Reader's POV
Semalam, aku melupakan tujuanku pergi ke Castle Hasetsu. Setelah bertemu dengan si bocah pirang itu, aku begitu saja lupa kalau tujuanku adalah mencari Yuuri.
Maaf, Yuuri. Habisnya kau mudah terlupakan.
Namun, aku masih tidak percaya kalau semalam aku bertemu dengan teman dekat Victor di Rusia. Aku merasa ini sudah menjadi benang takdir.
Tunggu, Yuri Plisetsky? Aku terus berpikir sejak semalaman kalau sepertinya aku pernah melihat sosoknya itu. Tapi kapan?
Aku diam sejenak sambil menggigit kuku ibu jariku. Mencoba mengingat sosok Yuri yang pernah kulihat sebelumnya.
Beberapa saat kemudian, aku membulatkan kedua mataku dan langsung berdiri sambil sedikit terperangah.
"Malam kompetisi itu! Iya!" aku berseru sambil mengangkat telunjukku.
Ternyata orang itu. Skater muda yang berbakat. Yuuri pernah menjelaskannya padaku saat tiba giliran bocah itu menampilkan bakatnya di depan para juri dan penonton.
Aku kembali menghempaskan tubuhku ke tepi kasur dengan masih terperangah tak percaya. Aku semakin yakin kalau takdirku memang berada di antara lingkup para skater berbakat.
.
.
Normal POV
Kau buru-buru keluar dari kamarmu dan menuruni tangga saat ibumu memanggilmu untuk meminta tolong sesuatu. Kaki jenjangmu mengabsen satu per satu anak tangga berwarna cokelat kemerahan itu.
"Ada apa, kaa-san?" kau langsung menuju ke dapur tempat ibumu berada.
"Kau mau bergabung membuat kue chiffon?" tanya ibumu seraya tangannya sibuk menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan.
"Kudengar kau tidak pernah membuat kue. Benar begitu?"
Tiba-tiba sosok wanita dengan tubuh semampai yang tak asing bagimu muncul dari balik pintu kulkas yang terbuka. Ia menutup kulkas sambil membawa dua kantung tepung dan bahan-bahan lainnya.
"Nee-chan?!" sahutmu kepada kakak Yuuri.
Ternyata yang dimaksud ibumu dengan 'bergabung' adalah bergabung dengan mereka untuk membuat kue bersama.
"Kapan nee-chan ke sini? Kok, aku tidak tahu?"
"Aku sudah membuat janji dengan ibumu untuk datang ke sini pukul lima pagi."
Kau mengernyitkan dahimu sambil menatap keduanya. Pukul lima pagi, sepertinya terlalu awal untuk hanya membuat kue.
"Jadi, kau mau tidak? Siapa tahu kau menemukan inspirasi untuk novelmu di tengah-tengah membuat kue," celetuk ibumu.
Kau mengendikkan bahumu sambil menghela napas ringan. "Yah, siapa tahu."
"Ah, iya. Sebelumnya, kaa-san minta tolong belikan mentega dan telur di minimarket, ya. Kita kehabisan bahan-bahan itu," pinta ibumu.
"Baiklah, kaa-san."
Kau segera mengambil jaket berwarna putih dari tempatnya berada dan memakainya. Waktu masih menunjukkan pukul 07.30, jadi suhu di luar juga masih dingin.
"Aku berangkat dulu."
Ujarmu lalu langsung bergegas keluar untuk membeli pesanan dari ibumu.
Saat kau keluar dari dalam rumah, kau mendapati Yuuri sedang melamun sambil menyirami bunga favorit ibunya di halaman rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Precious Feelings [Reader's Imagine]
FanfictionDapatkah cinta monyet berpeluang menjadi cinta sejati? Pertemuan terakhirmu dengannya telah menggugah hatinya untuk tetap mengejarmu. Di satu sisi, seseorang dengan penuh kesederhanaannya mengisi lembaran demi lembaran dalam hidupmu, juga selalu be...