"Hai,"
"Loh kok tau gue ada disini?" Ucapnya sambil mengerutkan keningnya. "Gue ngikutin lo dari belakang tadi, gapapa kan kalo gue dateng kesini?" Tanya orang itu sambil tersenyum manis andalannya. "Iya. Dateng setiap hari juga gapapa kok, Ken." Ingatan Ashlyn tentang Brio perlahan memudar karena kedatangan Ken. Tidak-tidak, Ashlyn tidak mungkin melupakan Brio secepat itu. Susah baginya untuk menghilangkan perasaan yang sampai kapan pun tidak akan pernah terbalas.
Tapi, tunggu,
Ada perlu apa Ken datang menemui Ashlyn? Ralat. Membututinya.
"Ada perlu apa?" Tanya Ashlyn to the point.
"Nggak ada apa-apa sih. Mau coba lebih kenal lagi aja sama lo. Boleh kan?" Ashlyn mengangguk.
"Tapi, gue nggak ikutan ya kalo semisal lo jadi ikut dimusuhin sama anak-anak." Ken terkekeh. "Nggak bakal. Lagian juga ini kemauan gue kok buat deket sama lo. Ya itung-itung cari pengalaman aja temenan sama cewek." Ashlyn tampak berpikir. "Lo nggak pernah temenan sama cewek?" Ken menggeleng. "Serius nggak pernah?" Ken menggeleng lagi.
Entah alasan apa yang membuat Ashlyn terdiam dengan pengakuan Ken. Semoga saja Ken benar-benar pure ingin berteman dengan Ashlyn. Semoga saja Ken adalah satu-satunya sesorang yang tulus. Ya, semoga saja.
Walaupun raut wajah Ken benar-benar serius, Ashlyn harus tetap hati-hati. Ia tidak ingin merasakan kehancuran nantinya jika ia mencoba-coba bermain dengan hati.
Cukup sekali ia merasakan itu. Dan sampai sekarang luka itu masih membekas di hatinya. Bahkan untuk pudar sedikit saja tidak akan bisa. Hati memang tidak sebercanda itu.
"Ash, lo lagi sibuk nggak?" Mata Ashlyn berputar mengelilingi ruangan cafe. Tidak ada tanda-tanda pelanggan yang berniat menuju kasir. "Enggak deh kayaknya, kenapa emang?"
"Duduk disana yuk?" Ashlyn melihat ke arah yang ditunjuk oleh Ken. Tempat yang tidak terlalu ramai, tapi sangat nyaman. Karena, bisa melihat situasi lalu lintas di luar sana. "Temenin gue ngobrol yuk. Mau ya?" Ashlyn mengangguk.
Ashlyn meminta izin kepada Mbak Ita terlebih dahulu, lalu ia menghampiri Ken yang sudah duduk di mejanya. "Mau pesen dulu nggak?" Tawar Ashlyn kepada Ken.
"Hm, boleh. Pesen Hot Coffee 1 sama Kentang gorengnya 1. Lo mau apa?" Ashlyn menggeleng menandakan ia tidak mau apa-apa. "Pesen aja, sekarang kan lo lagi nggak kerja. Gue yang traktir deh." Ashlyn tetap tidak mau. Walaupun ia sangat-sangat lapar tapi ia tidak akan tergiur dengan kata 'traktir'. "Enggak usah, Ken. Gue nggak laper." Dan Ken mengerti.
"Tunggu sebentar ya? Mau ambil pesenan lo dulu." Saat Ashlyn hendak berdiri dari kursinya, Ken mencegahnya. "Jangan. Cari barista lain aja yang lagi nganggur. Kan lo lagi sama gue. Ada temen lo yang lagi nganggur kan?"
"Ya ada sih," Ashlyn menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja gatal. "Gue nggak enak kalo gue nyuruh barista yang lain. Soalnya, disini gue paling muda, Ken. Hm..gue ke belakang dulu ya, sebentar doang kok. Tunggu sebentar." Selanjutnya Ashlyn pergi menuju dapur cafe.
Selang beberapa menit, Ashlyn kembali dengan membawa nampan yang berisi pesanan Ken.
Mereka sempat terdiam. Tidak ada yang mengucapkan satu kata pun. Kecuali suara kentang goreng yang sedang bernyanyi di dalam mulut seorang Keanu Putra Abaskara. Dan dengan sangat terpaksa, Ken yang memulai topik perbincangan terlebih dahulu. Heran deh, cewek kalau masalah mencari topik duluan gengsinya besar banget ya. Kan kasihan para laki-laki yang kesusahan mencari topik. Topik saja tidak pusing memikirkan kita. Kan simbiolis parasitisme jadinya.
"Oh iya Ash, kok lo bisa ada disini dah? Cafe ini punya orang tua lo?" mendengar ucapan Ken, Ashlyn justru tertawa dalam hati. "Bukan. Gue kerja disini. Ya, itung-itung bisa cari duit sendiri biar nggak nyusahin orang tua gue." Ashlyn tersenyum kecut ketika bibirnya mengatakan sebuah kalimat seperti itu. Ucapan Ashlyn memang masuk akal, tapi kenyatannya tidak seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCRIOSTA
Teen Fiction"Ash.." panggil seseorang dengan nada lembut, menenangkan. "Jangan pernah dateng di hadapan gue, disaat gue lagi terpuruk kayak gini. Gue nggak akan pernah mau terlihat lemah dimata orang lain, termasuk lo. Gue sudah terbiasa dengan kehancuran dan k...