Letia Part 3

755 30 2
                                    

"Jadi, apa masalahnya, Bram?" tanya Om Roy sambil menyendok es buah, lalu melahapnya.

"Nggak ada sih, Om...." sahut Bram menghindar sambil mengaduk-aduk kopinya di kantin kantor.

"Kalau nggak ada apa-apa, nggak mungkin dasimu masih berantakan. desaknya, Letia kan istri yang perfeksionis." lanjut Om Roy.

"Ih, Om ini cenanyang, ya?" sahut Bram sambil tertawa dan melonggarkan dasinya.

"Om itu lebih duluan nikahnya dari kamu. Om dulu juga sering begitu. Bahagiakan istrimu, maka kamu akan bahagia. Jika tidak, ya itu..., contohnya dasi jadi nggak rapi. Hahaha!" jelasnya sambil terkekeh.

"Biasa, Om, Letia, semenjak pindah memang kesehatannya membaik, tapi jadi semakin rewel seperti anak-anak. Kadang kita cek-cok karena masalah nggak penting." ungkap Bram lesu.

"Ya kamu yang sabar. Baru juga sebulan. Bayangkan bagaimana dulu kamu minta dia untuk keluar dari pekerjaan yang kariernya sudah bertahun-tahun ia bangun secara mandiri. Itu bukan hal yang mudah, Bram. Cobalah cari cara lain." Om Roy menasihati.

"Iya, Om. Mungkin caraku memaksa Letia terlalu ekstrem." sahut Bram semakin lemas.

"Ya, kadang yang terbaik menurut kita memang belum tenttu baik buat orang lain. Om lihat kamu juga sudah berusaha dengan baik. Pernah kepikiran untuk memelihara hewan di rumah?" tanya Om Roy.

"Ah, iya. Letia suka binatang, Om, tapi karena asmanya sering kambuh, dia dilarang memelihara hewan." sahut Bram.

"Nah, nggak ada salahnya kamu mencari anjing atau kucing yang bulunya pendek. Sebisa mungkin hindarkan dari kasur atau tempat-tempat yang sering dipakai istrimu tidur atau berkegiatan. Selalu ada jalan, Bram." sahut Om Roy sambil menepuk bahunya.

"Bram mengambil ponselnya. Ia memencet nomor Mira, kemudian terdengar suara di seberang sana.
Siang, Bram. Ada yang bisa kubantu?" sahut Mira.

"Kamu ini yang konsisten dong. Kalau sebut nama saya yang benar. protesnya.
Oh, iya, Pak, maaf. Ada yang bisa saya bantu, Pak Bram?" jawabnya sambil mengulang pertanyaan sebelumnya dengan lebih pantas.

“Good. Tolong carikan saya anak anjing usia sembilan sampai dua belas bulan. Kirim foto-fotonya ke messenger saya ya, termasuk dengan alamat tokonya. Saya tunggu tiga puluh menit dari sekarang. Trims." perintahnya sebelum memutus telepon.

"Terpaksa ia mengambil tindakan tegas untuk menghadapi Mira karena ia sudah gerah dengan kelakuannya. Lebih tepatnya, ia tidak ingin menambah masalah keluarganya dengan membebani pikiran Letia dengan pikiran-pikiran yang tidak penting tentang Mira nantinya.
Hahaha! Kamu bisa tegas juga akhirnya, Bram." celetuk Om Roy terpingkal-pingkal.

"Haaah, cuma Tuhan dan Om yang tahu betapa menyebalkannya Mira. Saya ingin ganti sekretaris, tapi teringat pesan Papa. Dari awal, Papa sudah berjanji sama orangtua Mira untuk membantu anaknya itu." gerutunya.

"Ya sudah, kamu hanya perlu menegaskan ke Mira seperti tadi. Kadang sifat baik pria juga mudah disalahartikan dan dimanfaatkan wanita." sahut Om Roy sambil melirik arlojinya.

Tidak sampai tiga puluh menit Mira sudah mengirimkan foto-foto dan toko hewan lewat pesan di ponselnya. Dibantu oleh Om Roy, Bram memutuskan untuk membeli anjing jenis beagle. Selain lucu, menurut Bram, karakteristik anjing itu mirip seperti Letia. Istrinya pasti suka.

"Om, saya pamit dulu, ya?" kata Bram sambil mengambil tas dan memasukkan barang-barangnya ke tas.

"Oh, Bram, satu lagi. Sepertinya Om mau ambil cuti agak panjang. Om sama Tante mau menjenguk Ibu Mertua di Semarang. Kasihan Tante lama tidak pulang. Apakah memungkinkan?" tanya Om Roy tiba-tiba.

Bram teringat akan janjinya terhadap Letia. Ia berpikir sejenak kemudian bertanya,

"Ada proyek yang nggak bisa diwakilkan, nggak, Om?"

"Sepertinya nggak. Om bisa kirim Vicky kalau kamu tidak keberatan. Dia sudah menguasai bidangnya dan bisa dipercaya menurut Om." jawab Om Roy.

"Oke, Om. Besok minta tolong sampaikan ke Vicky untuk temui saya di kantor pukul dua siang ya, Om?" sahut Bram.

"Siap, Bram. Hati-hati, ya? Jangan ngebut. Salam untuk Letia." sahut Om Roy sambil menepuk bahu Bram.

"Iya, Om. Salam juga buat Tante dan keluarga di Semarang. Makasih, Om." sahutnya sambil buru-buru berbalik.

Sesampainya di parkiran, Bram melajukan mobilnya. Jalanan yang macet dan panas tidak mengikis semangat Bram menuju lokasi toko hewan yang sudah ia tentukan.
Satu jam kemudian Bram tiba di toko hewan tersebut dan keluar dari mobilnya.

"Selamat siang. Ada yang bisa dibantu, Pak?" sapa seorang laki-laki muda penjaga toko.

"Anu, Mas ... saya mau beli anakan anjing beagle. Tadi saya sudah lihat-lihat fotonya dan tertarik beli yang ini." sahutnya sambil menunjukkan salah satu foto anak anjing yang dikirim Mira.

"Oh, iya, kebetulan masih ada. Sebentar saya ambilkan...." sahut penjaga toko ramah. Ia melangkah ke bagian samping ruangan dan membuka kandang.
Terlihat banyak anak anjing yang menggonggong kecil. Mendadak toko tersebut dipenuhi kegaduhan anjing, disusul dengan kegaduhan kucing yang juga ada di dalam toko. Bram tersenyum dan meraih anak anjing tersebut. Ia mengelus-elus dan melambaikan tangannya ke kandang tempat ia dikurung tadi sambil mengucapkan salam perpisahan untuk anjing yang lain.

"Mas, tambah satu kandang besar yang untuk bepergian, pasir tujuh kilo, dry food lima kilo dan wet food 10 kaleng. Oh iya, sekalian tulang-tulangan dan dua tempat makan-minum." kata Bram sembari menunjuk pesanannya satu per satu.

Dengan cekatan penjaga toko memasukkan barang-barang yang dipilih Bram ke dalam plastik, kemudian membantunya memasukkan ke bagasi mobil. Masih dengan posisi menggendong anjingnya, Bram merogoh dompetnya dan menyerahkan kartu debit ke penjaga toko.

"Buat hadiah, ya, Pak?" tanya penjaga toko.

"Iya, buat istri saya. Biar ada teman di rumah." sahutnya sambil tersenyum.

"Wah, pas banget. Anjingnya aktif soalnya. Rumahnya di mana, Pak?" tanyanya lagi.

"Di Bogor, Mas. Lumayanlah kalau nunggu saya pulang kerja dia nggak kesepian lagi." timpal Bram sambil menyengir.

"Iya, Pak. Selain buat teman di rumah, anjing juga dipercaya bisa jadi pertanda, Pak." tambahnya.

"Pertanda apa, Mas?" tanya Bram sambil mengerutkan dahinya.

"Ya, sebagian orang percaya anjing akan bereaksi aneh seperti mendengking, menggeram, ekor dan telinga turun, mata sayu, dan lain sebagainya, jika ada kehadiran makhluk halus di sekitar kita." terangnya sambil menggesekkan kartu debit Bram.

"Ah, Mas ini bisa aja!" sahutnya sambil menyengir. Bram memencet urutan nomor pinnya di mesin EDC yang disodorkan penjaga toko.

"Ya, percaya atau tidak, begitulah.... Ini notanya, Pak. Nanti jika ada keluhan atau konsultasi kesehatan hewan Bapak bisa menghubungi nomor ini. Kami memberikan free vaksin satu kali dan tiga kali konsultasi gratis." sahutnya sembari mengembalikan kartu debit milik Bram, memberikan kartu nama, nota dan buku vaksin kepada Bram.

"Oke ... oke. Dengan Dr. Aliya, yah? Thanks, Mas!" sahutnya sambil melirik kartu nama dan menerimanya seiring anggukan kepala penjaga toko.

Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Bram keluar dan menuju ke parkiran. Hatinya lebih ringan setelah ngobrol dengan Om Roy dan membeli anjing untuk Letia. Sekarang waktunya Bram kembali pulang ke Bogor untuk memberikan kejutan.

"Hei, anjing kecil, buat istriku tersenyum ya? Mulai hari ini kamu harus bisa jadi teman baiknya di rumah. Oke?" gumamnya kepada anak anjing yang ia dudukkan di kursi sebelah kemudi.

"Guk!" sahut anjing itu seolah mengerti apa yag dikatakan Bram.

LETIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang