"Assalamualaikum," ucap gue sambil mengetuk pintu utama pelan.
Biasanya langsung ada jawaban begitu gue mengetuk pintu, gak seperti pagi ini. Gue melihat jam yang ada di pergelangan tangan.
06:48 AM
Kayaknya gue mampir terlalu pagi, karena itu gak ada satu orang pun yang menjawab salam gue. Ya.. Mungkin mereka semua lagi pada tidur.
Gue mengambil ponsel hendak menelpon kak Alwan agar dia bisa membukakan pintu untuk gue. Tapi di detik berikutnya seseorang terdengar berjalan mendekat ke arah pintu dan membuka kunci dari dalam.
"Waalaikumsalam."
Begitu pintu terbuka figur gadis muda seumuran kak Alwan muncul menyambut kedatangan gue. Dia mengulaskan senyum kecilnya kepada gue.
"Oh, Marshall. Ayo masuk, tante Dian-nya ada kok di dalem." Ucapnya mempersilahkan gue masuk.
Gue pun tersenyum seadanya kemudian mengikuti dia masuk ke dalam.
Ada nada gak senang dalam kalimatnya tadi dan gue peka. Dia memang jago bermuka dua dengan orang yang gak disenanginya, tapi gue selalu tau kalo orang yang gue ajak bicara itu beneran seneng sama gue atau gak. Jadi gue gak bakal kemakan sama sifat baiknya yang cuma ada di depan kayak ini.
Btw, ngapain dia pagi-pagi udah ada di sini? Bukannya dia gak tau kalo Mama Dian kemaren pulang. Kecuali kalau kak Alwan yang ngasih tau sih. Tapi kan buat apa juga kak Alwan pake ngasih tau dia segala. Kepulangan Mama kan bukan suatu hal penting yang harus kak Alwan umbar-umbar.
"Tante ada di dapur, kamu samperin sendiri aja, ya. Kakak lagi siap-siap mau pulang ini."
Gue mengangguk dan meninggalkan dia yang sibuk merapikan barang-barangnya di ruang tamu.
Siap-siap mau pulang? Emang dia kapan datangnya?
Gue mengendikkan bahu dan lanjut berjalan mencari sosok Mama yang katanya lagi ada di dapur. Begitu gue melangkah menuju ruang keluarga, kak Alwan keluar dari kamarnya dengan pakaian seperti hendak pergi ke luar.
Sejurus kemudian mata kami bertemu. Kak Alwan menatap gue bingung, begitu juga dengan gue yang sama bingungnya dengan penampilannya itu. Dia pun menghampiri gue, hendak ingin mengatakan sesuatu.
"Dek-"
"Eh, Marshall udah dateng ternyata."
Belum selesai kak Alwan bicara Mama Dian malah keluar dari dapur dan memotong pembicaraannya. Dia pun kini diam di tempat karena niatannya telah terurungkan oleh Mama.
"Sayang.. Mama kangen banget sama kamu. Aduh.. Kamu sekarang tambah besar ya, makin cantik lagi."
Mama kemudian memeluk gue sambil beberapa kali menciumi puncak kepala gue.
"Marshall juga kangen banget sama Mamaa."
Gue tersenyum kepada Mama begitu Mama melepaskan pelukannya.
"Kamu udah lama dateng?"
"Baru kok, ma. Baru banget malah."
Gue menatap kak Alwan yang berdiri di belakang Mama. Dia masih diam di tempatnya gak bergerak ke mana pun.
Sadar kalo mata gue lagi fokus ke arah lain, Mama mengikuti arah mata gue itu dan berbalik menatap kak Alwan yang berada di belakangnya.
"Alwan? Kamu udah siap mau nganter Rifka pulang?"
Gue mengerutkan dahi mendengar pertanyaan Mama barusan. Kak Alwan yang awalnya menunduk kini beralih menatap gue dan Mama secara bergantian. Dia kemudian mengahampiri kami dan berkata dengan ekspresi yang sulit dimengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
He(a)rts
Teen FictionBertahan itu sulit. Terlebih jika kau bertahan pada pilihan yang salah. Karena itulah Marshall belum bisa memutuskan hati siapa yang akan menjadi pemilik rumahnya ini. Apakah cinta pertamanya yang pernah menghilang dan hadir kembali ke dalam hidupny...