Normal POV
Pukul 20.00 di kamarmu...
Kau memutar-mutar pena hitam di tangan kananmu dengan gusar. Imajinasimu berhambur berantakan oleh ide-ide yang akan kau tuangkan dalam tulisanmu untuk seri novel terbaru karyamu.
"Argh."
Kau melempar pena tersebut hingga jatuh ke lantai setelah menatap tembok. Punggungmu kau bawa bersandar pada leher kursi tempatmu duduk sekarang. Mendongakkan kepalamu menatap langit-langit kamar dengan tatapan dan pikiran kosong.
"Yuuri...dia sedang apa, ya?"
Tiba-tiba pertanyaan tersebut meluncur dengan sendirinya dari bibirmu.
.
.
Tok tok
Sekarang ini kau sedang berdiri di depan rumah sahabatmu dan mengetuk pintunya beberapa kali. Berharap Yuuri segera membuka dan muncul di bibir pintu, di hadapanmu.
Dengan hanya memakai celana pendek di atas lutut dan kaos oblong dirangkap oleh cardigan berwarna hitam, kau menuju rumah Yuuri. Kau mengeratkan cardiganmu saat angin berembus dan menyapu kulitmu.
"Ck. Jangan bilang dia sudah tidur. Tidak asyik," keluhmu sambil berdecak kesal.
Lima detik kemudian, gagang pintu bergerak. Dan pintu itu pun terbuka.
"Eh? (y/n)? Sedang apa malam-malam mencari Yuuri?"
"Ah, nee-chan. Yuuri sudah tidur, ya? Aku hanya ingin menanyakan sesuatu kepadanya, kok. Tapi tidak terlalu penting sih. Jadi tidak masalah. Aku akan pulang."
"Kalau kau ingin bertemu dengannya, dia tadi keluar dan berkata ingin ke Castle Hasetsu. Mungkin saja dia masih di sana," terang kakak Yuuri sembari meneguk botol sake dan bersandar di pintu.
"Oh, begitu ya. Baiklah, terima kasih nee-chan."
Kau berbalik sembari melambaikan tanganmu pada kakak Yuuri. Dan kau pun membawa langkahmu menuju Ice Castle Hasetsu.
'Bodoh sekali dia pergi ke sana malam-malam begini. Dasar bakatsudon.'
.
Kau melangkah dengan gontai menuju tempat tujuanmu dimana ada Yuuri di sana. Kau menggesekkan kedua telapak tanganmu agar sedikit hangat. Ternyata berjalan seorang diri di malam hari terasa lebih dingin dari yang kau kira. Berbeda saat kau berjalan berdampingan dengan Yuuri malam hari. Hal yang cukup sering kalian berdua lakukan.
Di tengah keheninganmu dalam gulita, tiba-tiba tubuhmu terasa terhentak oleh seseorang hingga membuatmu kehilangan keseimbangan dan terdorong ke depan.
"Ouch!"
Kau segera menolehkan kepalamu kepada seseorang itu.
"Hei! Hati-hati, dong!"
Ucapmu setengah membentak kepada orang tersebut yang ternyata masih seorang bocah, namun tinggi badannya melebihi dirimu.
"M-maaf. Aku terburu-buru. Kau tidak apa-apa?"
Ucap pemuda tersebut terengah-engah dengan nada yang khawatir.
"Aku tidak apa-apa. Lain kali hati-hati. Bagaimana jika tadi aku tersungkur?"
"Sudah pasti wajahmu akan berciuman dengan tanah."
Ujar sang pemuda dengan santai tanpa menatap wajahmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Precious Feelings [Reader's Imagine]
FanfictionDapatkah cinta monyet berpeluang menjadi cinta sejati? Pertemuan terakhirmu dengannya telah menggugah hatinya untuk tetap mengejarmu. Di satu sisi, seseorang dengan penuh kesederhanaannya mengisi lembaran demi lembaran dalam hidupmu, juga selalu be...