Tahun 1998
Suara piano mengalun indah dikediaman Yamanaka, alunan nada itu begitu indah tanpa cacat sedikitpun seolah yang bermain adalah pemain profesional, sudah sepuluh tahun waktu berlalu, balita yang dulu masih sangat kecil itu kini sudah berubah menjadi bocah kecil yang sangat pintar dan berbakat, tangan nya begitu lincah memainkan tuts-tuts piano dan itu membuat kedua orang tuanya begitu bangga kepadanya.
“Oh tuhan... oh tuhan .. lihatlah putri kecil kita, putri kita sungguh berbakat, aku hampir tidak percaya ini, ini adalah sebuah keajaiban, Oh.. Ino kami sungguh seperti keajaiban , benarkan sensei?” ibu Yamanaka itu benar-benar bangga pada anaknya, ibu mana yang tidak bangga jika anaknya yang baru berusia sepuluh tahun ini sudah hafal bahkan sangat lincah memainkan piano tanpa ada sedikitpun kesalahan yang ia buat.
“Ya tentu saja nyonya, dia bertambah lebih baik lagi setiap harinya, aku belum pernah bertemu anak sepintar Ino sebelumnya ” Ini guru privatnya, Kurenai sensei, ia pun bangga pada anak muridnya itu, ia tersenyum sembari mengelus rambut pirang ino.
“Sensei, terima kasih atas semuanya, Kami mungkin akan pindah ke jerman, tapi kami pasti tidak akan pernah melupakan jasa-jasamu” ibu Ino mengucapkan terima kasih kepada guru Kurenai.
“Seharusnya aku yang mengucapkan terima kasih kepada anda, ini adalah sebuah kehormatan bisa mengajar dikeluarga Yamanaka” Guru Kurenai melihat anak muridnya ini, ia kembali mengelus kepala Ino dengan lembut.
“Jika keluarga kalian pindah ke Jerman, itu mungkin Ino akan sedikit susah untuk beradaptasi dan dia pasti akan kesepian, Aku sedikit khawatir tentang itu” Kurenai berucap dengan nada sedih.
“Tidak usah khawatir Sensei, selama masih ada piano disampingku aku tidak mungkin merasa kesepian” ucap Ino.
“Astaga, lihatlah dirimu jawaban mu seperti orang dewasa, kalau sudah begini apa lagi yah yang harus Sensei katakan?” balas Kurenai dengan tersenyum. Ino memang anak berusia sepuluh tahun tapi ia memiliki sifat yang cukup dewasa dibandingkan anak seumurannya yang lain.
Waktu semakin sore dan itu berarti sudah waktunya guru Kurenai pulang, Ino pun seperti biasa, ketika sang guru pulang ia akan mengantarkannya sampai didepan gerbang rumahnya.
“Ah... Sensei baru ingat jika Ino-chan selalu ingin pergi ke Jerman bukan?”
“hmmm..?” Ino menyahut.
“Bukankah itu adalah keinginanmu sejak kau berumur delapan tahun?”
“Ah.. tentang cara bermain Pianoku?” Ino terdiam sejenak kemudian ia melanjutkan bicaranya lagi.
“Sensei, sebenarnya aku ingin belajar lebih banyak lagi disini, terlalu banyak yang aku tidak tahu, tapi aku juga ingin menonton film lebih banyak, membaca buku lebih banyak, aku akan mencari jalan itu, jalanku sendiri, cara bermain piano yang unik yang berbeda dari yang lain” mereka sudah sampai di depan gerbang, Ino berhenti seraya membukakan pintu gerbang untuk sang guru.
“Ya, Jika kamu belajar dengan keras, kamu pasti akan menemukan jalan itu, ‘Jalan’ yang cocok untukmu”
“Aku tidak tahu film dan buku apa yang ingin kau lihat dan baca” perbincangan mereka terhenti ketika suara dibelakang mereka menginterupsi yang membuat mereka diam seketika.
“Tapi jika kau ingin melakukan sesuatu hal, Kau seharusnya meminta ijin kepada Ayah terlebih dahulu” ada nada penekanan disetiap kata katanya, Yamanaka Inoichi seperti nya tidak suka dengan apa yang mereka bicarakan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond Dust
RomanceTangan wanita pirang itu selalu bergetar tak terkendali . Sementara langkah kakinya masih mengikuti seorang dihadapannya, pria yang membawa sebuah gitar di punggungnya, ia bahkan tidak mengenal dengan jelas siapa pria itu tapi hati dan perasaannya...