Dua (Re-Publish)

772 10 0
                                    

Matahari di Indonesia masih tampak malu-malu di jam lima pagi. Tapi Sarah sudah harus menemui seseorang. Dilan. Adik kandungnya beserta ayahnya kini duduk di hadapannya bersama Tante indah. Cukup lama mereka terdiam. Hingga akhirnya Ayah Sarah berdehem.

"Aku masih tak percaya kau mengambil keputusan ini sendiri. Ibumu sampai menangis semalaman." ia memulai. Dilan tampak menahan amarah.

"Aku harus membuat keputusan."

"Demi keinginanmu sendiri kan, Mbak?" sahut Dilan dengan sengit.

"Aku sedang gak ingin berdebat. Adakalanya aku menurut. Tapi sekarang aku sudah membuat keputusanku sendiri. Kalian harus menghormatinya. Tak selamanya aku akan bergantung pada kalian.

"Jika aku tak belajar dari sekarang. Bagaimana nantinya jika kalian semua pergi? Jika aku sendiri dan terbiasa bergantung namun tempatku bergantung ternyata meninggalkan aku? Apa kalian tak berpikir bagaimana aku dan anak-anakku?  Dilan suatu saat akan menikah. Ayah dan ibu suatu saat pasti meninggal. Lantas bagaimana denganku jika aku tak bersiap dari sekarang? Aku juga ingin mandiri. Aku tak ingin terlalu di kekang. Aku sudah jadi ibu. Aku tahu apa yang harus kulakukan."

Dilan menendang kursinya kemudian keluar dan tak lama terdengar suara mesin mobil di hidupkan. Ia pergi.

Tante Indah hanya diam dan tak berani menyela. Sedang Sarah sendiri nampak lebih kecewa lagi.

Pria paruh baya di seberangnya hanya menatapnya. Kemudian pamit pergi dengan sejuta kecewa di matanya. Ia tak setuju. Tak juga menolak. Ia lebih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Apa kamu akan tetap berangkat?" tanya Tante Indah dan Sarah hanya mengangguk.

Menatap kosong pada pintu dimana sang Ayah pergi tanpa kata.

Malamnya, Sarah mengajak anak-anak dan keluarga Tante Indah jalan-jalan. Mereka pergi ke Mall untuk belanja dan juga makan-makan. Sarah membeli dua box Mi Instant merk I dan Cabe bubuk merk B. Ia berencana untuk berhemat dengan memakan mie instan. Ia juga membeli saus sambal dan mayones serta membeli kopi favoritnya.

Tak lupa ia membelikan keperluan anak-anak juga. Karena Nora meminta sepatu baru karena sepatunya sudah sobek sol bawahnya. Maka ia belikan juga. Ia tak lupa memotret semua belanjaannya dan dikirim ke majikannya. Ia melaporkan tiap pengeluarannya kepada tuannya demi menjaga kepercayaan. Tak lupa ia mengkonversikan mata uangnya juga.

Ia mencoba menggebah jauh-jauh rasa kecewanya terhadap keluarganya sendiri. Ya. Ia hanya sedang membohongi dirinya sendiri.

***

Chanyeol tersenyum membaca pesan Asistennya. Ia sedang berada di kamarnya sembari duduk di kursi. Musik Blues mengalun pelan dari gramophone hadiah dari ChanBar. Ia mengubah tumpuan kakinya dan membalas dengan stiker gambar Baekhyun.

"Aku senang mendapat orang sepertimu. Semoga lancar kedepannya." bisik Chanyeol seraya mengulas senyum.

Kyungsoo masuk ke dalam kamar Chanyeol tanpa permisi sambil membawa baskom berisi air es.

Ia mengulurkan baskom pada pria itu yang kini bangun dari duduknya karena terkejut. Terlihat dari melebarnya mata yang bulat itu. Dan jangan lupa bibir kiss-able nya yang kini ternganga.

"Maaf sudah memukulmu. Tapi,aku tetap pada pendirianku. Aku menolak. Selamat malam. Semoga cepat sembuh." ia segera keluar kamar tanpa perlu repot-repot mendengar balasan pria jangkung itu.

"Lha.."sesalnya saat Kyungsoo keluar dari kamarnya.

"Harusnya tadi cukup dipeluk kan aku langsung sembuh." gumamnya yang kini menatap pintu dan kompresan itu secara bergantian.

Housemaid (Re-Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang