AELLIA-Part 13 -PETAK KOLAM YANG MENGGIDIKKAN BULU ROMA

15 0 0
                                    


AELLIA

Part 13 - PETAK KOLAM YANG MENGGIDIKKAN BULU ROMA

Karya: #KakashiDSensei

"Parto!", terdengar suara laki-laki, "Ayo kita ke kolam, sepertinya kita mendapat monyet besar lagi."
Orang yang disebut Parto dengan langkah lamban bergerak mengikuti temannya. Tangannya menggenggam golok siap untuk ditebaskan pada leher sang monyet. Sudah sering sekali mereka mendapatkan monyet pada jebakan jaring itu.

Sesampainya di kolam mereka memeriksa satu persatu petak-petak kolam tersebut, barangkali ada jaring yang terangkat. Karena masih subuh, sinar matahari belum terlihat terang. Masih mengandalkan sinar rembulan. Tinggal delapan petak lagi merka akan sampai ke tempat dimana gadis berbaju hitam itu tergantung.

Wajah sang gadis memutih seperti mayat. Sadar akan bahaya yang mengancam ia berusaha memutar otaknya. Teringat ia akan belati kecil dipinggangnya. Sambil menggeliat di dalam jaring ia pun berusaha memperbaiki letak tangannya agar dapat meraih belatinya.

"Kakang lihat!", seru Parto kepada lelaki di belakangnya sambil menunjuk jaring yang tergantung. Lelaki itu mengayunkan obor mendekati jaring tersebut. "Jaringnya robek besar.", lanjutnya, "Sepertinya ini bukan monyet. Tetapi orang.", kata Parto. Matanya nanar mencari kesana kesini, kalau-kalau orang yang dicari masih berada di sekitar situ.

"Sring!", terdengar bunyi golok dicabut. "Kamu periksa ke sebelah sana, aku ke sebelah sini!", perintah lelaki yang disebut Kakang itu kepada Parto. Mereka pun menyusuri setiap petak kolam tersebut dengan jantung yang berdegub keras. Sesekali rasa takut menyergap bilamana orang yang dicari tiba-tiba menyerang mereka.

Jantung sang gadis berdegub tak kalah kuatnya. Ia masih berada di situ, namun sudah berpindah ke petak sebelah. Setelah berhasil memotong jaring tersebut, ia segera melompat dengan hati-hati ke pangkal kayu jebakan tersebut. Tangannya menekan-nekan tanah di pangkal kayu tersebut. Setelah yakin tanah tersebut cukup keras barulah ia meletakkan kakinya ke tanah. Segera ia berpindah ke petak kolam sebelah dan menyelam di balik kolam tersebut. Hanya kepalanya saja yang   tersembul di atas air. Tak berapa lama dua orang lelaki itu sampai ke tempat ia berada. Sang gadis berusaha tidak mengeluarkan bunyi sedikitpun. Terlihat wajahnya sangat tegang sekali. Bulu kuduknya berdiri.

Nasib baik mereka tidak melihat gadis itu. Karena tergesa-gesa mereka langsung berlalu tanpa memperhatikan petak kolam di sebelah mereka berdiri. Sang gadis segera mengangkat kepalanya. Diperhatikannya arah dan cara lelaki-lelaki itu berlari. Dengan demikian ia tahu mana tanah yang keras yang boleh dipijak dan mana yang bukan.

Setelah merasa buronan mereka tidak nampak lagi, kedua lelaki itupun kembali ke arah pondok. Tampak hati mereka sangat kesal karena tidak berhasil mendapatkan orang yang mereka cari. Sang gadis pun segera keluar dari persembunyiannya. Dengan mengerahkan ilmu peringan, tubuhnya berkelebat meninggalkan tempat itu sambil mengingat-ingat tanah yang harus dipijak. Tak berapa lama ia sudah keluar dari tempat itu. Di depannya tampak sebuah perkampungan. Matahari sudah keluar dari sarangnya. Namun sang gadis masih menunggu di pinggiran kampung tersebut.

Sang gadis tidak ingin mencari masalah dengan penduduk kampung.  Bajunya masih basah, lagi penuh Lumpur, tentulah akan menjadi pusat perhatian dan buah bibir penduduk kampung. Ia berjalan mengelilingi pinggiran kampung tersebut. Untunglah, apa yang ia cari akhirnya ketemu. Sebuah kali yang tak seberapa lebar ada di depannya. Segera dibukanya pakaiannya. Lalu terjun ke dalam kali. Ia mencuci pakaiannya dengan air kali tersebut. Kulitnya yang putih dan tubuhnya yang mulus terlihat sangat menggiurkan. Sebab ia tidak mengenakan pakaian. Untungnya hari masih pagi, dan tak seorangpun melihatnya.

Setelah merasa cukup, ia pun mengenakan kembali pakaiannya. Lalu duduk berjemur di bawah sinar matahari. Matanya melihat pohon yang cukup tinggi. Dengan sekali menjejakkan kaki, tubuhnya melayang ke atas dahan pohon tersebut. Diamat-amatinya perkampungan itu. "Pakaianku masih basah, belum saatnya aku bertemu penduduk kampung ini", gumam sang gadis pada dirinya sendiri.


-- Bersambung--

AelliaWhere stories live. Discover now