Deneb

256 39 0
                                    


1 Januari 2019

Dingin.

Yah namanya juga musim dingin, tapi bukan itu yang author maksud.

Suhu di ruangan itu dinginnya bahkan bisa mengalahkan suhu di luar yang sedang hujan salju. Lampu ruangan itu padam. Tak ada alat eletronik yang menyala. Pencahayaan hanya berasal dari pantulan putih cahaya matahari pada salju di luar jendela kamar Kuroo yang agak kebiruan.

(Name) yang sudah siuman keesokan paginya sedang duduk di salah satu sisi pinggiran kasur berukuran king size milik Kuroo. Sedangkan Kuroo sendiri juga dalam posisi yang sama, hanya saja di pinggiran kasur yang bersebrangan dengan (Name) sehingga mereka saling memunggungi.

Selimut Kuroo setia membungkus tubuh (Name) seperti kepompong semenjak ia bangun. Kuroo yang tadinya tidur tanpa baju kini sudah memakai atasan berupa sweater bewarna hitam, senada dengan celana training yang ia kenakan sekarang

Tak ada satupun suara yang keluar dari mulut mereka. Mereka saling diam dan canggung, sangat canggung untuk ukuran sepasang kekasih yang sudah bersama hampir dua tahun lamanya.

Kuroo mengacak rambut hitamnya frustrasi. (Name) memandang nanar jendela didepannya. Sama-sama bingung bagaimana cara memecah kecanggungan yang melanda mereka.

"Tetsurou", ujar (Name) lirih. Sangat lirih hingga lebih terdengar seperti (Name) berbisik untuk dirinya sendiri.

Tampaknya, suara kecil (Name) berhasil masuk ke indra pendengaran Kuroo. Pria yang baru saja berusia 24 tahun itu menolehkan kepalanya ke belakang. Menatap tubuh (Name) yang tertutup selimut dengan pandangan 'barusan dia manggil?'

"...sini", ucap (Name) berbalik badan. Ia buka selimutnya dan menggerakan tangannya memanggil Kuroo.

"(N-Name)", bisik Kuroo tak percaya melihat pacarnya kini telah tersenyum mengundangnya dalam pelukan hangat.

Ia kira (Name) akan marah sampai teriak-teriak atau menangis lagi sejadi-jadinya. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.

"Ayo sini, tanganku udah pegel buka selimut", kata (Name) masih dengan senyum halusnya.

Dalam sekejap, Kuroo sudah menghambur ke pelukan (Name). Menenggelamkan wajahnya di lekukan leher (Name) dan memeluk erat tubuh pacarnya yang lebih kecil darinya. (Name) menutup tubuh mereka berdua dengan selimut sembari memeluk Kuroo erat. Menyandarkan kepalanya ke surai hitam Kuroo seraya mengelus pelan punggung lebar nan kekarnya.

"Maaf." (Name) merasakan lehernya basah. Punggung Kuroo bergetar. Suaranya mulai sesenggukan. Kuroo kembali menangis.

Air mata (Name) menumpuk di pelupuk matanya. Ikut trenyuh mendengar pacarnya menangis hingga sesenggukan. Karena tak biasa bagi sesosok sekuat dan sejahil Kuroo Tetsuro menangis sampai seperti ini. (Name) tutup mata. Mencoba menahan air matanya namun tetap saja beberapa berhasil lolos dan meluncur indah di pipi.

(Name) mengeratkan pelukannya. Saling membenamkan wajah satu sama lain. Saling berbagi kehangatan di tengah dingin yang tengah melanda. Saling bersandar satu sama lain karena keduanya sama-sama sedang goyah. Saling menangisi satu sama lain, dengan alasan yang berbeda tentu saja.

Tak perlu penjelasan, karena memang tak ada yang perlu dijelaskan. Hanya bermodal sebuah lembar kertas dan menguping pembicaraan orang, bisa membuka semua tabir kebohongan yang dimainkan dengan apik terhadap (Name).

------Skip time-----

Kuroo mengantarkan (Name) pulang ke rumahnya. Sebelum turun dari mobil, (Name) berkata kepada Kuroo untuk tidak menemuinya beberapa hari dengan alasan ingin sendiri. Kuroo setuju karena bagaimanapun ini semua salahnya. Segala konsekuensi harus siap ia tanggung

Setelah memegang tangan Kuroo seraya memberinya kecupan kecil di pipi, (Name) keluar dari mobil dan masuk ke rumahnya. Kuroo memukul setir mobilnya. Kesal pada dirinya sendiri yang sudah menyakiti hati pacarnya. Memang, awal ia pacaran dengan (Name) hanya untuk menutupi kesalahannya.

Namun seiring berjalan waktu, perasaan Kuroo kepada (Name) berubah menjadi rasa sayang. Bukan sekedar rasa suka lagi, tapi sudah menjadi rasa sayang dimana ia rela mati demi melindungi (Name).

Kuroo melajukan kembali mobilnya untuk menenangkan diri di rumah, sama seperti yang (Name) lakukan, setidaknya itulah yang ada di pikiran Kuroo.

Melihat kondisi rumah yang kosong, (Name) segera berjalan menuju kamarnya. Mengambil secarik kertas lalu menuliskan sebuah pesan di kertas tersebut. (Name) berjalan menuju lemari pakaiannya, mengambil beberapa pasang, lalu ia masukkan ke dalam tas. Ia masukkan pula beberapa peralatan mandi ke dalam tas yang akan ia bawa.

Setelah semua yang ia sekiranya perlukan masuk ke dalam tas, (Name) melihat-lihat isi rumahnya dengan seksama. Warna tembok, bentuk bangunan, perabotan sampai warna-warnanya, letak barang-barang, dan beberapa foto kenangan bersama keluarganya.

Foto dari (Name) bayi, kemudian (Name) kecil dengan bayi dalam gendongan ibunya, masa-masa (Name) sekolah dari TK, SD, SMP, SMA, dari yang awalnya masih lengkap berempat ayah ibu (Name) adiknya kini tinggal bersisa (Name) dan adiknya.

(Name) menghembuskan nafas menahan tangis. Ia akan sangat merindukan rumah kecil ini, rumah kecil tempatnya tumbuh besar hingga sekarang. Melihat untuk terakhir kalinya, sebelum menutup pintu utama lalu pergi entah kemana untuk menebus kesalahan kedua orang tuanya.

Walaupun ia tahu mereka tidak bersalah, (Name) tidak punya bukti kuat untuk membela mereka di meja hijau. Status mereka juga sudah tersangka, (Name) makin tak bisa berbuat apa-apa untuk membersihkan nama baik kedua orang tuanya tanpa harus mengorbankan dirinya sendiri.

------Skip Time------

"Aihh.. capek banget", keluh adik (Name) menjatuhkan dirinya di sofa ruang keluarga.

"Kakak pulang tidak ya? Telpon ah.." (Sister's Name) mengeluarkan smartphonenya dari kantung jaket yang ia kenakan lalu menelpon nomor kakaknya.

Mendengar suara ringtone smartphone kakaknya berasal dari dalam kamar mereka, (Sister's Name) terkejut. Ia tersenyum sumringah berjalan cepat membuka pintu kamar mereka.

"Kak (Name)--eh?"

Rasa senangnya tergantikan dengan rasa heran. Ia melihat smartphone, dompet milik kakaknya, dan sebuah surat di atas meja, tapi tak melihat keberadaan kakaknya.

(Sister's Name) memutus sambungan telponnya lalu keluar menuju kamar mandi tapi kamar mandi kosong. Berjalan ke dapur, dapur juga kosong. Taman belakang sampai gudang sudah dicek tapi sama saja, kosong

Adik (Name) mulai khawatir dan panik. Ia panggil nama kakaknya berkali-kali, tapi tak ada jawaban. Kakaknya tak pernah pergi kemanapun tanpa membawa hp dan dompet, meskipun hanya ke warung di ujung komplek. (Sister's Name) kembali ke kamar dan baru menyadari ada surat di dekat smartphone kakaknya. Ia baca surat itu dan raut wajahnya berubah takut.

Tubuhnya gemetaran dan mulai menangis. Perempuan berusia dua tahun di bawah (Name) itu lantas mengambil jaket dan barang-barang penting lainnya lalu berlari ke rumah pamannya. Tak peduli orang-orang menatapnya aneh karena berlarian sambil menangis. Yang adik (Name) perdulikan sekarang adalah kondisi dan posisi kakaknya, paman dan bibinya yang harus tahu kejadian ini secepat mungkin.

Harus tahu kalau salah satu keponakan mereka telah pergi. Ya, pergi. Pergi menebus dosa mendiang kedua orang tua mereka dengan cara apa yang entah dilakukan dimana.

---------------------------------

Mintaka

TBC

Trilogi Sabuk Orion #3 - MintakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang