XII

514 71 4
                                    

Pandangannya masih lurus, tak berniat untuk sekedar menggerakkan bola matanya yang memandang dengan tegang.

Punggungnya yang tak menyentuh sandaran mobil, kedua kakinya yang merapat, serta kedua tangan yang ia letakkan di atas pahanya, sungguh terkesan sangat canggung.

Pikiran aneh terus menerus menghujam khayalnya. Maksudnya, bagaimana jika ia diculik oleh pria di sampingnya yang tengah mengemudi itu? Seperti dalam film Girl in the Box misalnya?

"Ada apa dengan cara dudukmu itu?" tanya lelaki itu padanya.

Bahunya berjingkat terkejut kala sebuah suara memecah keheningan dalam mobil BMW 320i hitam itu.

"Apanya?"

"Hentikan pikiranmu dari hal negatif, Sana," pinta Taehyung sambil menyentuh kening Sana dan mendorongnya ke belakang dengan sebelah lengannya.

Sana hanya diam menurut. Ia menjatuhkan bahunya lemas. Sesungguhnya punggungnya juga pegal jika ia tetap dalam posisi seperti itu untuk tiga puluh menit ini.

Ketegangannya sudah hilang, namun tidak dengan kecanggungannya. Entah apa yang merasukinya,ia benar-benar sangat canggung saat ini.

Ciuman itu masih terngiang dengan bodoh di kepalaku.

Ia melirik Taehyung sekilas. Round spec dengan bingkai tipis—hanya sebagai pemanis penampilan—, kemeja putih dengan dua kancing atas yang ia biarkan tidak terkancing, lengan panjang kemejanya yang juga sengaja tak ia kancingkan. Drawstrings pants hitam juga terlihat cocok ia kenakan.

Ia tak pernah tahu jika Taehyung bisa semenarik ini dengan baju kasual. Jujur saja ia cukup terpesona, untuk sesaat. 

Ia masih merasa malu apa yang ia perbuat dua hari lalu. Di mana Taehyung akhirnya tahu bagaimana dirinya yang sesungguhnya.

Ia bahkan bisa tahu kegelapan dalam mataku.

Sejak kejadian itu, Taehyung menjadi orang yang berbeda. Sana bahkan tak tahu jika ia harus suka atau benci dengan perlakuan baru Taehyung.

Dan juga, hari ini Taehyung terlihat berbeda. Tidak ada Taehyung yang banyak bicara. Tidak ada Taehyung yang seenaknya. Tak ada Taehyung yang membuatnya sebal. Tidak ada Taehyung yang aneh.

Aku bahkan hampir tak mengenal pria keren di sampingku ini.

"Setampan itukah aku hingga kau harus menatapku seperti itu?"

Matanya yang sayu memandang lelaki di sampingnya sejak tadi berubah membulat. Ia gelagapan,tertangkap basah oleh seniornya saat ia memandang Taehyung tanpa sadar.

"T-tidak! Aku hanya..." sanggahnya dengan suaranya yang memelan.

Ia kembali menunduk memandang jemarinya yang memainkan rok pastelnya.

Aktivitasnya terganggu kala ia hampir saja terjungkal ke depan saat mobil Taehyung berhenti mendadak.

"Hei, jangan berhenti—

"Kita sudah sampai,"

***

Gadis itu tak hentinya tertawa lepas. Terkadang Taehyung heran, bagaimana bisa seorang gadis masih bisa tertawa dan ingin untuk mengulanginya lagi setelah menaiki wahana Gyro Spin dan Atlantis.

Namun Taehyung hanya tersenyum puas akan kejutan yang ia berikan kepada Sana.

Jujur saja ia merasa nyeri di dadanya saat melihat gadis itu mengalami penderitaan yang ia alami pula.

Kita terhubung satu sama lain.

Dan di sinilah mereka. Di sebuah cafe dekat Lotte Tower, Seoul. Taehyung memang berencana menyaksikan pertunjukan kembang api di Lotte Tower, yang disebut-sebut sebagai salah satu pertunjukan kembang api terbaik di dunia, setelah Sana puas bermain wahana di Lotte World.

Gedung yang terletak di Jamsil itu memanglah sangat tinggi. Setiap tahun di penghujung tahun, selalu ada pertunjukan kembang api yang seolah muncul dari setiap inci gedung.

Ia hanya memandang gadis di seberang mejanya yang tengah menyesap minuman hangatnya. Gadis itu memandang keluar jendela, memperhatikan setiap pasangan yang berlalu lalang.

Kali ini ia tak melihat adanya kegelapan pada iris mata gadis itu, justru sebaliknya. Matanya berbinar bagai berlian. Tak pernah Taehyung melihat mata yang seperti itu, terutama pada Sana.

"Kau terlihat sangat senang," tanya Taehyung.

Sana menoleh dan mendapati Taehyung menatapnya dengan kepala yang ia topang dengan sebelah tangannya.

Sana tersenyum simpul, lalu kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela besar itu. Senyumnya tidak memudar.

"Aku memang senang. Tapi sejujurnya, aku bingung," jawabnya.

Senyum dari wajahnya sedikit memudar. Ia membawa pandangannya pada cangkir di tangannya. Cangkir yang masih sedikit menyimpan minuman hangatnya yang telah mendingin. Ia dapat melihat pantulan wajahnya dengan samar.

Lalu ia mendongak dan menemui pandangan Taehyung yang masih memandangnya datar. Ia menegakkan badannya.

"Pasti pertunjukannya akan segera dimulai." ujarnya dengan berpura-pura mengecek jam tangan Alba metallic silver miliknya.

Taehyung hanya memandang gadis itu beranjak dari tempatnya. Sesaat mereka saling memandang. Namun ada satu hal yang mengganjal dalam pandangan Taehyung.

Aku suka memandang wajahnya saat ia tersipu.

***

Ia masih menatap gadisnya yang mendongak antusias melihat langit yang bahkan jauh dari kata cerah.

Butiran salju perlahan mulai turun. Beberapa bahkan sempat menerpa wajahnya, namun tak sedikitpun ia bergeming.

Ingin sekali ia menyeka salju yang mencair saat menyentuh permukaan kulit gadis itu. Namun ia tak bisa. Hanya tak bisa.

Tanpa sadar pandangannya teralihkan pada leher gadis itu. Leher yang sangat indah, meski tanpa aksesoris sekalipun. Telapaknya terlihat ia sembunyikan di kedua saku celananya.

"Ah!"

Gadis itu memekik kala Taehyung tiba-tiba menubruknya, dengan sedikit memeluk.

"Maaf, seseorang di sampingku menabrakku." Ujarnya menjawab tanpa pertanyaan itu.

Sana melirik sebelah Taehyung dan benar saja, di sebelahnya memang penuh sesak. Yah setidaknya Taehyung tidak berbohong.

Ia ganti menatap Taehyung yang masih berada dalam jarak dekat dengannya, namun ia langsung memutusnya dan kembali menatap gedung di depannya.

Jantungnya benar-benar berdebar tak karuan. Wajahnya terasa sangat panas,bahkan dalam cuaca Kota Seoul yang di bawah minus derajat itu.

Ia benar-benar tak mengerti perasaannya. Bagaimana bisa ia menjadi seperti ini? Bahkan dengan senior terburuknya, Taehyung.

Ia menunduk menatap ujung sepatunya. Ujung sepatunya yang bersebelahan dengan ujung sepatu Taehyung. Sangat dekat. Dan lagi-lagi ia merasakan debaran itu semakin kuat.

Tak mungkin aku mencintai lelaki ini. Tidak dengan lelaki ini, kumohon.

Ia melirik jam di pergelangan kirinya.    

23 : 58  

Hingga pandangannya tak lagi pada jam tangan itu, melainkan pada telapak tangan yang menggenggamnya erat.

Ia mendongak dan langsung disambut oleh tatapan yang selalu ia benci. Taehyung memandangnya lekat lagi.

Terdengar riuh pengunjung disana yang menghintung mundur pergantian tahun, dan juga menghintung mundur jarak Taehyung terhadap Sana yang semakin terkikis.

Matanya yang terpejam dan bibir yang tidak benar-benar mengatup membuat Sana merinding.

Genggaman pada telapaknya semakin mengerat. Ia menyerah. Sana benar-benar telah jatuh kepada Taehyung.

"Noona!"





















Dan Taehyung menghilang.

Existence [ K t h ; J j k  +  M s n ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang