Suasana duka masih menyelimuti kediaman Yamanaka, semenjak tadi pagi keluarga itu selalu dikunjungi oleh para pelayat, rangkaian bunga yang begitu indah kini berada disekeliling foto Ayahnya yang sedang tersenyum tapi sebaliknya berbeda dengan sang istri dan putrinya, Ibu Yamanaka masih menangis tersedu-sedu sedangkan Ino hanya terdiam dengan wajah yang begitu muram, matanya merah karena sedari tadi ia menangis dengan diam.
"Hiks...hiks... Sayang...apa yang harus aku lakukan sekarang? Hiks...hiks..." Ino masih diam terduduk, Ia bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk menenangkan sang Ibu yang sedari tadi hampir tidak pernah berhenti menangis.
"Ino.." Ino menoleh mendengar namanya dipanggil. Itu Kurenai sensei, guru les privatnya dulu.
"Nyonya, ini pasti sangat mengejutkan bagi Anda, Aku turut berduka cita" lanjutnya.
"Sen... Sensei... Huaa... hiks... hiks...hiks... Oh.. Sensei...!!" Kini Sensei memeluk sang Ibu berusaha menenangkannya tapi itu malah membuat tangisan Yamanaka Noriko semakin kencang.
"Suamiku... hiks... Ayahnya Ino... hiks.. dia sangat buruk... hiks... apa yang seharusnya kami lakukan?.. hiks... Ayahnya Ino... " Kurenai begitu sedih melihat keadaan Yamanaka Noriko yang begitu terlihat terpukul atas kematian sang suami. Sedangkan Ino masih terdiam menunduk, Kurenai baru pertama kali melihat Ino seperti itu. Terlihat sangat kacau.
--
"Ini pertama kalinya aku melihatmu sejak kau pergi ke Jerman. Sepuluh tahun yang lalu , ia kan?" Kurenai dan Ino sedang duduk dikursi panjang yang berada dihalaman belakang kediaman Yamanaka.
"hmmm..." Ino hanya menjawab dengan suara yang hampir tidak bisa didengar oleh Kurenai.
"Apakah kau akan membatalkan seluruh jadwal pertunjukanmu untuk saat ini?" Kurenai bertanya.
"Aku hanya berpikir untuk melanjutkan pertunjukanku di Amerika, itu adalah impian ayahku sejak dulu" Ino menjawab.
"Bukankah itu terlalu sulit?" Kurenai menatap Ino. Ia tahu betapa keras perjuangan anak itu hingga saat ini, tapi lihatlah keadaannya sekarang ini, Kurenai yakin Ino sekarang masih sangat tertekan akan kematian Ayahnya.
"Ibuku sangat ingin melihat penampilanku di Amerika dan itu adalah impian Ayah sejak aku dilahirkan" Ino kembali meneteskan air matanya walau tanpa isak tangis.
"Aku akan melakukan persembahan terakhir untuk Ayah. Mungkin itu akan meringankan kesedihan Ibu. Karena yang paling menderita disini adalah ibuku, bukan Aku..." Ino kembali menundukan wajahnya.
"Kamu juga sangat menderita bukan?" Kurenai tahu Ino tidak bisa berbohong dengan baik.
"Aku..." Ino terdiam sesaat.
"Ini sangat sulit. Sensei bukankah kamu pernah mengatakan Jika kamu menyurahkan semua perasaanmu saat penampilanmu itu akan membuat penampilanmu berakhir dengan baik. Aku rasa.. Aku hanya harus bekerja lebih keras, Aku... Aku sangat sedih sekarang" Kini Ino benar benar terisak. Tangisannya yang sedari tadi Ia tahan sekarang sudah tidak dapat ia sembunyikan.
"Kecelakaan yang terjadi pada Ayahmu, itu bukanlah kesalahanmu Ino. Kamu tidak perlu merasa bersalah" Kurenai menepuk bahu Ino berusaha menenangkannya.
Ino menggeleng.
"Bukan... bukan itu... bukan itu yang... Aku.. Aku tidak... itu bukan... Ayahku meninggal..." Ino meracau tidak jelas Dan tidak bisa melanjutkan kata katanya karena tangisnya.
"Ayahku... meninggal... karena... Aku" Ino menangis bergetar. Kurenai hanya bisa memeluk Ino dengan erat.
--
-Beberapa hari kemudian-
"LIHAT KEMARI...! INO..! YAMANAKA INO!!
"TOLONG LIHATLAH KE ARAH SINI!"
"HEY..! JANGAN ADA YANG MENDORONG DORONG!"
"NYONYA INO !! DAPATKAH KAU MENJELASKAN KEPADA KAMI APA SEBABNYA?!"
"BAGAIMANA PERASAANMU SEKARANG?"
"APAKAH INI DIKARENAKAN STRESS KARENA MENINGGALNYA AYAHMU?!"
Ino hanya bisa menundukkan kepalanya dihadapan para wartawan, karena setibanya ia di Japan para wartawan sudah ramai berada di bandara menyambutnya dengan beribu pertanyaan. Setelah beberapa hari ia meninggalkan Japan untuk memulai debutnya di Amerika kini Ia kembali dengan membawa berita yang kurang menyenangkan. Penampilan yang selama ini ia impikan menjadi sebuah bencana baginya, pasalnya ketika ia ingin menampilkan keahliannya dalam bermain piano di depan para penonton, tetapi tiba tiba saja tangannya bergetar, kaku dan tidak bisa digerakkan dan itulah yang menyebabkan penampilan perdananya gagal total . Semua penggemar dan penonton merasa sangat kecewa padanya.
'Yamanaka Ino, Banyak yang menyebutnya sebagai musisi keajaiban Japan, Tapi gagal tampil dalam debut pertamanya di Amerika setelah jari-jarinya menegang dikarenakan stress berat saat penampilannya. Yamanaka Ino menghentikan permainan piano setelah memainkan sebuah lagu sebelum dia meninggalkan panggung.
"NYONYA INO APA YANG ANDA RASAKAN KETIKA BERADA DI AMERIKA?"
"APAKAH JARI-JARIMU SUDAH LEBIH BAIK?"
"APAKAH BENAR ANDA AKAN MENJALANI TERAPI FISIK?!"
Dunia Ino seakan benar benar berhenti Ia tidak peduli apa yang para wartawan katakan terhadapnya, tapi yang jelas sekarang ia merasa mimpinya yang selama ini ia harapkan yang akan terwujud didepan mata kini menjadi hancur. Tidak ada harapan lagi untuknya.
Pada saat itu... Aku pikir itu akan menjadi hal yang sementara...
Sepuluh hari....
Satu bulan....
Seiring berjalannya waktu...
Aku akan menjadi lebih baik....Itulah apa yang Aku pikirkan
4 tahun Kemudian...
"INO...! HIKS....HIKS...!" Ibu Ino Yamanaka Noriko kini dibawa oleh petugas rumah sakit, ia kini berada digendongan petugas rumah sakit. Sejak berada di Ambulance dan bahkan sampai sekarang ia masih meraung tidak karuan.
"PERAWAT CEPAT PANGGIL DOKTER!! CEPATLAH!!!"
"Apa yang terjadi? Siapa nama sang pasien" Tanya seorang dokter kepada perawat.
"Pasien bernama Yamanaka Ino dok, dia melukai pergelangan tangannya sendiri" sang perawat menerangkan.
"Bagaimana dengan pembuluh darahnya?"
"Itu.. itu masih utuh dok"
"Baiklah siapkan ruang operasi!"
"Baik Dokter!" Dengan sigap perawat itu berlari menuju ruang operasi. Tetapi langkah sang Dokter terhenti ketika melihat seorang yang berjalan dikoridor dengan pandangan kosong.
Pria berambut hitam dengan pakaian berantakan serta ada beberapa luka lebam pada wajahnya. Sekarang apalagi yang pria itu perbuat sehingga wajahnya menjadi berantakan seperti itu pikir sang Dokter.
.
..
.⏳⏳⏳⏳
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond Dust
RomanceTangan wanita pirang itu selalu bergetar tak terkendali . Sementara langkah kakinya masih mengikuti seorang dihadapannya, pria yang membawa sebuah gitar di punggungnya, ia bahkan tidak mengenal dengan jelas siapa pria itu tapi hati dan perasaannya...