sekujur tubuhnya terasa hangat.

"Ayo," ajak Gray sambil berjalan mendekati jendela.

Rachel mengikutinya lalu berdiri di sebelahnya. Gray mengelus kepala anak burung itu dengan lembut sambil berkata, "Waktunya berpisah, kawan kecil,"

neighbor with benefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang