Chapter 7

301 23 5
                                    

“Tumor otak, Stroke, Pendarahan otak , dan tangan yang akan selalu bergetar. Mana yang paling kamu takutkan? Jika kamu melakukan pengobatannya mulai dari sekarang, kamu mungkin dapat menggapai mimpimu. Kami akan memberikan pengobatan yang terbaik padamu disini. Di Tokyo Hospital”

Sai masih sedikit mengingat kata kata dari seorang dokter yang beberapa bulan lalu pernah ia kunjungi. Ia mengingat sang Dokter memberikan saran padanya supaya ia harus mengambil tindakan yang lebih serius dan juga resiko apa saja yang akan ia alami jika mengambil jalan operasi.

Sai sudah lelah dengan rasa sakit yang selalu menderanya secara tiba tiba, dan lagi akhir-akhir ini rasa sakit itu sering sekali terjadi padanya. Dan itulah yang membuat ingatannya menjadi seperti berkabut. Tidak jelas dan Sai membenci itu.

“Huh... Aku juga ingin pergi ke rumah sakit itu. Aku ingin menyembuhkan penyakitku. Dan aku juga ingin hidup. Tapi....” Sai memakan kembali onigiri yang ada ditangannya. Ia sekarang berada di sebuah Bus. Ia ingin menuju sebuah tempat, tapi....

“Tunggu dulu... Dimana aku seharusnya turun?!” Lihatlah Sai bahkan sering melupakan tempat dimana ia akan pergi. Dasar penyakit sialan.

--

-At Hospital-

Seorang dokter berjenggot itu kini berada didepan ruangan seorang dokter lainnya. Departement of Neuropsychiatry. Itulah yang tertera dipintu tersebut. Dokter itu mengetuk pintu tersebut dan terdengar jawaban dari dalam untuk menyuruhnya masuk.

“Yo, Dokter Sarutobi, apa yang membuatmu datang ke ruanganku? Apa ada sesuatu yang menggangumu?” Seorang dokter berambut putih itu menyapa Asuma dengan senyumnya.

“Ya, sebenarnya aku ingin meminta bantuanmu Dokter Kakashi. Ini tentang pasienku yang bernama Yamanaka Ino”

“Ah... dia lagi ” Ucap Kakashi, tanpa perlu Asuma menjelaskannya, Kakashi sudah tahu apa maksud dari sahabatnya itu.

--

“ Ayo makan Ino. Kamu harus mendapatkan kekuatanmu kembali sayang, Ayo buka mulutmu... Aaa..." Ino menggeleng. Sementara Ibunya menyodorkan makanan kepadanya. Ia benar benar tidak berselera makan saat ini.

“Ino sayang kamu harus tetap makan. Aaa...” Lagi lagi sang Ibu berusaha menyuapinya.

“Tidak ibu, biarkan aku makan sendiri” Ino memang sedang tidak nafsu makan. Tapi sedari tadi ibunya selalu memaksanya untuk memakan makanan rumah sakit itu.

Ino melepaskan sarung tangan yang selalu dipakainya untuk menutupi jari jarinya yang menekuk tidak bisa digerakkan dengan baik. Dengan tangan bergetar Ino berusaha mengambil sendok dan mengambil nasi untuk dirinya. Tapi belum sempat makanan itu sampai kemulutnya sendok itu sudah terjatuh. Ino benar benar kesal dengan keadaannya sekarang ini. Bahkan untuk makan sendiripun ia tak bisa.

“Sudahlah Ino. Biar Ibu saja, jadi kamu tidak usah khawatir. Ibu selalu ada untukmu” Ibunya mengambil kembali sendok itu dan ingin menyuapi Ino.

Traang!

Ino melempar makanan itu, membuat makanan tadi menjadi berantakan. Ino hanya sudah muak dengan semua ini. Kenapa ibunya selalu memperlakukannya seperti ini.

“Aku selalu menumpahkan makananku! Aku sudah tidak sanggup bermain piano! Dan Aku juga memotong pergelangan tanganku! Aku bisa melakukan apa saja ! karena ini adalah hidupku!! Kenapa ibu selalu mengaturku!!” Bentak Ino membuat sang Ibu terdiam. Karena keadaan seperti ini, itu membuat kondisi kejiwaan Ino menjadi tidak stabil.

“Buang semua foto-foto Ayah dari ruangan ini! Aku sudah tidak ingin melihatnya!” Ucap Ino pada ibunya.

“Ino sayang. Ayahmu akan selalu bersamamu, kamu ingat itu nak? Dia pasti tahu suatu saat kau bisa bermain piano lagi” jawab sang Ibu menenangkan.

Diamond DustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang