Dimensi Lain

375 45 6
                                    

Seokjin pov-


"Namjoon-ah, apa kau yakin menyuruh mereka hal seperti itu?" tanyaku. "Tidak apa, Hyung. hanya mendengar saja. Tidak lebih. Kalau mereka dengar, berarti bukan hanya aku." jelas Namjoon.


"Jika terjadi apa-apa pada mereka?"


"Tenanglah mereka akan baik-baik saja..." Namjoon menyilakan kakinya di atas tempat tidurku dengan santai.


"Jungkook berbicara padaku, saat lampu padam kemarin mereka berdua mengalami hal buruk..." aku menyandarkan punggungku ke tembok yang ditempeli tempat tidurku. "Begitu kah? Kalau begitu akan ku cek mereka..." kata Namjoon, dia turun dari tempat tidurku lalu bergegas kembali ke kamarnya.


Aku hanya diam dan tidak berbicara apapun padanya. Kubiarkan dia keluar dari kamar, lalu alu merebah di kasurku.


Beberapa hari lalu Jungkook bertemu denganku di toko roti dan dia memberitahuku semua yang dialaminya bersama Taehyung. Aku kasihan, juga merasa takut lama-lama di apartemen ini.


Dalam hitungan detik tiba-tiba lampu di kamarku padam. Aku terjingkat lalu segera duduk di atas tempat tidurku. Ini sudah ke 5 kali dalam jarak beberapa hari terakhir setelah pemberitaan terdapat badai besar hari itu. Bahkan saat sedang tidak terjadi badai seperti hari ini, lampu lagi-lagi padam?


Saat hendak turun dari tempat tidur, aku merasa bulu kudukku berdiri, tengkukku terasa dingin, yang mana rasa dingin itu mulai menjalar turun hingga ke spinalku. Mengalami hal seperti ini, aku hanya bisa menutup mataku erat karena pergerakanku terasa terkunci.


Suara-suara aneh mulai terdengar dari lantai atas, persis sama seperti yang dikatakan Namjoon. Suara isakan tangis, suara bantingan barang, hingga sampai suara besi dan besi yang bergesekan membuat telinga tidak nyaman.


Aku merasa sesuatu memegang pundakku, ini berat sekali. Aku membelalakkan mataku lalu menoleh dengan cepat ke belakang. Wanita yang mengikutiku di lantai 7 tempo hari, kini ada di belakangku. Kulitnya putih pucat dengan urat darah terlukis acak di kulitnya. Matanya menyala merah dan rambutnya panjang serta berantakan.


Ingin aku berteriak kencang tapi aku merasa suaraku tercekat. Bernafas saja sudah susah. Wanita itu menerkam leherku lalu mendorong aku ke tembok. Wanita itu mencekikku sampai aku tidak bisa bernafas. Dengan kuat tenaga aku melepaskan cengkramannya tapi gagal.


Hampir di titik akhir aku kehabisan nafasku, seseorang memegang pundakku lalu menggoyangnya kencang.


Mataku terbelalak. Namjoon berdiri di sampingku. "Hyung! Kau tidak apa apa?!" tanyanya dengan nada panik.


Aku melihat kesekeliling, lampu masih menyala terang. Aku berusaha memproses situasi yang ada. "Kau mengigau tadi, Hyung!" katanya.


Jadi daritadi mimpi saja?


"Apa kau baik-baik saja??" tanyanya. "Aku mimpi bertemu wanita itu, Joon." kataku dengan nafas yang cukup terburu. "Wanita mana?"

(✅)Dare to read it alone?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang