Part 13

2.3K 136 23
                                    

Sorry kalau ada typo.

*****
3 hari sudah Ify libur dari segala tugas-tugas sekolah yang biasanya menghantui.

Namun rasanya, 3 hari saja tidak cukup bagi Ify untuk melepas keterpurukan yang masih melanda dirinya. Ia masih tidak rela jika mamanya pergi terlebih dahulu, ia tidak rela jika mamanya harus meninggalkan dunia karena menyelamatkan dirinya.

"Fy, sayang. Bangun, nak. Ayo, kamu harus ke sekolah. Udah jam 6, nak." kata Gery, menggoyangkan bahu Ify pelan.

Ify mengucek-ucek matanya sebentar, berusaha menyesuaikan cahaya lampu kamar dengan matanya. Ia dapat melihat wajah papanya dengan senyum yang mengembang.

Ia tau, bahkan sangat tau, papanya masih sangat terpukul atas kepergian mamanya. Gery masih sangat mencintai Vera. Namun, Gery ingin menunjukkan ketegaran kepada Ify agar anaknya juga dapat bangkit dari keterpurukan.

"Iya, pa. Ify mandi dulu. "kata Ify, yang kini sudah duduk di tepi ranjang.

"Yasudah, papa tunggu di meja makan. Papa udah buatin nasi goreng kesukaan kamu." ucap Gery sambil tersenyum, kemudian berlalu.

Tanpa terasa, bulir air mata mulai jatuh dari pelupuk mata Ify. Gadis itu masih mengenang semua kejadian yang ada di rumah itu, saat-saat dirinya dan kedua orangtuanya dapat tersenyum bahagia.

Ify tau, bahwa mamanya hanya salah paham dengan papa. Hanya saja, Vera terlalu cepat menyimpulkan masalah itu sendiri. Karena itu jugalah, Gery merasa sangat bersalah atas kepergian Vera yang sangat mendadak dan tidak terduga.

"Tuhan, kuatkan aku. Aku ingin dapat melanjutkan hidupku dengan papa, aku tidak ingin terus seperti ini." gumam Ify, ia mengusap air matanya kemudian segera mandi.

******
"Ify pamit pergi ke sekolah dulu ya, pa." ucap Ify sambil mencium tangan Gery yang sedang duduk sambil membaca koran.

"Iya nak, kamu hati-hati di sekolah. Belajar yang bener. Kalau ada apa-apa, telepon papa. "ucap Gery, ia membelai lembut rambut anak semata wayangnya itu.

Ify tersenyum dan mengangguk, kemudian mengerutkan kening heran ketika menemukan sesuatu yang ganjal.

"Ini udah jam 7 kurang, papa gak berangkat kerja? "tanya Ify saat melihat papanya masih stay di rumah.

"Hari ini papa masih izin, besok baru mulai kerja lagi. Yaudah, kamu berangkat gih. Nanti telat ke sekolah. "ucap Gery, dan Ify mengangguk.

Ify segera pergi menuju sekolah, meninggalkan Gery dengan kesepian yang melanda ketika istri yang biasa menemaninya sudah pergi ke alam baka.

*****
Ify menaruh tas di bangku sebelah Sivia, gadis bermata sipit itu tengah memainkan ponselnya.

"Vi, gue ke toilet dulu ya. "ucap Ify, dan diangguki oleh Sivia.

Karena sebentar lagi akan bel, Ify berlari sekuat tenaga menuju toilet.

"Fy. Gimana kabar kamu? "langkah Ify terhenti saat mendengar suara seseorang yang sangat ia kenali, Rio.

Ify berbalik, menatap Rio yang kini tengah tersenyum kepadanya, seolah tidak melakukan kesalahan apa-apa.

"Kenapa? Kenapa kamu kemarin enggak dateng? "tanya Ify to the point, membuat Rio langsung menunduk.

Ify melangkah maju, kini matanya sudah berkaca-kaca. Bendungan air mata sudah siap untuk jatuh dan tumpah di permukaan pipi Ify.

"Karena Dea, iya? Kamu tau? Aku nunggu kamu dari kemarin, sampai di pemakaman mama pun aku tetep nunggu kamu. Tapi apa? Apa yang aku dapat? Kamu sama sekali enggak datang, atau bahkan enggak berniat datang. Kamu hanya sibuk dengan Dea. Kamu enggak mikirin perasaan aku sedikitpun. Aku butuh kamu, Yo. Saat itu aku butuh seseorang tempat aku bersandar, dan itu adalah kamu." ucap Ify dengan air mata yang sudah turun entah sejak kapan.

"Maaf. Aku minta maaf. Tapi, aku enggak bisa ngelawan permintaan Dea. Aku enggak mau hubungan kami herakhir seperti ini, Fy. Aku mohon kamu ngertiin aku, tolong. "ujar Rio, kini pria itu mendongak.

"Aku selalu ngertiin kamu, Yo. Bahkan aku ngerti seberapa besar cinta kamu ke Dea, sampai-sampai kamu semudah itu meninggalkan aku demi dia. Aku selalu berusaha mengerti tentang kamu, tentang kehidupan kamu. Dulu saat kita pacaran pun, aku selalu ngerti kamu." kata Ify, gadis itu memasang senyum palsu.

"Aku pernah berfikir, Tuhan itu enggak adil sama aku. Tuhan udah pisahin kamu dari aku, dan aku rela kita udah enggak bisa bersatu lagi. Tapi sekarang? Tuhan juga ambil mama aku ke sisi-Nya, dan aku merasa kalau orang yang ngertiin aku udah enggak ada lagi. Tuhan kasih aku cobaan yang begitu berat. Aku enggak tau, sampai kapan aku bisa bertahan dengan situasi seperti ini Yo."

Rio memandang Ify yang kini tersenyum miris, menandakan bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. Rio tau itu.

"RIOOO." suara seseorang terdengar di lorong kelas.

Baik Rio maupun Ify sama-sama menoleh ke arah si pemanggil, yaitu Dea yang kini sedang berkacak pinggang.

"Kamu ngapain disini? Sama dia lagi. Aku tuh, udah nyariin kamu dari tadi. Eh, taunya kamu lagi disini sama cewek ganjen ini." ujar Dea sambil tersenyum sinis menatap Ify.

"Kok kamu ngomong kayak gitu, De? Terserah aku dong, mau lagi sama siapa. Aku sama Ify juga bukan urusan kamu. "kata-kata Rio membuat Dea melongo.

"Kamu kok, sekarang jadi belain dia sih Yo? Sekarang kan, pacar kamu itu aku. Bukan dia. Kok kamu bertingkah seolah-olah dia yang pacar kamu, bukan aku? "ucap Dea dengan nada manja khasnya.

"Iya, cuman lama-lama gue sadar kalau lo cuman ngatur di kehidupan gue. Dulu, lo emang orang yang paling gue cinta. Tapi sekarang, mata gue terbuka. Orang yang gue cintai itu Ify, bukan lo lagi. Gue cuman kangen sama lo, tapi rasa gue ke lo itu sama sekali enggak ada. Semuanya udah hilang, semuanya udah pergi dan kamu yang udah bawa hati aku pergi saat itu." ujar Rio.

Ify yang sedari tadi pun menunduk karena mendengar pengakuan terang-terangan dari Rio. Apa ia tidak salah dengar? Rio masih mencintainya.

"A-apa? Kamu udah enggak cinta sama aku lagi, Yo? Tapi aku masih cinta sama kamu. Kamu enggak boleh ngomong gitu. Aku dan kamu masih sama-sama saling cinta. Kita masih terikat." bantah Dea.

Rio menggeleng tegas. "Dulu, tapi sekarang semuanya udah berubah. Waktu demi waktu berlalu, De. Dan perasaan aku udah berubah seiring berjalannya waktu. Dulu, saat aku butuh kamu, kamu menghilang entah kemana. Dan sekarang saat aku udah mantepin diri untuk fokus ke Ify, kamu muncul lagi dengan senyum yang sama? Lo gak mikir? "bentak Rio.

"Kita putus. "ujar Rio, dan tanpa berbasa-basi lagi pria itu menarik tangan Ify menjauh dari Dea yang sekarang sudah menahan amarah dalam hati.

*****
"Apa kamu beneran, Yo? Kamu putusin Dea, demi aku? "ujar Ify saat Rio membawanya ke taman belakang sekolah yang memang indah dan sejuk.

Rio menghela nafas, kemudian mengangguk. Ify tidak tau bagaimana lagi kebahagiaan yang sekarang membara dalam hatinya.

"Dan sekarang....."

"Apa kamu mau, menjadi kekasihku lagi? "


----OoO----
Yeayy, akhirnya aku update lagi. Sorry kalau ngaret ya :)

Part depan udah ending aja nih, wkwkwk. Emang sengaja buat cerita ini cepet selesai, hehe.

Kalau kalian mau aku cepet update part terakhir alias ending, wajib banget vote dan komen sebanyak-banyaknya biar aku makin semangat nulis part terakhir :)

Terimakasiii :)

He Is The Troublemaker ✔ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang