Mintaka

531 49 3
                                    


30 November 2019

"...saya, selaku kuasa hukum dari kakak dan mendiang orang tua saya sendiri, dengan bukti-bukti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, menyatakan bahwa terdakwa atas nama (Father's Full Name) dan (Mother's Full Name) terbukti tidak melakukan hal-hal yang sebagaimana telah didakwakan kepada mereka."

(Sister's Name) menutup kesaksian dan pembelaannya pada sidang hari itu. Adik perempuan satu-satunya dari (Name) tersebut berada di persidangan sebagai kuasa hukum untuk keluarganya. Menjadi pengacara untuk kedua orang tua dan kakaknya.

(Sister's Name) yang malang. Terpaksa mengikuti wisuda tanpa ditemani sanak keluarga. Di saat para wisudawan lain tampak bahagia berkumpul bersama keluarga mereka, (Sister's Name) hanya bisa memandang iri sekaligus sedih.

Memang, (Sister's Name) sempat diberi selamat dan diberi buket bunga oleh teman-temannya. Mereka juga sempat menghabiskan waktu bersama. Begitu sampai rumah, semua kebahagiaan itu hilang begitu saja. Tak ada tangis haru seorang ibu, tak ada tangan hangat seorang ayah, tak ada saudara yang heboh, tak ada pelukan kasih sayang.

Pada hari itu, (Sister's Name) mengambil sebuah foto berisi gambar mereka berempat dari dinding. Diposisikan foto tersebut berdiri di meja lalu meletakkan toga yang ia kenakan didepannya.

Pada hari itu, (Sister's Name) menangis dalam diam. Tak bersuara diiringi air mata yang mengucur deras dari kedua netranya. Tubuhnya sesekali bergetar. Pandangannya masih fokus menatap foto tersebut. Tak sadar bahwa seseorang sudah masuk ke rumahnya dan melingkarkan tangan kekarnya di tubuh (Sister's Name). Membenamkan wajah adik (Name) ke dada bidangnya.

"Kami sudah punya bukti untuk menolong kakakmu", ucap suara bariton orang tersebut tepat di telinga (Sister's Name).

Tangis (Sister's Name) berhenti. Perlahan ia alihkan matanya menatap dalam netra biru kehitaman milik pacarnya. "Yang kami butuhkan sekarang adalah pengacara. Aku yakin ini saatnya buat kamu untuk bisa nolong kakakmu dan buktiin dirimu ke orang tuamu."

Tawaran itu lah yang membuat semangat (Sister's Name) berkobar-kobar untuk membebaskan keluarganya. Semangat mencapai keinginannya sebagai pengacara supaya bisa membantu rakyat kecil mendapat perlindungan hukum, terutama demi nama baik keluarganya.

Disinilah ia sekarang, duduk sebagai pengacara baru, benar-benar baru pertama kali terjun secara langsung setelah wisuda, menghadap para hakim-hakim senior yang berada di meja hijau pimpinan sidang.

"Baiklah, apakah dari terdakwa ada pembelaan yang ingin disampaikan?"

Seorang pria yang duduk di tengah-tengah ruangan menggelengkan kepalanya. Wajahnya tertunduk lesu menatap ubin putih ruang persidangan tersebut. Mata sayu dan penuh sesal, tak berani mengangkat dagu satu senti pun karena malu yang amat sangat.

"Kalau begitu, bawa saudari (Full Name) masuk ke ruang sidang."

Dari arah pintu, (Name) masuk dengan didampingi dua orang petugas di sebelah kanan dan kirinya. Saat masuk ke ruang sidang, (Sister's Name) sangat shock. Saking parahnya kondisi sang kakak sekarang, ia bahkan hampir tak mengenali kalau nama kakaknya tidak disebut oleh hakim.

Wajah tertunduk, muka murung, dan sayup (eye color)nya yang kosong. Rambutnya tak terawat, lurus tapi terlihat sangat kusut. Seperti kalau mandi hanya disiram air, tidak diberi shampo atau conditioner. Tubuhnya sangat kecil dan kurus. Pipi kakaknya yang dulu agak berisi kini tirus.

(Sister's Name) mati-matian menyeka air matanya yang mulai keluar. Sedih melihat kondisi satu-satunya keluarga yang tersisa. Berbulan-bulan tak bertemu, tapi sekalinya bertemu dalam situasi yang sangat tidak mengenakan. Pacar adik (Name) yang berperan sebagai asisten pengacara mengelus pelan punggung adik (Name) menenangkan.

Trilogi Sabuk Orion #3 - MintakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang